tag:blogger.com,1999:blog-1714298213743581382024-02-19T12:04:14.515+07:00Kumpulan skripsi dari berbagai jurusanAnda Bingung mencari referensi skripsi??? Dapatkan Referensi Skripsimu disiniPerpustakaan Skripsi Onlinehttp://www.blogger.com/profile/04047511595934242909noreply@blogger.comBlogger2976125tag:blogger.com,1999:blog-171429821374358138.post-10120654704371751312010-05-15T22:24:00.002+07:002019-06-22T12:56:28.222+07:00TINJAUAN TEGANGAN LEKAT BAJA TULANGAN ULIR DENGAN BERBAGAI VARIASI DIAMETER DAN PANJANG PENYALURAN DENGAN BAHAN PEREKAT SIKADUR® 31 CF NORMAL TERHADAP<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<h2 class="title">
</h2>
<div style="border: 0px solid silver; height: 800px; overflow: auto; width: 590px;">
<div style="text-align: center;">
BAB I<br />
PENDAHULUAN</div>
1.1 Latar Belakang<br />
Beton adalah salah satu bahan konstruksi yang sangat populer digunakan hingga saat ini, baik pada bangunan yang bersifat struktural maupun pada bangunan yang non struktural. Sebagai bahan bangunan beton mempunyai berbagai kelebihan. Kelebihan tersebut antara lain bahan bakunya relatif mudah untuk didapat, mempunyai kuat tekan yang tinggi, tidak memerlukan perawatan menerus setelah beton mengeras, dapat di <span class="fullpost">bentuk sesuai dengan keinginan, tahan terhadap perubahan cuaca, tahan terhadap kebakaran, beton segar juga dapat digunakan untuk memperbaiki permukaan beton lama yang retak dengan cara disemprotkan. Disamping kelebihan tersebut beton juga mempunyai kekurangan terutama karena sifatnya yang getas dan tidak mampu menahan tarik. Ketidakmampuan beton menerima tegangan tarik dapat diatasi dengan cara menambahkan baja tulangan, sehingga tersusun pembagian tugas, dimana batang tulangan menerima gaya tarik, sedangkan beton hanya diperhitungkan untuk menahan gaya desak. Kombinasi beton dengan baja tulangan disebut sebagai beton bertulang.<br />Salah satu persyaratan dalam struktur beton bertulang adalah adanya lekatan antara baja tulangan dan beton, sehingga ketika pada struktur beton tersebut diberikan beban tidak akan terjadi selip antara baja tulangan dan beton. Diameter dan panjang penyaluran tulangan sangat berpengaruh pada kelekatan beton dan tulangan. Keruntuhan suatu struktur dapat disebabkan salah satunya karena kurangnya lekatan antar tulangan dengan beton. Untuk itu perlu diperhatikan kuat lekat antara beton dan baja tulangan agar diperoleh keseimbangan gaya antara baja tulangan dan beton. Tegangan lekat pada beton bertulang yang besarnya dapat dihitung berdasarkan gaya persatuan luas nominal baja tulangan yang diselimuti oleh beton.<br />2<br />Banyaknya struktur bangunan dari beton bertulang banyak menimbulkan masalah tersendiri apabila terjadi hal-hal di luar perencanaan awal, misalnya perubahan fungsi bangunan. Apabila struktur bangunan yang mengalami perubahan fungsi bangunan tersebut diinginkan tetap dapat digunakan tanpa adanya pembongkaran, maka salah satu jalan penyelesaiannya adalah dengan melakukan perkuatan terhadap struktur bangunan tersebut. Salah satu caranya adalah dengan penambahan tulangan atau dimensi elemen struktur tersebut. Penambahan tulangan tersebut dapat dilakukan dengan penanaman baja tulangan pada beton. Ini dilakukan dengan cara melubangi beton kemudian memasukkan tulangan kedalamnya dan penambahan zat perekat agar terjadi kelekatan antara tulangan dengan beton.<br />Pada bangunan gedung, dinding disyaratkan harus memiliki tautan/ikatan antara dinding dengan kolom-kolom. Ini dimaksudkan agar dinding tidak berdiri sendiri, sehingga ketika terkena gempa dinding tidak lepas dari kolomnya. Pengikatan antara dinding dengan kolom tersebut dilakukan dengan cara memberikan stek-stek tulangan yang keluar pada sisi kolom yang akan dipasang dinding. Pembuatan stek-stek tulangan ini dilakukan sebelum kolom dicor dan menjadi keras. Keterlupaan atau kesengajaan untuk tidak membuat stek-stek tulangan pada saat penulangan kolom, maka diharuskan membuat stek-stek tulangan pada kolom setelah kolom dicor dan menjadi keras. Ini dilakukan dengan cara mengebor dinding kolom dan memasukkan tulangan ke dalamnya dengan penambahan bahan perekat.<br />Baja tulangan terdiri dari dua macam bentuk permukaannya yaitu baja tulangan polos dan baja tulangan ulir (deformed) yang digunakan untuk konstruksi bangunan. Baja tulangan ulir (deformed) mempunyai kuat lekat lebih baik dari pada baja tulangan polos, karena baja tulangan ulir memiliki bentuk permukaan yang tidak rata (adanya tonjolan) terhadap beton yang berfungsi sebagai penahan selip antar baja tulangan dengan beton.<br />Penelitian ini mencoba untuk mencari kekuatan lekat antara baja tulangan ulir (deformed) dengan cara melubangi beton dan menambahkan zat epoxy sebagai bahan perekatnya.<br />3<br />1.2 Rumusan Masalah<br />Kuat lekat antara baja tulangan dengan beton dipengaruhi oleh diameter dan panjang penyaluran tulangan. Hal yang akan menjadi kajian penelitian ini yaitu seberapa jauh pengaruh diameter tulangan ulir (deformed) dan panjang penyaluran dengan penambahan zat perekat Epoxy tersebut terhadap kuat lekat dengan beton normal.<br />1.3 Tujuan Penelitian<br />1. Mengetahui perilaku kelekatan tulangan baja ulir (deformed) dan beton normal dengan penambahan zat perekat Epoxy yang berhubungan dengan beban hingga baja mencapai luluh.<br />2. Mengetahui pengaruh panjang penyaluran baja tulangan ulir (deformed) terhadap kuat lekat dengan penambahan zat perekat Epoxy.<br />3. Mengetahui pengaruh diameter baja tulangan ulir (deformed) terhadap kuat lekat dengan penambahan zat perekat Epoxy.<br />4. Mengetahui pola kegagalan lekatan yang terjadi yaitu kegagalan antara beton dengan zat perekat Epoxy atau zat perekat Epoxy dengan tulangan.<br />1.4 Manfaat Penelitian<br />1.4.1 Manfaat teoritis<br />1 Memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya teknologi beton bertulang.<br />2 Menambah pengetahuan tentang beton bertulang dalam struktur.<br />3 Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam perencanaan struktur beton bertulang agar lebih aman, ekonomis dan efisien.<br />4<br />1.4.2 Manfaat Praktis<br />Diperoleh informasi atau masukkan tentang kuat lekat antara beton dan baja tulangan ulir (deformed) penambahan bahan perekat epoxy dengan berbagai variasi panjang penyaluran dan diameter tulangan.<br />1.5 Batasan Masalah<br />Agar penelitian ini tidak terlalu luas dan lebih terarah, maka diadakan batasan-batasan permasalahan sebagai berikut:<br />1. Beton yang digunakan adalah beton normal dengan kuat tekan beton (f’c) = 25 MPa.<br />2. Besarnya nilai slump yang direncanakan ± 10 cm.<br />3. Portland Cement yang dipergunakan adalah semen serbaguna (jenis I) dengan merk Holcim kemasan 50 Kg.<br />4. Agregat halus (pasir) yang berasal dari Kali Boyong Merapi, Kaliurang, untuk agregat yang lolos saringan 5 mm sebagai agregat halus (pasir), sedangkan agregat yang tertahan saringan 5 mm dianggap sebagai agregat kasar (kerikil). Agregat yang digunakan dalam penelitian ini dalam keadaan jenuh kering permukaan (saturated surface dry)<br />5. Air yang dipergunakan berasal dari laboratorium Bahan Konstruksi Teknik Universitas Islam Indonesia.<br />6. Menggunakan baja tulangan ulir (deformed) dengan diameter 10 mm, 13 mm, 16 mm.<br />7. Menggunakan baja tulangan polos dengan diameter 12 mm sebagai perbandingan.<br />8. Panjang penyaluran tulangan sebesar 100 mm, 150 mm, 200 mm.<br />9. Ukuran lubang pada beton lebih besar 4 mm dari diameter tulangan yang akan dimasukkan ke dalam lubang agar zat perekat Epoxy dapat di masukkan pada sekeliling lubang yang telah di masukkan tulangan.<br />5<br />10. Zat perekat epoxy yang digunakan adalah merk Sikadur® 31 CF Normal produksi PT Sika Indonesia.<br />11. Pengujian tegangan lekat dilakukan setelah 3 hari pemberian zat epoxy Sikadur 31 CF Normal.<br />12. Pengujian tegangan lekat menggunakan Universal Testing Machine ( UTM )<br />13. Jumlah benda uji sebanyak 33 buah untuk pengujian tegangan lekat, masing-masing sampel dibuat 3 buah benda uji, untuk pengujian kuat desak beton sebanyak 3 buah benda uji.<br /><br /><br /><br /> </span><br />
<h2 class="title" style="color: red;">
<span class="fullpost"><blink><a href="https://drive.google.com/open?id=1Tow0sZidOF-JDUkboP5sHyqXLt_cymfs" target="_blank">File Selengkapnya.....</a></blink></span></h2>
<span class="fullpost"><br /></span></div>
</div>
Perpustakaan Skripsi Onlinehttp://www.blogger.com/profile/04047511595934242909noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-171429821374358138.post-90989552000878117902010-05-15T22:22:00.001+07:002019-06-22T12:55:42.341+07:00Tempat Penyimpanan & Kandugan Logam<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<h2 class="title">
</h2>
<div style="border: 0px solid silver; height: 800px; overflow: auto; width: 590px;">
<span xmlns=""></span>BAB I<br />
PENDAHULUAN<br />
<br />
1.1 Latar Belakang<br />
Daging sapi merupakan salah satu jenis daging yang di konsumsi oleh manusia, misalnya daging sapi dalam kaleng. Akan tetapi masyarakat belum tahu berapa besar kontaminasi logam berat dalam makanan tersebut. Data mengenai kontaminasi logam berat dalam makanan masih sedikit, oleh karena itu data kandungan logam berat dari hasil penelitian ini mungkin dapat digunakan sebagai informasi bagi instansi yang berwenang mengenai masalah tersebut ( Suwirna. S., dkk, 1981).<br />
Daging kornet semakin menjadi pilihan bagi banyak orang. Produk olahan daging ini juga cepat dan mudah diolah. Sebagai makanan yang digemari masyarakat, corned beef ada kemungkinan mengandung logam-logam berbahaya seperti seng dan timbal, dan kaleng yang tersusun dari logam Sn, Fe dan Pb mempunyai daya tahan terhadap korosi terbatas. Logam-logam tersebut mudah bereaksi dengan asam sehingga pada keasaman (pH) tertentu dan lama penyimpanan yang tertentu pula, akan terjadi pencemaran terhadap corned beef.<br />
Logam berat merupakan komponen alami tanah. Elemen ini tidak dapat didegradasi maupun dihancurkan. Logam berat dapat masuk ke dalam tubuh manusia lewat makanan, air minum, atau melalui udara. Logam-logam berat seperti seng dibutuhkan tubuh manusia untuk membantu kinerja metabolisme tubuh. Logam-logam tersebut berpotensi menjadi racun jika konsentrasi dalam tubuh tinggi. Logam berat menjadi berbahaya disebabkan sistem bioakumulasi. Bioakumulasi berarti peningkatan konsentrasi unsur kimia tersebut dalam tubuh makhluk hidup sesuai piramida makanan. Akumulasi atau peningkatan konsentrasi logam berat di alam mengakibatkan konsentrasi logam berat di tubuh manusia adalah tertinggi. Jumlah yang terakumulasi setara dengan jumlah logam berat yang tersimpan dalam tubuh di tambah jumlah yang di ambil dari makanan, minuman, atau udara yang terhirup. Jumlah logam berat yang terakumulasi lebih cepat dibandingkan dengan jumlah yang terekskresi dan terdegradasi.<br />
Manusia bukan hanya bisa menderita karena menghirup udara yang tercemar, tetapi juga akibat mengasup makanan yang tercemar logam berat, seperti daging kaleng di mana ternak yang makan rumput yang sudah mengandung logam berat yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Lingkungan sekarang ini telah tercemar oleh limbah-limbah pabrik yang mengalir ke sungai atau selokan, ke rumput-rumput yang menjadi tempat makanan dan minumannya tercemar sehingga masuk kedalam tubuh hewan tersebut, kemudian daging hewan tersebut di konsumsi oleh manusia. Tetapi kontaminasi daging kaleng bukan hanya dari daging saja, kemungkinan juga dari tempat atau wadah yang dipakai. Sehingga manusia yang mengkonsumsinya dapat mengakibatkan keracunan (Anonim, 2005).<br />
Makanan maupun minuman kaleng biasanya ditempatkan pada suatu wadah yang dipakai untuk dapat memperpanjang umur makanan tersebut. Biasanya tempat yang digunakan adalah kaleng, akan tetapi makanan kaleng dapat menyerap logam dari wadahnya baik timah dan besi dari pelat timah, serta timah dan timbal dari patrian. Pada makanan yang bersifat asam dan dikalengkan tanpa oksigen, timah menjadi anoda dalam pasangan timah-besi. Timah pada kondisi ini larut dengan laju sangat rendah dan dapat melindungi produk selama dua tahun atau lebih (Deman, 1997).<br />
M Arifin, (2006) telah melakukan penelitian terhadap sapi yang digembalakan di TPA Jatibarang, Semarang, menemukan dalam hati sapi yang dijadikan sampel terkandung 2,48 parts per milion (ppm) unsur timbal (Pb), dan 0,02 ppm unsur merkuri (Hg). Maximum residu limit (MRL) yang ditetapkan Departemen Kesehatan adalah 2,00 ppm untuk timbal dan 0,03 ppm untuk merkuri. Kandungan logam berat bisa menyebabkan perubahan genetika apabila terakumulasi terus-menerus. Untuk bagian has, kandungan timbal juga tinggi, mencapai 0,19 ppm. Dalam jumlah yang lebih kecil, kandungan logam berat juga terdeteksi pada daging bagian paha dan usus sapi (http://www.kompas.com/kompas-cetak/0609/27/humaniora/2983493.htm).<br />
Kontaminasi timbal dan kadmium dalam makanan dapat terjadi melalui makanan dalam kaleng yang sambungannya masih dipatri dengan timbal, pewarna tekstil yang digunakan sebagai pewarna makanan serta makanan yang tercemari oleh udara dan air yang telah tercemar oleh gas dan debu knalpot kenderaan bermotor. Makanan yang tinggi kadar timbalnya antara lain makanan yang dikemas dalam kaleng, kerang-kerangan dan sayur-sayuran yang ditanam di dekat jalan raya. Akibat pencemaran timbal dan kadmium pada lingkungan dapat menyebabkan makanan yang kita konsumsi, air yang kita minum dan udara yang kita hirup kemungkinan telah terkontaminasi dengan timbal dan kadmium. Residu logam-logam berat di dalam tubuh bersifat kumulatif dan dapat mengganggu sistem darah dan urat syaraf serta kerja ginjal. Timbal mempunyai arti penting dalam dunia kesehatan bukan karena penggunaan terapinya melainkan lebih disebabkan karena sifat racun dan telah terbukti membahayakan kesehatan manusia jika tertelan atau terhirup dalam jumlah kumulatif yang relatif kecil (Supriyanto.C.,dkk, 1999).<br />
Manusia membutuhkan sekitar 2 gram seng perharinya, dalam tubuh, seng sangat essensial bagi enzim, selain itu juga berfungsi membantu pertumbuhan (Olson, 1988). Seng juga membantu dalam penyembuhan luka dan diperkirakan seng diperlukan juga untuk mobilisasi vitamin A dari tempat penyimpanan hati (William and Caliendo, 1984). (Olonso, 1988). Seng ini terdapat pada : produk susu, daging sapi, daging ayam, ikan, roti,dan lain-lain (Anonim, 2007).<br />
Dalam penelitian ini akan ditentukan analisis logam-logam berat Pb, Zn dan Sn dalam daging kornet kemasan kaleng secara Spektrofotometri Serapan Atom.<br />
<br />
<br />
<br />
1.2 Perumusan Masalah<br />
a) Apakah ada pengaruh tempat penyimpanan terhadap besarnya kandungan logam Pb, Zn dan Sn dalam daging kornet kemasan kaleng yang di peroleh dari Toko kelontongan dan Supermarket?<br />
b) Bagaimana perbandingan hasil kandungan logam Pb, Zn dan Sn yang diperoleh penelitian dengan yang ditetapkan oleh SK. Dirjen BPOM No.03725/B/SK/VII/89 tentang batas maksimum cemaran logam dalam makanan?<br />
<br />
1.3 Tujuan Penelitian<br />
a) Untuk mengetahui adanya pengaruh tempat penyimpanan terhadap besarnya kandungan logam Pb, Zn dan Sn dalam daging kornet kemasan kaleng yang diperoleh dari toko kelontongan dan Supermarket.<br />
b) Untuk mengetahui perbandingan antara logam Pb, Zn, dan Sn hasil analisis dengan SK. Dirjen BPOM No.03725/B/SK/VII/89 tentang batas maksimum cemaran logam dalam makanan.<br />
<br />
1.4 Manfaat Penelitian<br />
a) Memberikan informasi untuk tindakan pemantauan tentang kondisi makanan kaleng di Indonesia.<br />
b) Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai kandungan logam Sn, Zn, dan Pb dalam daging kornet kemasan kaleng serta bahaya yang dapat di timbulkan sehingga dapat terhindar dari keracunan logam berat.<br />
<br />
<br /></div>
<span style="color: rgb(255 , 0 , 0); font-size: 130%;"><span style="font-weight: bold;">Free download</span></span> <a href="https://drive.google.com/open?id=1MceFMh2tdx7McLd29SHru0Mzp9RRVlgN" target="_blank"><span style="color: rgb(51 , 51 , 255); font-weight: bold;"><blink>Klik Disini</blink></span></a></div>
Perpustakaan Skripsi Onlinehttp://www.blogger.com/profile/04047511595934242909noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-171429821374358138.post-31628149951949352762010-05-15T22:21:00.001+07:002019-06-22T12:54:14.705+07:00SOLIDIFIKASI LIMBAH ALUMINA dan SAND BLASTING PT.PERTAMINA UP IV CILACAP SEBAGAI CAMPURAN BAHAN PEMBUAT KERAMIK<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<h2 class="title">
</h2>
<div style="border: 0px solid silver; height: 800px; overflow: auto; width: 590px;">
BAB I<br />
PENDAHULUAN<br />
1.1 Latar Belakang<br />
Limbah sering menjadi permasalahan bagi industri-industri yang dalam<br />
proses produksinya menghasilkan limbah. Apalagi limbah yang dihasilkan<br />
termasuk kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (limbah B3). Menurut PP<br />
18/1999 jo PP85/1999 tentang pengelolaan limbah B3, pengertian limbah B3<br />
adalah setiap limbah yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang<br />
karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung<br />
maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan<br />
hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain. Selama<br />
ini pengananan limbah B3 diserahkan kepada PT. Persada Pamunah Limbah<br />
Industri (PPLI) yang membutuhkan biaya cukup besar. Untuk meminimalisasi<br />
biaya yang disebabkan oleh penanganan limbah ini, alangkah lebih baik jika<br />
limbah ini dimanfaatkan untuk keperluan yang lebih berguna sehingga lebih<br />
efektif dan bernilai ekonomi.<br />
Pada PT. Pertamina (PERSERO) UP IV Cilacap permasalahan limbah<br />
activated alumina yang termasuk salah satu jenis limbah B3 serta kelimpahan<br />
limbah sand blasting yang cukup besar saat ini tengah mengemuka. Potensi<br />
limbah activated alumina dan sand blasting cukup besar khususnya diberbagai<br />
PT.Pertamina di seluruh Indonesia. Sehubungan dengan meningkatya jumlah<br />
produksi produk PT.Pertamina di Indonesia, maka jumlah limbah activated<br />
alumina dan sand blasting juga akan meningkat. Activated Alumina adalah suatu<br />
bahan berbentuk bulat-bulat kecil, berwarna putih dengan unsur utama alumina<br />
dan silica yang dipergunakan dalam proses pengolahan minyak bumi di PT.<br />
Pertamina (PERSERO) UP IV Cilacap yaitu pada proses filter air pada unit<br />
Paraxylene. Pada keadaan jenuh activated alumina ini akan dikeluarkan berupa<br />
limbah, yang setiap harinya mencapai ± 13427,6 kg/hari atau 62 drum/hari dari<br />
Spent Clay Kilang Paraxylene. Sand blasting merupakan suatu bahan berbentuk<br />
seperti pasir pantai/pasir kuarsa, berwarna putih krem dengan unsur utama silica.<br />
Sand Blasting dimanfaatkan untuk proses pembersihan kerak pada dinding kilang<br />
minyak PT. Pertamina (PERSERO) UP IV Cilacap. Pada keadaan jenuh sand<br />
blasting akan dikeluarkan berupa limbah. Karena kelimpahan limbah activated<br />
alumina dan sand blasting cukup besar, maka akan lebih baik jika limbah tersebut<br />
dapat dimanfaatkan (recycle dan reuse) sehingga dapat memberikan nilai tambah<br />
(added value) pada limbah-limbah tersebut dan nilai ekonominya juga akan<br />
meningkat, dengan kata lain PT. Pertamina (PERSERO) UP IV akan diuntungkan<br />
dan kualitas lingkungan di Indonesia akan semakin meningkat.<br />
Limbah activated alumina dan sand blasting berpotensi untuk<br />
dimanfaatkan sebagai produk bahan bangunan seperti: keramik, genteng, batu<br />
bata, panel board, pavling blok.<br />
Namun pemanfaatan daur ulang tersebut harus hati-hati karena di<br />
dalamnya terkandung kadar logam berat yang bila terhisap atau terkonsumsi oleh<br />
makhluk hidup dapat membahayakan. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 85<br />
Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah B3, limbah katalis berupa activated<br />
alumina termasuk ke dalam daftar limbah B3, sedangkan limbah sand blasting<br />
bukan termasuk ke dalam daftar limbah B3. Limbah yang dikategorikan B3<br />
adalah limbah yang bila memiliki nilai LD50 (Lethal Dose 50%) lebih kecil dari<br />
15 g/kg BB. Namun dari hasil analisa Balai Riset dan Standardisasi Industri dan<br />
Perdagangan Semarang melalui pembuktian secara ilmiah dari hasil uji<br />
toksikologi TCLP ternyata limbah activated alumina dan sand blasting<br />
mempunyai nilai leachate dibawah ambang batas sehingga dapat dikategorikan<br />
sebagai limbah padat bukan B3, serta dapat dimanfaatkan sebagai bahan hidrolis<br />
untuk bahan bangunan (pavling blok, keramik, genteng, dan lain-lain ), namun<br />
dalam penyimpanannya harus mengikuti aturan tertentu dan tidak diperbolehkan<br />
dibuang sembarangan. Dengan adanya penelitian tersebut telah dicapai hasil<br />
bahwa limbah padat activated alumina dan sand blasting dapat dikelola atau<br />
dimanfaatkan sesuai Peraturan Pemerintah No.18 Tahun 1999 tantang<br />
pengelolaan limbah B3 yang diikuti penjelasannya pada Peraturan Pemerintah<br />
No.85 Tahun 1999.<br />
Limbah activated alumina dan sand blasting dapat dimanfaatkan sebagai<br />
bahan campuran dalam pembuatan keramik dengan metode solidifikasi. Dari hasil<br />
penelitian terdahulu dengan memanfaatkan limbah katalis didapat tingkat<br />
immobilisasi logam berat (leachate) pada keramik cukup tinggi dengan tingkat<br />
immobilisasi mencapai 99-100%. Untuk sifat fisik yang dihasilkan ternyata cukup<br />
baik. Hal ini dibuktikan dengan nilai keausan antara 0,0299 gr/cm2 hingga 0,0443<br />
gr/cm2, nilai yang cukup baik karena berada diatas keramik pembanding. Dengan<br />
kata lain, keramik hasil solidifikasi limbah cukup kuat, logam berat yang terlepas<br />
cukup kecil sehingga aman digunakan atau ramah lingkungan. Hal ini menjadikan<br />
keramik sangat cocok digunakan untuk imobilisasi logam berat pada limbah dan<br />
untuk mengatasi kelimpahan limbah (Hidayat, 2006).<br />
Berdasarkan penelitian yang telah diuraikan diatas untuk mengatasi<br />
permasalahan limbah activated alumina dan sand blasting, maka kedua limbah<br />
tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan campuran dalam pembuatan keramik.<br />
Hal ini dimungkinkan karena untuk pembuatan keramik, hanya diperlukan tanah<br />
liat yang bersifat plastis, samot sebagai filler, kaolin yang bersifat tidak plastis<br />
sebagai penguat, dan feldspar sebagai penambah suhu bakar. Sedangkan limbah<br />
activated alumina yang bersifat tidak plastis dan tahan api (refractory) dapat<br />
sebagai pengganti kaolin serta sand blasting yang berbentuk seperti pasir kursa<br />
dapat sebagai filler, diharapkan kedua limbah tersebut mengandung unsur oksida<br />
diantaranya: SiO2, Al2O3, CaO, dan Fe2O3 yang dapat membentuk ikatan keramik<br />
dan memberikan kontribusi kuat keramik pada bahan keramik. Untuk itu perlu<br />
diteliti komposisi campuran limbah yang tepat dalam pembuatan keramik agar<br />
diperoleh hasil yang baik. Dengan teknologi keramik, yaitu pemadatan dengan<br />
menggunakan bahan pengikat (tanah liat) diharapkan limbah activated alumina<br />
dan sand blasting yang mengandung unsur-unsur logam berat dapat terikat dan<br />
tidak tersebar sehingga mengurangi pencemaran lingkungan.<br />
1.2 Rumusan Masalah<br />
Limbah activated alumina memiliki unsur Al2O3 sedangkan sand blasting<br />
memiliki bentuk seperti pasir kuarsa dan unsur SiO2 yang sangat baik untuk<br />
campuran keramik. Untuk limbah activated alumina jika dipakai sebagai<br />
campuran keramik bisa meningkatkan suhu bakar keramik hingga suhu 20000C,<br />
hal ini dikarenakan alumina memiliki sifat tahan panas. Kehalusan limbah<br />
alumina dan sand blasting juga berpengaruh, semakin halus akan semakin bagus<br />
ikatan antar partikel dan tahan lingkungan yang lembab.<br />
Selama ini limbah activated alumina dan sand blasting tidak dimanfaatkan,<br />
limbah activated alumina hanya dikirim ke PPLI sedangkan kelimpahan limbah<br />
sand blasting cukup besar yang hanya ditimbun begitu saja disuatu lahan PT.<br />
Pertamina (PERSERO) UP IV Cilacap sehingga memiliki potensi mencemari<br />
lingkungan. Oleh sebab itu melalui penelitian ini diharapkan dalam jangka pendek<br />
dan panjang limbah activated alumina dan sand blasting dapat dimanfaatkan<br />
secara optimal untuk industri khususnya industri keramik yang memiliki<br />
karakteristik mekanik yaitu nilai keausan yang rendah serta ramah lingkungan<br />
(eco-friendly) dan berkelanjutan (sustainable/renewable) dengan harga ekonomis<br />
sehingga dapat memberikan nilai tambah (added value) pada limbah-limbah<br />
tersebut dan nilai ekonominya juga akan meningkat, dengan kata lain PT.<br />
Pertamina (PERSERO) UP IV Cilacap akan diuntungkan dan kualitas lingkungan<br />
di Indonesia akan semakin meningkat.<br />
Secara garis besar rumusan masalah yang akan dicarikan solusinya sebagai<br />
target keberhasilan dalam penelitian ini adalah:<br />
a. Apakah limbah activated alumina dan sand blasting yang dimanfaatkan untuk<br />
pembuatan keramik dapat immobilisasi logam-logam berat ?<br />
b. Dengan melakukan uji TCLP berapa konsentrasi unsur-unsur logam berat<br />
pada limbah activated alumina dan sand blasting yang terlepas setelah dibuat<br />
keramik ?<br />
c. Apakah limbah activated alumina dan sand blasting yang dimanfaatkan untuk<br />
pembuatan keramik memiliki nilai keausan yang rendah ?<br />
d. Berapa penambahan optimal komposisi limbah activated alumina dan sand<br />
blasting terhadap kualitas keramik yang dihasilkan sebagai rekomendasi untuk<br />
produksi keramik dengan karakteristik nilai keausan rendah ?<br />
e. Bagaimana perbandingan nilai biaya produksi yang dikeluarkan untuk<br />
pembuatan keramik dengan menggunakan campuran limbah activated alumina<br />
dan sand blasting dibandingkan dengan keramik biasa ?<br />
1.3 Tujuan Penelitian<br />
Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka dapat dirumuskan tujuan dari<br />
dilaksanakannya penelitian ini adalah:<br />
a. Untuk mengetahui keramik yang dibentuk dari limbah activated alumina dan<br />
sand blasting dapat mengimobilisasi logam-logam berat.<br />
b. Untuk mengetahui konsentrasi unsur-unsur logam berat pada limbah activated<br />
alumina dan sand blasting yang terlepas setelah dibuat keramik.<br />
c. Untuk mengetahui sifat fisik keramik, terutama nilai keausan yang dihasilkan<br />
dari keramik yang dibentuk dari limbah activated alumina dan sand blasting.<br />
d. Untuk mengetahui penambahan optimal komposisi limbah activated alumina<br />
dan sand blasting terhadap kualitas keramik yang dihasilkan sebagai<br />
rekomendasi untuk produksi keramik dengan karakteristik keausan rendah.<br />
e. Untuk mengetahui perbandingan nilai biaya produksi yang dikeluarkan untuk<br />
pembuatan keramik dengan menggunakan campuran limbah activated alumina<br />
dan sand blasting dibandingkan dengan keramik biasa.<br />
1.4. Manfaat Penelitian<br />
Berdasarkan kelimpahan limbah sand blasting dan activated alumina yang<br />
besar dan belum optimal pemanfaatannya dapat berpotensi sebagai alternatif<br />
bahan pembentuk untuk produksi keramik dengan keausan rendah dan diharapkan<br />
ramah lingkungan (eco-friendly). Makin meningkatnya industri-industri keramik<br />
menyebabkan bahan baku untuk pembuatan keramik meningkat. Bahan baku<br />
tersebut diantaranya kaolin, tanah liat, dan feldspar yang berasal dari sumber daya<br />
alam, dimana jika sumber daya tersebut dipakai secara terus menerus maka akan<br />
habis dan dampaknya dapat merusak keseimbangan lingkungan hidup. Yang<br />
menjadi permasalahan adalah bagaimana kita dapat menggantikan bahan-bahan<br />
tersebut dengan harga yang relatif lebih murah tanpa mengurangi mutu dari<br />
keramik yang dihasilkan. Untuk menjawab permasalahan tersebut, secara khusus<br />
melalui penelitian ini Peneliti akan meneliti dan mengembangakan pemanfaatan<br />
bahan limbah sebagai bahan pembuatan keramik. Pemanfaatan limbah activated<br />
alumina dan sand blasting dari PT. Pertamina UP IV, Cilacap dalam pembuatan<br />
keramik diharapkan akan memberikan manfaat sebagai berikut:<br />
a. Meningkatakan nilai tambah (added value) bagi limbah activated alumina dan<br />
sand blasting PT. Pertamina UP IV Cilacap, limbah yang awalnya<br />
dikelompokkan dalam Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) menjadi Bahan<br />
Bermanfaat dan Beruang (B3).<br />
b. Dapat meminimalkan unsur-unsur logam berat, sehingga mengurangi<br />
pencemaran lingkungan dan memberikan solusi terhadap persolan lingkungan<br />
hidup di Indonesia secara berkelanjutan, environmental sustainable<br />
development.<br />
1.5 Batasan Masalah<br />
Sesuai dengan tujuan penelitian, agar penelitian ini lebih mudah perlu<br />
adanya batasan-batasan sebagai berikut:<br />
a. Proses pengolahan limbah activated alumina dan sand blasting dengan<br />
teknologi keramik untuk unsur-unsur logam berat, dengan kaolin, tanah liat,<br />
samot dan feldspar sebagai bahan mentah keramik.<br />
b. Ukuran butir bahan pembuat keramik, yaitu kaolin, tanah liat, samot dan<br />
feldspar adalah lolos 80 mesh.<br />
c. Benda uji berbentuk keramik batu (Stoneware)<br />
<br /></div>
<span style="color: rgb(255 , 0 , 0); font-size: 130%;"><span style="font-weight: bold;">Free download</span></span> <a href="https://drive.google.com/open?id=1G3mtsGtyHomuS4QDDyckbIkez2n_WzY7" target="_blank"><span style="color: rgb(51 , 51 , 255); font-weight: bold;"><blink>Klik Disini</blink></span></a></div>
Perpustakaan Skripsi Onlinehttp://www.blogger.com/profile/04047511595934242909noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-171429821374358138.post-20763560128292920152010-05-15T22:20:00.001+07:002019-06-22T12:53:30.752+07:00FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUNGKAPAN SOSIAL (SOCIAL DISCLOSURE) DALAM LAPORAN KEUANGAN TAHUNAN PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK JAKARTA<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<h2 class="title">
</h2>
<div style="border: 0px solid silver; height: 800px; overflow: auto; width: 590px;">
BAB I<br />
PENDAHULUAN<br />
1.1 Latar Belakang<br />
Laporan keuangan merupakan suatu alat yang digunakan oleh manajemen untuk melakukan pertanggungjawaban kinerja ekonomi perusahaan kepada para investor, kreditur, dan pemerintah. Laporan keuangan dapat dikelompokkan dalam pengungkapan yang sifatnya wajib (mandatory disclosure) dan pengungkapan yang sifatnya sukarela (voluntary disclosure), pengungkapan wajib merupakan ketentuan yang harus diikuti oleh setiap perusahaan atau institusi yang berisi tentang hal-hal yang harus dicantumkan dalam laporan keuangan menurut standar yang berlaku. Sedangkan pengungkapan yang bersifat sukarela ini tidak disyaratkan oleh standar, tetapi dianjurkan dan akan memberikan nilai tambah bagi perusahaan yang melakukannya.<br />
Pusat perhatian perusahaan pada saat ini lebih kepada stockholders dan bondholders, sedangkan pihak lain sering diabaikan. Banyak aksi protes yang dilakukan oleh elemen stakeholders kepada manajemen perusahaan, mereka menuntut keadilan terhadap kebijakan upah dan pemberian fasilitas kesejahteraan yang diterapkan perusahaan. Di lain pihak banyak masyarakat yang protes atas pencemaran lingkungan akibat limbah atau<br />
2<br />
polusi yang dilepas ke lingkungan, sehingga menyebabkan hubungan yang tidak harmonis antara perusahaan dengan lingkungan sosialnya. Untuk itu masyarakat membutuhkan informasi mengenai sejauh mana perusahaan sudah melaksanakan aktivitas sosialnya. Sehingga hak masyarakat untuk hidup aman dan tentram, kesejahteraan karyawan, dan keamanan mengkonsumsi makanan dapat terpenuhi.<br />
Perusahaan dituntut untuk memberikan informasi mengenai aktivitas sosialnya. Sejauh ini perkembangan akuntansi konvensional (mainstream accounting) telah banyak di kritik karena tidak dapat mengakomodir kepentingan masyarakat secara luas, sehingga muncul konsep akuntansi baru yang disebut sebagai Social Responsibility Accounting (SRA) atau Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial. Tanggungjawab sosial diartikan bahwa perusahaan mempunyai tanggungjawab pada tindakan yang mempengaruhi konsumen, masyarakat, dan lingkungan (Ivancevic, 1992). Selama ini produk akuntansi dimaksudkan sebagai pertanggungjawaban manajemen kepada pemilik saham, kini paradigma tersebut diperluas menjadi pertanggungjawaban kepada seluruh stakeholders.<br />
Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), sebagaimana tertulis dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.1 (Revisi 1998) paragraph kesembilan secara implisit menyarankan untuk mengungkapkan tanggung jawab akan masalah lingkungan dan sosial.<br />
3<br />
Perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statement), khususnya bagi industri dimana faktor-faktor lingkungan hidup memegang peranan penting dan bagi industri yang menganggap pegawai sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting.<br />
Pernyataan PSAK di atas merupakan manifestasi kepedulian akuntansi akan masalah-masalah sosial yang merupakan wujud pertanggungjawaban sosial perusahaan . Pertanggungjawaban sosial bukan merupakan fenomena sosial baru, melainkan merupakan akibat dari semakin meningkatnya isu lingkungan di akhir 1980-an (Kumalahadi, 2000).<br />
Beberapa penelitian mengungkapkan adanya pengaruh yang signifikan dalam perusahaan manufaktur, diantaranya adalah pada penelitian Cooke (1992) yang menyebutkan “pengaruh antara size, status listing, dan jenis industri terhadap luas pengungkapan dalam laporan tahunan”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa size, status listing adalah variabel penjelas yang penting, dan perusahaan manufaktur secara signifikan mengungkapkan informasi lebih banyak daripada perusahaan nonmanufaktur.<br />
Atas dasar penelitian tersebut, maka penulis ingin mengetahui sejauh mana pengaruh karakteristik perusahaan, yang diantaranya adalah Kepemilikan manajemen, tingkat leverage, ukuran perusahaan, profitabilitas<br />
4<br />
dapat mempengaruhi kuantitas pengungkapan sosial perusahaan manufaktur yang terdaftar pada Bursa Efek Jakarta (BEJ)<br />
1.2 Tujuan Penelitian<br />
Penelitian ini mempunyai tujuan untuk menguji pengaruh karakteristik perusahaan yang diproksi dalam Kepemilikan manajemen, tingkat leverage, ukuran perusahaan dan profitabilitas terhadap kuantitas pengungkapan sosial dalam laporan tahunan perusahaan manufaktur.<br />
1.3 Rumusan Masalah<br />
Perusahaan manufaktur adalah perusahaan pengolahan barang mentah menjadi barang jadi, perusahaan ini perlu melakukan pengungkapan sukarela (pengungkapan sosial). Karena, perusahaan manufaktur selain dekat dengan investor, kreditor, dan pemerintah, perusahaan juga dekat dengan lingkungan sosial. Maka dari itu perlu adanya pengungkapan sosial dalam prakteknya. Untuk itu rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:<br />
1. Apakah perusahaan manufaktur telah mengungkapkan pengungkapan sosial pada laporan tahunan?<br />
2. Bagaimanakah pengaruh karakteristik pengungkapan sosial pada perusahaan manufaktur?<br />
5<br />
1.4 Batasan Masalah<br />
Penelitian yang penulis lakukan adalah untuk melihat pengungkapan sosial kaitannya dengan karakteristik yang mempengaruhinya.<br />
Penelitian ini dilakukan terhadap laporan keuangan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta selama tahun 2004-2005.<br />
1.5 Manfaat Penelitian<br />
Hasil Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:<br />
1. Penulis, memberikan modal atau bekal pengetahuan dalam memasuki dunia kerja.<br />
2. Perusahaan, memberikan wacana tentang pentingnya pengungkapan sosial dalam laporan tahunan, terutama perusahaan manufaktur yang ada di Indonesia untuk memperhatikan lingkungan alam di sekitar perusahaan mereka, dalam rangka menjaga alam dan juga untuk mencapai competitive advantage di dunia bisnis.<br />
3. Investor, berguna dalam proses decision making dalam penanaman modalnya.<br />
4. Akademisi, Bisa dijadikan referensi dalam penelitian-penelitian selanjutnya disamping sebagai sarana untuk menambah wawasan.<br />
6<br />
1.6 Sistematika Penulisan<br />
Pada tulisan ini, penulis membagi penulisan menjadi 5 Bab yaitu:<br />
BAB I PENDAHULUAN<br />
Pada bab ini akan diuraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan<br />
BAB II LANDASAN TEORI<br />
Pada bab ini menjelaskan tentang tinjauan pustaka yang terkait dengan topik penelitian yang mencakup landasan teori mengenai karakteristik perusahaan dalam kaitannya dengan pengungkapan sosial dalam laporan tahunan.<br />
BAB III METODOLOGI PENELITIAN<br />
Pada bab ini menjelaskan tentang metode penelitian, mencakup pemilihan sampel, pengumpulan data dan tekhnik analisis yang digunakan dalam pengujian hipotesis.<br />
BAB IV ANALISIS DATA<br />
Pada bab ini menjelaskan tentang analisis terhadap data dan temuan empiris yang diperoleh.<br />
BAB V PENUTUP<br />
Pada bab ini menjelaskan tentang penutup yang terdiri dari simpulan, keterbatasan dan implikasi bagi penelitian selanjutnya.<br />
<br /></div>
<span style="color: rgb(255 , 0 , 0); font-size: 130%;"><span style="font-weight: bold;">Free download</span></span> <a href="https://drive.google.com/open?id=1wht3J1FvN0vkyC_AEopfXNYSa3fSG7WS" target="_blank"><span style="color: rgb(51 , 51 , 255); font-weight: bold;"><blink>Klik Disini</blink></span></a></div>
Perpustakaan Skripsi Onlinehttp://www.blogger.com/profile/04047511595934242909noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-171429821374358138.post-65470801682325428032010-05-15T22:19:00.002+07:002019-06-22T10:42:38.584+07:00ANALISIS PERBANDINGAN RESIKO DAN TINGKAT PENGEMBALIAN REKSA DANA SYARIAH DAN REKSA DANA KONVENSIONAL<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<h2 class="title">
</h2>
<div style="border: 0px solid silver; height: 800px; overflow: auto; width: 590px;">
BAB I<br />
PENDAHULUAN<br />
A. Latar Belakang Masalah<br />
Pasar Modal (Capital Market) merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bias diperjual belikan, baik dalam bentuk hutang maupun modal sendiri. Pasar Modal Indonesia dalam beberapa tahun terakhir berkembang cukup dinamis. Kedinamisan tersebut salah satunya ditandai dengan berkembangnya secara pesat Reksa Dana berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (KIK) di Pasar Modal Indonesia. Dalam perkembangannya, telah hadir Reksa Dana Syariah yang dimaksudkan untuk memberikan alternatif investasi yang lebih luas terutama para pemodal muslim. Dapat dijadikan catatan bahwa kemunculan Reksa Dana Syariah di Indonesia yang domotori oleh Dana Reksa Syariah terbitan dari PT Danareksa Investment Management tanggal 25 Juni 1997 merupakan cikal bakal kemunculan Pasar Modal Syariah.<br />
Reksa Dana merupakan salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki waktu dan keahlian untuk menghitung resiko atas investasi mereka. Menurut Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995 pasal 1 ayat 27 telah diberikan definisi “Reksa Dana adalah suatu wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi”. Dengan kata lain, Reksa Dana merupakan wadah<br />
2<br />
berinvestasi secara kolektif untuk ditempatkan dalam portofolio berdasarkan kebijakan investasi yang ditetapkan oleh fund manajer atau manajer investasi.<br />
Sedangkan Reksa Dana Syariah mengandung pengertian sebagai Reksa Dana yang pengelolaan dan kebijakan investasinya mengacu pada Syariat Islam. Instrumen investasi yang dipilih dalam portofolionya haruslah yang dikategorikan halal.<br />
Dikatakan halal, jika pihak yang menerbitkan instrumen investasi tersebut tidak melakukan usaha yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam, seperti tidak melakukan riba, mayisir dan gharar. Jadi saham, obligasi dan sekuritas lainnya yang dikeluarkan perusahaan yang berhubungan dengan produksi atau penjualan minuman keras, rokok, produk mengandung babi, bisnis hiburan berbau maksiat, bisnis senjata, perjudian, pornografi, dan sebagainya tidak dimasukkan ke dalam portofolio Reksa Dana Syariah.<br />
Perbedaan yang paling nampak dari operasional Reksa Dana Syariah dengan Reksa Dana Konvensional adalah proses screening dalam mengkonstruksi portofolio. Filterasi menurut prinsip Syariah akan mengeluarkan saham yang memiliki aktivitas haram. Proses cleansing atau filterasi terkadang juga menjadi cirri tersendiri, yaitu membersihkan pendapatan yang dianggap diperoleh dari kegiatan haram, dengan membersihkannya sebagai charity.<br />
Di Indonesia sekarang ini, proses screening terhadap produk saham yang berprinsip Syariah sudah tidak terlalu sulit lagi, karena sudah ada indeks saham berbasis Syariah yaitu Jakarta Islamic Indeks (JII), yang dapat mempermudah pemilihan saham dan pengukuran kinerja investasi berbasis Syariah. Selain itu<br />
3<br />
Instrumen Pasar Modal Syariah lainnya yang sudah mulai marak adalah Obligasi Syariah, sedangkan pasar uang Syariah sudah lebih dahulu berkembang dipelopori dengan pendirian Bank berbasis Syariah dengan nama Bank Muamalat yang mulai beroperasi sejak tanggal 1 Mei 1992.<br />
Kegiatan investasi yang bernafaskan Islam khususnya Reksa Dana Syariah akan menarik, terutama karena memberi keyakinan bahwa kegiatan investasi juga merupakan sebentuk kegiatan muamalah (keperdataan) dalam Islam. Reksa Dana Syariah ini dapat dijadikan salah satu alternatif masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim untuk ikut serta dalam kegiatan pasar modal dengan cara yang halal, sesuai syariat agama. Mengingat hal tersebut, Indonesia jelas merupakan pasar potensial untuk tumbuhnya investasi yang bersifat islami.<br />
Segencar apapun fatwa disebar luaskan. Pertimbangan keuntungan dan resiko yang akan diterima, tetap menjadi pertimbangan pertama bagi investor untuk menanamkan modalnya. Tidak terkecuali para investor muslim dalam memutuskan untuk berinvestasi pada produk syariah.<br />
Pada kenyataannya, masih banyak keraguan dari kaum awam atau return yang akan diterima dari Reksa Dana Syariah tidak besar atau menguntungkan dibanding Reksa Dana Konvensional. Keraguan tersebut timbul karena ada dugaan kurang optimalnya pengalokasian produk atau portofolio investasi, akibat adanya proses screening yang membatasi investasi portofolionya hanya pada produk yang sesuai dengan Syariat Islam, sedangkan produk-produk Syariah di Indonesia masih terbatas jumlahnya. Dengan jumlah yang masih sedikit tersebut, apakah bisa menghasilkan investasi portofolio yang optimal dan outperform ? Di<br />
4<br />
pihak lain, masyarakat pada umumnya bersikap menghindari resiko (risk averse) terhadap produk-produk baru yang belum terlihat hasil kinerjanya.<br />
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ANALISIS PERBANDINGAN RESIKO DAN TINGKAT PENGAMBILAN REKSA DANA SYARIAH DAN REKSA DANA KONVENSIONAL” (Studi Kasus pada Produk Reksa Dana Campuran yang dikelola oleh PT Danareksa Investment Management yaitu ”Reksa Dana Anggrek dan Reksa Dana Syariah Berimbang” periode Januari 2001 sampai dengan Desember 2003).<br />
B. Perumusan Masalah<br />
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukan diatas, maka diperlukan perhitungan tingkat pengembalian, resiko dan tingkat pengembalian yang disesuaikan dengan resiko yang benar dan akurat atas kedua Reksa Dana yang diteliti yaitu Reksa Dana Syariah Berimbang dan Reksa Dana Anggrek. Adapun permasalahan perhitungan tersebut meliputi:<br />
1. Berapa resiko dan tingkat pengembalian Reksa Dana Syariah Berimbang dan Reksa Dana Anggrek ?<br />
2. Berapa resiko dan tingkat pengembalian masing-masing pasar yang menjadi tolak ukur Reksa Dana Syariah dan Reksa Dana Anggrek ?<br />
3. Berapa risk adjust performance Reksa Dana Syariah dan Reksa Dana Anggrek ?<br />
5<br />
C. Pembatasan Masalah<br />
Agar pembahasan mengarah pada tujuan dan mempermudah proses pengolahan data, maka perlu ditetapkan batasan-batasan terhadap penelitian yang akan dilakukan. Area pembatasan masalah pada skripsi ini meliputi hal-hal berikut dibawah ini :<br />
1. Reksa Dana yang dijadikan objek penelitian adalah Reksa Dana Syariah Berimbang dan Reksa Dana Anggrek yang dikelola oleh PT. Danareksa Investment Management.<br />
2. Analisa dilakukan dengan menggunakan Nilai Aktiva Bersih (NAB) per unit penyertaan pada masing-masing Reksa Dana, berdasarkan data bulanan pada periode Desember 2000 sampai dengan Desember 2003.<br />
3. Tingkat pengembalian pasar (Rm) yang dipakai sebagai pembanding dalam penelitian adalah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan untuk Reksa Dana Anggrek serta Jakarta Islamic Indeks (JII) untuk Reksa Dana Syariah Berimbang pada periode Desember 2000 sampai dengan Desember 2003.<br />
4. Tingkat bunga bebas resiko (Risk Free) yang digunakan adalah tingkat suku bunga rata-rata deposito Bank Pemerintah jangka waktu 3 bulan dan rata-rata bonus Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) bulanan pada periode Januari 2001 sampai dengan Desember 2003.<br />
6<br />
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian<br />
1. Tujuan Penelitian<br />
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah :<br />
a. Mengetahui perhitungan resiko dan tingkat pengembalian Reksa Dana Syariah Berimbang dab Reksa Dana Anggrek.<br />
b. Mengetahui perhitungan resiko dan tingkat pengembalian masing-masing pasar yang menjadi tolak ukur Reksa Dana Syariah Berimbang dan Reksa Dana Anggrek.<br />
c. Mengetahui hasil pengukuran risk adjust performance dengan metode Sharpe, Treynor dan Jensen pada Reksa Dana Syariah Berimbang dan Reksa Dana Anggrek.<br />
2. Manfaat Penelitian<br />
Adapun manfaat yang dapat diharapkan dari hasil penelitian ini adalah dapat dijadikan acuan untuk menilai kinerja suatu Reksa Dana dan memberikan gambaran perbandingan hasil kinerja Reksa Dana Syariah dan Reksa Dana Konvensional.<br />
E. Metodologi Penelitian<br />
1. Lokasi Penelitian<br />
Mengenai lokasi penelitian yang dipergunakan sebagai tempat penulis mengadakan penelitian untuk mendapatkan data dalam penyusunan skripsi ini adalah pada Riset – Biro PIR BAPEPAM, Departemen Keuangan Republik Indonesia lantai 6 yang berlokasi di<br />
7<br />
Gedung Baru Departemen Keuangan RI, jalan Dr. Wahidin Raya Jakarta 10710.<br />
2. Jenis dan Sumber Data<br />
Data utama yang dibutuhkan adalah :<br />
a Nilai Aktiva Bersih (BAB) per unit bulanan.<br />
b Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).<br />
c Jakarta Islamic Indeks (JII).<br />
d Suku bunga rata-rata 3 bulanan Bank Pemerintah.<br />
e Bonus Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI).<br />
3. Teknik Pengumpulan Data<br />
Data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yakni melalui pihak lain. Data sekunder telah dikumpulkan oleh lembaga pengumpul data dan dipublikasikan kepada masyarakat pengguna data. Data sekunder didapat dari :<br />
a Perpustakaan berupa buku-buku teori yang mendukung perhitungan dan penganalisaan.<br />
b Lembaga-lembaga terkait dengan Pasar Modal seperti Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM).<br />
c Artikel, Buletin dan Majalah yang terkait dengan bahasan.<br />
d Webside.<br />
4. Teknik Analisis Data<br />
a. Teknik Analisa Data Kualitatif<br />
8<br />
Menggambarkan atau menjelaskan (deskriptif) kondisi-kondisi keadaan actual dari unit penelitian berupa angka-angka yang diolah dan didukung oleh tabel.<br />
b. Teknik Analisa Data Kuantitatif<br />
Teknik analisis kuantitatif mengunakan cara-cara atau rumus-rumus eksak yang digunakan untuk menentukan kinerja Reksa Dana dengan Metode Sharpe, Treynor dan Jensen. Rumus-rumus yang digunakan antara lain :<br />
1) Menentukan tingkat pengembalian yang diperoleh (realized return), return ekspektasi serta tingkat resiko varience dan standar deviasi Reksa Dana.<br />
a) Return Realisasi Reksa Dana</div>
<span style="color: rgb(255 , 0 , 0); font-size: 130%;"><span style="font-weight: bold;">Free download</span></span> <a href="https://drive.google.com/open?id=1UaJYZYg0eAzP9UkhrCFg1zCNyFvMWLAc" target="_blank"><span style="color: rgb(51 , 51 , 255); font-weight: bold;"><blink>Klik Disini</blink></span></a></div>
Perpustakaan Skripsi Onlinehttp://www.blogger.com/profile/04047511595934242909noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-171429821374358138.post-77290982605940618822010-05-15T22:17:00.006+07:002019-06-22T10:41:42.857+07:00Evaluasi Kerusakan dan Rasio Sisa Kekuatan Struktur Beton Sebagai Dasar Pengambilan Keputusan Untuk Rehabilitasi, Rekonstruksi atau Pembongkaran<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<h2 class="title">
</h2>
<div style="border: 0px solid silver; height: 800px; overflow: auto; width: 590px;">
BAB I<br />
MASALAH PENELITIAN<br />
1. Latar Belakang Masalah<br />
Gempa Yogyakarta 27 Mei 2006 telah berlalu, namun masih dapat diingat dengan bagaimana<br />
struktur bangunan telah mengalami kerusakan akibat gempa tersebut. Tidak hanya sebatas itu<br />
bekas-bekas kerusakannya sampai sekarang masih ada yang dapat dilihat. Menurut laporan dari<br />
Anonim (2006) bangunan non-teknis yang roboh di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)<br />
mencapai lebih dari 88 000 buah sedang kerusakan bangunan teknis mencapai puluhan buah.<br />
Otani (1999) mengatakan bahwa lebih dari 87,6 % korban akibat gempa Kobe 1995 diakibatkan<br />
langsung terkena runtuhan bangunan yang rusak akibat gempa. Sementara itu persoalan yang<br />
sama untuk gempa Yogyakarta 27 Mei 2006 belum diketahui secara pasti.<br />
Mengingat begitu besarnya persentasi korban akibat keruntuhan bangunan akibat gempa maka<br />
sudah selayaknya pembahasan tentang kerusakan bangunan menjadi sesuatu hal yang sangat<br />
penting. Evaluasi terhadap kerusakan bangunan (post earthquake building evaluation) akibat<br />
gempa mempunyai banyak tujuan dan manfaat. Diantara tujuan-tujuan tersebut, tujuan pertama<br />
adalah untuk mengetahui pola-pola kerusakan bangunan yang telah terjadi yang rusak akibat<br />
gempa. Tujuan yang ketiga adalah untuk mengathui level/derajat kerusakan elemen/struktur yang<br />
telah terjadi. Tujuan yang ketiga adalah untuk mengetahui kekurangan atau kelemahan elemen<br />
atau struktur yang telah mengalami kerusakan. Tujuan yang keempat adalah menentukan sikap<br />
terhadap bangunan yang telah mengalami kerusakan (tanpa perbaikan, perbaikan ringan, berat atau<br />
bahkan harus dirobohkan). Tujuan kelima adalah untuk memperkirakan kerugian financial akibat<br />
kerusakan bangunan yang terjadi sekaligus untuk menentukan polis ansuransi, bantuan dan<br />
sebagiainya. Sedangkan manfaatnya adalah untuk menimbulkan atau membangkitkan kesadaran<br />
tentang perlunya perbaikan disegala hal (bahan, konfigurasi bangunan, sistim dan jenis struktur,<br />
metode analisis, disain, uji laboratorium maupun mutu pelaksanaan) agar hal-hal tersebut tidak<br />
terjadi kembali.<br />
Evaluasi terhadap kerusakan bangunan paska bencana alam dapat dilakukan beberapa tahap.<br />
Evaluasi pada tingkat pertama umumnya dilakukan dengan Metode Rapid Vulnerability<br />
Assessment (RVA) yaitu evaluasi secara cepat tentang kerusakan bangunan yang terjadi. Evaluasi<br />
ini dilakukan segera melalui direct field investigation dan pada umumnya meliputi banyak<br />
Copyright © Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat UII Yogyakartarac.uii.ac.id<br />
2<br />
bangunan secara cepat dan bersifat general/umum. Kerusakan bangunan yang ada direkam melalui<br />
beberapa cara yaitu dengan menggunakan check list yang harus diisi berdasarkan visual data.<br />
Cara yang lain untuk memperkuat cara sebelumnya adalah dengan mengambil gambar gambar<br />
bagaian struktur yang rusak melalui foto-foto ataupun rekaman video kamera. Berdasarkan atas<br />
RVA tersebut untuk seterusnya status bangunan dikelompokkan berdasarkan warna-warna.<br />
Bangunan yang hanya mengalami kerusakan sangat ringan dan dapat dipakai setelah gempa terjadi<br />
diberi status warna “Hijau” (green). Bangunan yang mengalami kerusakan sedenikian sehingga<br />
tidak dapat ditempati secara temporer diberi status “Kuning” (yellow). Sedangkan bangunan yang<br />
jelas-jelas tidak dapat digunakan lagi diberikan status “Merah” (red). Untuk bangunan dengan<br />
status “green” dan “red” pada umumnya tidak sangat rumit penentu-annya. Namun demikian<br />
bangunan yang berstatus “kuning” diperlukan suatu evaluasi yang lebih mendalam. Mengingat<br />
RVA hanya didasarkan atas kenanpaan visual, sangat dimungkinkan status bangunan akan<br />
berubah setelah dilakukan evaluasi yang lebih mendalam.<br />
Evaluasi pada tahap berikutnya adalah evaluasi lanjutan atau Specific Vulnerability<br />
Assessment (SVA). Mengingat evaluasi ini sudah agak detail maka evaluasi dilakukan bersifat<br />
individual bangunan (Singh, 2003). Untuk menentukan status bangunan lebih lanjut maka sudah<br />
diperlukan tolok-ukur/indikator-indikator yang sudah pasti yang umumnya sudah ditentukan<br />
didalam Code. Oleh karena itu sudah terdapat teori-teori kwantitatif tentang kerusakan bangunan<br />
atapun dalam bentuk yang lain. Untuk menenetukan keobjektifan level kerusakan yang terjadi<br />
kerusakan bangunan umumnya dikaitkan dengan intensitas gempa yang telah terjadi.<br />
Selanjutnya level terakhir pada proses evaluasi bangunan adalag Advanced/Detailed<br />
Vulnerability Evaluation (DVE). Evaluasi pada tahap ini dilakukan lebih detail lagi dan kaitannya<br />
dengan proses dan metode rekonstruksi/rehabilitasi terhadap bangunan yang akan dilakukan.<br />
Evaluasi ini bersifat komprehensif mulai darai kesatabilan struktur bangunan secara utuh sampai<br />
pada evaluasi kekuatan tiap-tiap elemen baik untuk lentur, geser maupun lekatan (bond stress).<br />
Berdasarkan atas kekautan yang ada dan tuntutan kekuatan yang diperlukan maka metode, jenis<br />
maupun prosedur rekonstruksi/rehabitasi akan dapat ditentukan secara jelas/pasti.<br />
Penelitian atau evaluasi terhadap kerusakan struktur bangunan paska gempa bumi telah<br />
dilakukan oleh banyak peneliti. Dandualaki, Panuotsopoulou dan Iaonides (1998) melakukan<br />
penelitian kerusakan bangunan akibat gempa di Yunani namun baru pada evaluasi kerusakan<br />
bangunan Phase –I. Nakano (2004) secara komprehensif meneliti kerusakan bangunan di Jepang<br />
Copyright © Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat UII Yogyakartarac.uii.ac.id<br />
3<br />
baik pada Phase-I dan Phase-II namun belum diikuti dengan analisis inelastic struktur, Elnashi<br />
dkk (2007), Konagai dkk (2007), Boen (2007) telah melakukan evaluasi kerusakan bangunan<br />
akibat gempa Yogyakarta 27 Mei 2006 namun baru bersifat reconnaissance. Oleh kartena itu<br />
penelitian tentang Evaluasi Kerusakan dan Rasio Sisa Kekuatan Struktur Beton Paska Gempa<br />
Yogyakarta 27 Mei 2006 baik Phase-I, Phase-II dan diteruskan dengan analisis inelastik struktur<br />
bangunan sangat penting untuk dilakukan. Lesson learned yang dapat disimpulkan dari penelitian<br />
ini sangat diperlukan agar kerusakan yang sama tidak terjadi pada gempa yang akan dating. Pada<br />
evaluasi Phase-II terdapat beberapa metode yang dapat dipakai yaitu Rasio Kerusakan ( Damage<br />
Ratio DR) dan Rasio Kekuatan Residu (residual seismic capacity ratio, ) dengan Metode-1 dan<br />
Metode-2.<br />
Penelitian ini sangat menarik untuk dilakukan dengan beberapa alasan. Beberapa alasan<br />
yang dimaksud yaitu: pertama, kejadian kerusakan bangunan akibat gempa seperti itu sangat<br />
jarang terjadi; kedua, penelitian untuk menentukan keputusan apakah suatu bangunan dapat<br />
direhabilitasi, direkonstruksi atau dibongkar merupakan hal baru yang dilakukan di Indonesia<br />
sehingga belum terdapat dokumentasi ilmiah yang memadai dan ketiga, penelitian ini akan menuju<br />
pada penguatan mata kuliah di tingkat Magister yaitu Evaluasi, Rehabilitasi dan Rekonstruksi<br />
untuk mendapatkan khasanah pemahaman yang lebih komprehensif.<br />
1.2 Rumusan Masalah<br />
Berdasarkan atas latar belakang maka beberapa masalah dapat dirumuskan yaitu :<br />
1. Evaluasi kerusakan bangunan paska gempa pada Phase-I adalah mengkombinasikan antara<br />
kerusakan bangunan secara visual dilapangan dengan keterpenuhan syarat-syarat yang harus<br />
dipenuhi didalam Codes (benchmarking). Sejauh mana level-level kerusakan yang telah terjadi<br />
dan faktor-faktor apa yang memicu terjadinya kerusakan serta pelajaran apa yang yang dapat<br />
dipetik (lesson learned) kesemuaannya merupakan masalah pertama yang sangat penting dan<br />
perlu diungkap,<br />
2. Evaluasi bangunan paska gempa bumi pada Phase-II dapat dilakukan melalui kriteria Derajat<br />
Kerusakan (damage degree) maupun Rasio kekuatan Residu (lihat Gambar 1). Hasil evaluasi<br />
kerusakan bangunan di Jepang, keduanya mempunyai hubungan yang terbalik. Oleh karena<br />
itu dimana posisi kerusakan bangunan di Indonesia relatif terhadap bangunan-bangunan di<br />
Jepang dan rekomendasi seperti apa yang dapat diputuskan merupakan persoalan penting<br />
kedua yang ingin dicari,<br />
Copyright © Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat UII Yogyakartarac.uii.ac.id<br />
4<br />
3. Perilaku inelastik bangunan paska gempa sangat penting untuk diketahui. Hal ini terjadi karena<br />
telah terjadi simpangan permanen (rusak) pada elemen-elemen bangunan setelah terjadi<br />
gempa. Keputusan seperti apa apakah bangunan perlu direhabilitasi, direkonstruksi atau harus<br />
dibongkar merupakan persoalan penting ke tiga yang akan dicari/diteliti. Hasil tersebut akan<br />
dipakai sebagai bahan verifikasi terhadap keputusan yang telah diambil oleh pemilik<br />
bangunan.<br />
1.3 Tujuan Penelitian<br />
Seiring dengan rumusan masalah sebagaimana disampaikan sebelumnya maka tujuan<br />
penelitian ini adalah :<br />
1. Untuk mengetahui sejauh mana level-level kerusakan elemen bangunan yang terjadi<br />
berdasarkan standard yang ada, sejauhmana struktur-struktur bangunan tersebut direncanakan<br />
kaitannya dengan pemenuhannya terhadap Codes yang ada dan pelajaran-pelajaran seperti apa<br />
yang dapat dipetik dari penelitian yang akan dilakukan,<br />
2. Untuk mengetahui damage degree struktur bangunan berdasarkan Codes yang dipakai di luar<br />
Indonesia (Jepang), mengetahui posisi nilai damage degree tersebut terhadap hasil penelitian<br />
di Jepang serta untuk mengetahui rekomendasi-rekomendasi seperti apa terhadap struktur<br />
bangunan yang diteliti,<br />
3. Untuk mengetahui respons inelastik dan untuk menentukan keputusan apakah bangunan akan<br />
dipertahankan atau dibongkar pada kasus gempa Yogyakarta, dengan memakai pemodelan dan<br />
ketentuan Japanese Codes. Respons inelastik didasarkan atas sedekat-dekatnya (most suitable)<br />
percepatan tanah yang terjadi akibat gempa Yogyakarta 27 Mei 2006. Selain itu juga untuk<br />
mengetahui benar atau salahnya keputusan yang telah diambil oleh pemilik bangunan<br />
1.4 Manfaat Penelitian<br />
Kegiatan penelitian ini lebih banyak berimplikasi pada lesson learned atas kerusakan<br />
bangunan teknis akibat gempa. Oleh karena itu manfaat atas hasil penelitian ini adalah untuk<br />
bahan pertimbangan atau bahan acuan pada disain bangunan tahan gempa dimasa-masa<br />
mendatang. Dengan memperhatikan hasil penelitian ini maka kerusakan bangunan yang serupa<br />
diharapkan tidak terulang kembali, korban manusia dapat berkurang dan bahkan dapat dihindari,<br />
korban harta benda dapat diminimalisir dan diputuskannya metode yang dapat dipakai untuk<br />
menentukan kekuatan sisa bangunan yang rusak akibat gempa.<br />
Copyright © Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat UII Yogyakartarac.uii.ac.id<br />
5<br />
1.5 Batasan Masalah<br />
Agar lebih terfokus maka penelitian ini mempunyai batasan :<br />
1. Struktur bangunan yang akan diteliti hanya bangunan teknis struktur beton bertulang biasa,<br />
2. Struktur bangunan yang diteliti tidak meliputi semua bangunan teknis tetapi hanya sampling<br />
terhadap bangunan beton bertulang yang mengalami kerusakan serius.<br />
Copyright © Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat UII Yogyakartarac.uii.ac.id<br />
<br /></div>
<span style="color: rgb(255 , 0 , 0); font-size: 130%;"><span style="font-weight: bold;">Free download</span></span> <a href="https://drive.google.com/open?id=1G31ntYQRDSgA-QqPwYXtaOJ5dDPgycdC" target="_blank"><span style="color: rgb(51 , 51 , 255); font-weight: bold;"><blink>Klik Disini</blink></span></a></div>
Perpustakaan Skripsi Onlinehttp://www.blogger.com/profile/04047511595934242909noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-171429821374358138.post-75649053530916024512010-05-15T22:17:00.005+07:002019-06-22T10:40:50.070+07:00Preferensi dan Permintaan Masyarakat terhadap Produk – Produk Bank Syariah ( Studi Kasus : Bank BTN Syariah dan Bank BNI Syariah di Yogyakarta )<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<h2 class="title">
</h2>
<div style="border: 0px solid silver; height: 800px; overflow: auto; width: 590px;">
BAB I<br />
PENDAHULUAN<br />
1.1 Latar Belakang Masalah<br />
Perkembangan perbankan syariah di Yogyakarta merupakan suatu<br />
perwujudan permintaan masyarakat yang membutuhkan suatu sistem perbankan<br />
alternatif yang menyediakan jasa perbankan/keuangan yang sehat dan<br />
memenuhi prinsip–prinsip syariah. Perkembangan sistem keuangan syariah<br />
semakin kuat dengan ditetapkannya dasar – dasar hukum operasional melalui<br />
UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan yang telah dirubah dalam UU No. 10<br />
tahun 1998, UU No. 23 tahun 1999 dan UU No. 9 tahun 2004 tentang Bank<br />
Indonesia.<br />
Sejarah berdirinya perbankan syariah dengan sistem bagi hasil, didasarkan<br />
pada dua alasan utama yaitu : (1) Adanya pandangan bahwa bunga (interes)<br />
pada bank konvensional hukumnya haram karena termasuk dalam kategori riba<br />
yang dilarang oleh agama, bukan saja pada agama Islam tetapi dilarang juga<br />
oleh agama lainnya. (2) Dari aspek ekonomi, penyerahan resiko usaha terhadap<br />
salah satu pihak dinilai melanggar norma keadilan. Dalam jangka panjang<br />
sistem perbankan konvensional akan menyebabkan penumpukkan kekayaan<br />
pada segelintir orang yang memiliki kapital besar (Sjahdeini, S. Remy, 1999).<br />
1<br />
Perbedaan kedua sistem tersebut terletak pada distribusi resiko usaha.<br />
Pada sistem bunga, balas jasa modal ditentukan berdasarkan persentase tertentu<br />
dan resiko sepenuhnya ditanggung oleh salah satu pihak. Untuk hal nasabah<br />
sebagai deposan, resiko sepenuhnya berada pada pihak bank, sebaliknya apabila<br />
nasabah sebagai peminjam, resiko sepenuhnya berada ditangan peminjam.<br />
Sedangkan pada sistem syariah diterapkan sistem bagi hasil dimana jasa atas<br />
modal diperhitungkan berdasarkan keuntungan atau kerugian yang diperoleh<br />
yang didasarkan pada akad. Prinsip utama dari akad adalah keadilan antara<br />
pemberi modal dan pemakai modal. Prinsip ini berlaku baik bagi debitur<br />
maupun kreditur.<br />
Bank syariah merupakan lembaga keuangan yang usaha pokoknya<br />
menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali kepada<br />
masyarakat dalam bentuk kredit serta jasa – jasa lain dalam pembayaran yang<br />
beroperasi berdasarkan prinsip – prinsip syariah (Heri Sudarsono). Dalam<br />
operasinya bank syariah mengikuti ketentuan – ketentuan syariat Islam yang<br />
menyangkut bermuamalat secara Islam dengan cara menghindari praktik–<br />
praktik yang mengandung unsur riba dengan investasi atas dasar bagi hasil dan<br />
pembiayaan perdagangan. Operasi bank syariah sangat sesuai dengan<br />
pengembangan usaha menengah, karena penggunaan perangkat bagi hasil yang<br />
besar kecilnya ditentukan dengan besar kecilnya hasil usaha yang diperoleh.<br />
Sejak diberlakukannya UU No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan dan UU<br />
No. 7 tahun 1992 yang memberikan peluang lebih besar bagi pengembangan<br />
2<br />
bank syariah, maka perkembangan syariah di Indonesia sangat pesat, seperti<br />
terlihat pada tabel berikut ini :</div>
<span style="color: rgb(255 , 0 , 0); font-size: 130%;"><span style="font-weight: bold;">Free download</span></span> <a href="https://drive.google.com/open?id=1vz_zqWo4EhAJDY7ll-3CiQ9TNVSEdb2I" target="_blank"><span style="color: rgb(51 , 51 , 255); font-weight: bold;"><blink>Klik Disini</blink></span></a></div>
Perpustakaan Skripsi Onlinehttp://www.blogger.com/profile/04047511595934242909noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-171429821374358138.post-53740193389206994402010-05-15T22:16:00.002+07:002019-06-22T10:40:01.799+07:00Pola Pendidikan Pesantren<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<h2 class="title">
</h2>
<div style="border: 0px solid silver; height: 800px; overflow: auto; width: 590px;">
<span xmlns=""></span>BAB I<br />
PENDAHULUAN<br />
<br />
A. Latar Belakang Masalah<br />
Pesantren atau pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tradisional tertua di Indonesia. Pesantren adalah lembaga yang bisa dikatakan merupakan wujud proses wajar perkembangan sistem pendidikan nasional. Menurut Nurcholis Madjid, secara histori pesantren tidak hanya identik dengan makna keislaman tetapi juga mengandung makna keaslian (indigenous) Indonesia . Karena, sebelum datangnya Islam ke Indonesia pun lembaga serupa pesantren ini sudah ada di Indonesia dan Islam tinggal meneruskan, melestarikan dan mengislamkannya. Jadi pesantren merupakan hasil penyerapan akulturasi kebudayaan Hindu-Budha dan kebudayaan Islam kemudian menjelma menjadi suatu lembaga yang kita kenal sebagai pesantren sekarang ini.<br />
Akar-akar historis keberadaan pesantren di Indonesia dapat di lacak jauh ke belakang, yaitu pada masa-masa awal datangnya Islam di bumi Nusantara ini dan tidak diragukan lagi pesantren intens terlibat dalam proses islamisasi tersebut. Sementara proses islamisasi itu, pesantren dengan canggihnya telah melakukan akomodasi dan transformasi sosio-kultural terhadap pola kehidupan masyarakat setempat. Oleh karena itu, dalam prespektif historis, lahirnya pesantren bukan sekedar untuk memenuhi kebutuhan akan pentingnya pendidikan, tetapi juga untuk penyiaran agama Islam. Menurut M. Dawam Raharjo, hal itu menjadi identitas pesantren pada awal pertumbuhannya, yaitu sebagai pusat penyebaran agama Islam, disamping sebagai sebuah lembaga pendidikan .<br />
Pesantren merupakan sistem pendidikan tertua khas Indonesia. Ia merupakan sumber inspirasi yang tidak pernah kering bagi para pencita ilmu dan peneliti yang berupaya mengurai anatominya dari berbagai demensi. Dari kawahnya, sebagai obyek studi telah lahir doktor-doktor dari berbagai disiplin ilmu, mulai dari antropologi, sosiologi, pendidikan, politik, agama dan lain sebagainya. Sehingga kita melihat pesantren sebagai sistem pendidikan Islam di negeri ini yang kontribusinya tidak kecil bagi pembangunan manusia seutuhnya.<br />
Pesantren sebagai pranata pendidikan ulama (intelektual) pada umumnya terus menyelenggarakan misinya agar umat menjadi tafaqquh fiddin dan memotifasi kader ulama dalam misi dan fungsinya debagai warasat al anbiya. Hal ini terus di pertahankan agar pesantren tidak tercerabut dari akar utamanya yang telah melembaga selama ratusan tahun. Bahwa kemudian muncul tuntutan modernisasi pesantren, sebagai dampak dari modernisasi pendidikan pada umumnya, tentu hal itu merupakan suatu yang wajar sepanjang menyangkut aspek teknis operasional penyelenggaraan pendidikan. Jadi, modernisasi tidak kemudian membuat pesantren terbawa arus sekularisasi karena ternyata pendidikan sekuler yang sekarang ini menjadi tren, dengan balutan pendidikan moderen, tidak mampu menciptakan generasi mandiri. Sebaliknya, pesantren yang dikenal dengan tradisionalnya justru dapat mencetak lulusan yang berkepribadian dan mempunyai kemandirian. Pondok pesantren yang tersebar di pelosok-pelosok kepulauan nusantara, turut pula menyumbangkan darma bakti dalam usaha mulia “character building” bangsa Indonesia.<br />
Adapun pada hari-hari kemarin banyak opini negatip terhadap eksistensi pesantren, bahwa pesantren dinilai tidak responsip terhadap perkembangan zaman, sulit menerima perubahan (pembaharuan), dengan tetap mempertahankan pola pendidikannya yang tradisional (salafiyah) pesantren menjadi semacam institusi yang cenderung ekslusif dan isolatif dari kehidupan sosial umumnya. Bahkan lebih sinis lagi ada yang beranggapan pendidikan pesantren tergantung selera kyai. Masih banyak orang yang memandang sebelah mata terhadap pesantren. Hal ini muncul karena memang banyak orang tidak mengenal dan tidak mengerti tentang pondok pesantren, sehingga mereka mempunyai penilaian yang salah terhadapnya.<br />
<br /></div>
<span style="color: rgb(255 , 0 , 0); font-size: 130%;"><span style="font-weight: bold;">Free download</span></span> <a href="https://drive.google.com/open?id=1EyOncjDroLofxFD0ywXAE6jW2UneDfQx" target="_blank"><span style="color: rgb(51 , 51 , 255); font-weight: bold;"><blink>Klik Disini</blink></span></a></div>
Perpustakaan Skripsi Onlinehttp://www.blogger.com/profile/04047511595934242909noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-171429821374358138.post-1133642494866893942010-05-15T22:15:00.002+07:002019-06-22T10:39:27.549+07:00Studi Tentang Penanaman Modal Asing Di Indonesia periode 1985-2005<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<h2 class="title">
</h2>
<div style="border: 0px solid silver; height: 800px; overflow: auto; width: 590px;">
BAB I<br />
PENDAHULUAN<br />
1.1 Latar Belakang Masalah<br />
Investasi, dalam konotasi ekonomi makro, sangat di butuhkan untuk<br />
meningkatkan pendapatan nasional. Jika investasi bertambah, sesuai dengan<br />
mekanisme multiplier effect, maka akibatnya pendapatan nasional akan<br />
bertambah. Dengan bertambahnya investasi, maka produsen akan meningkatkan<br />
jumlah kesempatan kerja sehingga jumlah barang dan jasa yang dihasilkan akan<br />
bertambah pula. Pada gilirannya, masyarakat bisa mengkonsumsi barang dan jasa<br />
dalam jumlah lebih banyak. Hal tersebut berarti bahwa tingkat kesejahteraan dan<br />
kemakmuran masyarakat menjadi lebih baik.<br />
Investasi merupakan unsur GDP yang paling sering berubah ketika<br />
pengeluaran atas barang dan jasa turun selama resesi, sebagian besar penurunan<br />
itu berkaitan dengan anjloknya pengeluaran investasi. (N. G. Mankiw, 1999 :<br />
425). Selain itu juga, investasi merupakan langkah awal kegiatan pembangunan<br />
ekonomi. Investasi mempengaruhi tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi dan<br />
juga mencerminkan marak lesunya pembangunan-pembangunan ekonomi tidak<br />
akan lepas dari kegiatan investasi, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah<br />
(BUMN),<br />
2<br />
Koperasi maupun swasta yang akan memberikan berbagai keuntungan,<br />
seperti menciptakan lapangan kerja, pemanfaatan sumber daya ekonomi<br />
seoptimal mungkin serta peningkatan mutu sumber daya manusia, dan lain-lain.<br />
Perekonomian suatu negara tidak terlepas dari variabel mikro maupun makro.<br />
Dari sudut pandang variabel makro, variabel tersebut antara lain :<br />
1. Masalah kesempatan kerja.<br />
2. Pertumbuhan ekonomi.<br />
3. Keseimbangan neraca pembayaran.<br />
4. Kestabilan ekonomi.<br />
Tidak dapat dipungkiri, bahwa variabel makro tersebut, sangat berpengaruh<br />
terhadap kegiatan investasi, baik yang berasal dari Penanaman Modal Dalam<br />
Negeri ( PMDN ), maupun yang berasal dari Penanaman Modal Asing ( PMA ).<br />
Hal ini merupakan suatu yang logis, karena berdasarkan sudut pandang investor,<br />
mereka hanya melakukan investasi yang akan memberikan probabilitas<br />
keuntungan yang paling optimal.<br />
Pada kasus PMA, apabila kinerja dari variabel makro suatu negara tidak<br />
sesuai yang diharapkan, maka investor akan mengalihkan dana investasinya ke<br />
negara lain yang kinerja variabel makronya lebih baik. Penanaman modal<br />
merupakan langkah awal kegiatan produksi. Dengan posisi semacam itu,<br />
investasi pada hakekatnya juga merupakan langkah awal kegiatan pembangunan<br />
ekonomi. Dinamika penanaman modal mempengaruhi tinggi rendahnya<br />
pertumbuhan ekonomi dan mencerminkan marak lesunya pembangunan.<br />
3<br />
Dalam upaya menumbuhkan perekonomian, setiap negara senantiasa<br />
berusaha menciptakan iklim yang dapat menggairahkan investasi. sasaran yang<br />
dituju bukan hanya masyarakat atau kalangan swasta dalam negeri, tapi juga<br />
investor asing. ( Dumairy, 1997 ). Di Indonesia, iklim penanaman modal tidak<br />
henti-hentinya dilakukan perbaikkan oleh pemerintah. Di antara perbaikkan<br />
tersebut pemerintah merupakan berbagai paket kebijaksanaan, antara lain<br />
dilakukan penyederhanaan mekanisme perijinan, perlunakan syarat-syarat<br />
investasi serta memotivasi investasi dalam sektor-sektor tertentu dan daerahdaerah<br />
tertentu.<br />
Investasi sangat penting perannya dalam pertumbuhan dan perkembangan<br />
perekonomian Indonesia. Investasi swasta sangat berperan dalam distribusi<br />
tenaga kerja, distribusi pendapatan, pertumbuhan dan kualitas penduduk serta<br />
kemajuan teknologi. Perkembangan kinerja investasi swasta di Indonesia masih<br />
belum seperti yang diharapkan, kontribusi investasi terus mengalami penurunan.<br />
Salah satu faktor yang mempengaruhi investasi yaitu ketidakpastian hukum<br />
dalam negara. Hal tersebut tercermin pada indikator risk Indonesia yang<br />
meskipun telah membaik namun secara umum belum kembali ke posisi sebelum<br />
krisis ekonomi terjadi. Hal ini dapat terlihat pada tabel Penanaman Modal Asing<br />
(PMA) Indonesia dari tahun 2000 – 2004 sebagai berikut:<br />
<br /></div>
<span style="color: rgb(255 , 0 , 0); font-size: 130%;"><span style="font-weight: bold;">Free download</span></span> <a href="https://drive.google.com/open?id=1BXe3e3puKLYBdQj1ao83SWkKUaEcQg_5" target="_blank"><span style="color: rgb(51 , 51 , 255); font-weight: bold;"><blink>Klik Disini</blink></span></a></div>
Perpustakaan Skripsi Onlinehttp://www.blogger.com/profile/04047511595934242909noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-171429821374358138.post-89272328787488085562010-05-15T22:14:00.001+07:002019-06-22T10:38:48.570+07:00Perjanjian Pemborongan Proyek<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<h2 class="title">
</h2>
<div style="border: 0px solid silver; height: 800px; overflow: auto; width: 590px;">
<span xmlns=""></span>BAB I<br />
PENDAHULUAN<br />
<br />
A. Latar Belakang Masalah<br />
Pembangunan bangsa Indonesia dalam era globalisasi dilaksanakan secara terpadu dan terencana di segala sektor kehidupan. Pembangunan nasional yang dilaksanakan saat ini adalah pembangunan berkesinambungan secara bertahap guna meneruskan cita-cita bangsa Indonesia untuk mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam rangka mencapai tujuan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.<br />
Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahtraan rakyat. Oleh karena itu, hasil-hasil pembangunan harus dapat dinikmati seluruh rakyat sebagai peningkatan kesejahteraan lahir dan batin secara adil dan merata. Sebaliknya, berhasilnya pembangunan tergantung partisipasi rakyat yang berarti pembangunan harus dilaksanakan secara merata oleh segenap lapisan masyarakat.<br />
Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, maka pembangunan nasional dilakukan secara berencana, menyeluruh terpadu, terarah, bertahap dan berlanjut untuk memacu peningkatan kemampuan nasional dalam rangka mewujudkan kehidupan yang sejajar dan sederajat dengan bangsa lain yang lebih maju. Pembangunan nasional Indonesia dilakukan bersama oleh masyarakat dan pemerintah. Masyarakat adalah pelaku utama dalam pembangunan dan pemerintah berkewajiban untuk mengerahkan, membimbing serta menciptakan suasana yang menunjang.<br />
Bentuk nyata dari pembangunan yang telah dilakukan oleh pemerintah seperti pembangunan infrastruktur berupa pembangunan gedung-gedung perkantoran maupun sekolahan, pembangunan jalan raya hingga pembangunan sektor pertanian berupa waduk dan saluran irigasinya.<br />
Pelaksanaan dari pembangunan tersebut disamping dilaksanakan oleh pemerintah tetapi juga melibatkan masyarakat dalam hal ini pihak swasta atau pengusaha dan kontraktor atau pemborong. Hubungan kerjasama dalam melaksanakan pembangunan tersebut lazim dilakukan dalam bentuk pemborongan, karena dengan menggunakan sistem pemborongan ini dirasakan akan lebih efektif dan efisien untuk mempercepat dalam mengadakan bangunan yang diperlukan.<br />
Kerjasama antara pemerintah dengan pihak kontraktor atau pemborong dalam pengadaan bangunan, diperlukan adanya perjanjian pemborongan dimana pihak pemerintah bertindak selaku pihak yang memborongkan, sedangkan pihak kontraktor atau pemborong sebagai pihak pelaksana pemborongan. Perjanjian pemborongan lazim dibuat dalam bentuk tertulis yang dituangkan dalam bentuk formulir-formulir tertentu khususnya untuk proyek pemerintah yang disebut dengan perjanjian standard yaitu pelaksanaan perjanjian yang mendasarkan pada berlakunya peraturan standard yang menyangkut segi yuridis dan segi tekhnisnya yang ditunjuk dalam rumusan kontrak. Jadi, pelaksanaan perjanjian pemborongan selain mengindahkan pada ketentuan-ketentuan dalam KUHPerdata juga pada ketentuan-ketentuan dalam perjanjian standard (AV tahun 1941) yang menyangkut segi yuridis dan segi tehknisnya yang ditunjuk dalam rumusan kontrak. Meriam Budiarjo mengatakan bahwa dalam perjanjian pemborongan yang dilakukan dengan pemerintah, pemerintah dapat mengadakan perjanjian yang mempunyai sifat yang diwarnai oleh hukum publik. Perjanjian berorientasi pada kepentingan umum yang bersifat memaksa. Di dalam kontrak tersebut tidak ada kebebasan berkontrak dari masing-masing pihak. Karena syarat-syarat yang terdapat dalam perjanjian telah ditentukan oleh pemrintah berdasarkan syarat-syarat umum dari perjanjian pemborongan bangunan, karena hal tersebut menyangkut keuangan negara dalam jumlah besar dan untuk melindungi keselamatan umum.<br />
Seperti telah dikatakan diatas bahwa dalam perjanjian pemborongan dalam tulisan ini salah satu pihak adalah pemerintah sebagai pihak yang memberikan pekerjaan atau pihak yang memborongkan sedangkan pihak lainnya adalah pemborong atau kontraktor dalam hal ini adalah pihak swasta. Pengertian perjanjian pemborongan pekerjaan terdapat dalam Pasal 1601b KUH Perdata yang berbunyi :<br />
Perjanjian pemborongan kerja ialah suatu persetujuan bahwa pihak kesatu, yaitu pemborong, mengikatkan diri untuk menyelesaikan suatu pekerjaan bagi pihak lain, yaitu pemberi tugas, dengan harga yang telah ditentukan.<br />
<br />
Perjanjian pemborongan selain diatur dalam KUHPerdata, juga diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan barang / jasa pemerintah. Prof Subekti mengatakan bahwa pihak yang satu menghendaki hasil dari suatu pekerjaan yang disanggupi oleh pihak yang lainnya untuk diserahkan dalam jangka waktu yang telah ditentukan, dengan menerima suatu jumlah uang dari hasil pekerjaannya tersebut.<br />
Didalam perjanjian ini juga terdapat kemungkinan adanya wanprestasi karena kelalaian atau kegagalan pengusaha atau pemborong dalam melaksanakan kewajiban atau kontrak perjanjian pemborongan yang merupakan hambatan terhadap waktu penyelesaian dan timbulnya kerugian. Atau terjadinya overmacht atau force majeur yaitu seuatu keadaan memaksa diluar kekuasaan manusia, yang mengakibatkan salah satu pihak dalam perjanjian tersebut tidak dapat memenuhi prestasinya seperti adanya banjir dan tanah longsor. Dalam keadaan yang demikian permasalahan yang akan timbul adalah masalah resiko. Resiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi keadaan memaksa.<br />
Kabupaten Brebes merupakan salah satu daerah yang rawan dengan adanya banjir dan tanah longsor. Sehingga banyak pekerjaan pembangunan terutama pembangunan jalan yang baru saja dibangun bahkan belum selesai pengkerjaannya hancur karena banjir dan tanah longsor. Seperti terlihat dalam kasus perjanjian pekerjaan peningkatan jalan Jemasih-Sindangwangi tahap III Kecamatan Bantarkawung antara Pemerintah Kabupaten Brebes dengan CV. Aji Pamungkas. Dimana Pemerintah Kabupaten Brebes sebagai pihak pemberi kerja dan CV. Aji Pamungkas sebagai pemborong. Dalam pelaksanaan perjanjian pekerjaan tersebut yang karena pengkerjaan dilakukan pada fase musim penghujan sehingga banyak terjadi tanah longsor dan pelaksanaan perjanjian tersebut menjadi terlambat dan terhambat.<br />
Dari uraian diatas kami tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul ”Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan Proyek Peningkatan Jalan Jemasih-Sindangwangi tahap III Kecamatan Bantarkawung Kabupaten Brebes”.<br />
<br />
B. Rumusan Masalah<br />
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut di atas, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut :<br />
1. Bagaimanakah pelaksanaan perjanjian pekerjaan peningkatan jalan Jemasih-Sindangwangi tahap III Kecamatan Bantarkawung antara Pemerintah Kabupaten Brebes dengan CV. Aji Pamungkas?<br />
2. Bagaimanakah upaya yang dilakukan oleh para pihak dengan adanya keterlambatan didalam penyelesaian pekerjaan?<br />
<br />
C. Tujuan Penelitian<br />
Penelitian ini bertujuan untuk<br />
1. mengetahui pelaksanaan perjanjian pekerjaan peningkatan jalan Jemasih-Sindangwangi tahap III Kecamatan Bantarkawung antara Pemerintah Kabupaten Brebes dengan CV. Aji Pamungkas.<br />
2. mengetahui upaya yang dilakukan oleh para pihak dengan adanya keterlambatan didalam penyelesaian pekerjaan.<br />
<br />
D.Tinjauan Pustaka<br />
1. Perjanjian Pada Umumnya<br />
Perikatan diatur dalam KUHPerdata buku III, pengertian perikatan adalah suatu hubungan hukum mengenai kekayaan harta benda antara dua pihak atau lebih, yang memberikan hak kepada satu pihak untuk menuntut prestasi dari yang lainnya, sedangkan pihak yang lainnya diwajibkan memenuhi tuntutan itu. Dan ada pula sarjana yang mengartikan perikatan seperti yang dimaksud dalam buku III KUHPerdata sebagai hubungan hukum dalam lapangan hukum kekayaan, di mana di satu pihak ada hak dan di lain pihak ada kewajiban. Sedangkan menurut Prof. Dr. Mariam Darus Badrulzaman, SH perikatan adalah hubungan yang terjadi diantara dua orang atau lebih, yang terletak dalam harta kekayaan, dengan pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak yang lain wajib memenuhi prestasi tersebut. Di dalam perikatan terdapat dua pihak, pertama pihak yang berhak atas prestasi dan kedua berkewajiban memberikan prestasi.<br />
Perikatan sendiri dapat terjadi karena dua hal yaitu:<br />
a. Perjanjian<br />
b. Undang-undang.<br />
KUHPerdata buku III tentang perikatan terdapat di dalamnya bab kedua tentang perikatan-perikatan yang dilahirkan dari perjanjian atau kontrak, Prof. Subekti membedakan perikatan dan perjanjian sebagai berikut :<br />
Perikatan adalah suatu peristiwa abstrak, sedangkan suatu perjanjian adalah suatu peristiwa hukum yang kongkrit. Sedangkan menurut Pasal 1313 KUHPerdata perjanjian atau kontrak adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.<br />
Menurut R. Setiawan rumusan tersebut selain tidak lengkap juga sangat luas. Tidak lengkap karena hanya menyebutkan persetujuan sepihak saja. Sangat luas karena dengan dipergunakannya perkataan perbuatan tercakup juga perwakilan sukarela dan perbuatan melawan hukum, sehubungan dengan itu perlu kiranya diadakan perbaikan mengenai definisi tersebut:<br />
Perbuatan harus diartikan sebagai perbuatan hukum yaitu perbuatan yang bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum, menambahkan perkataan atau saling mengikatkan dirinya dalam Pasal 1313 KUHPerdata, sehingga rumusannya menjadi : persetujuan adalah suatu perbuatan hukum di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.<br />
<br />
Perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Sedangkan J. Satrio memberikan definisi perjanjian menimbulkan dan berisi ketentuan-ketentuan hak dan kewajiban antara dua pihak atau dengan perkataan lain, perjanjian berisi perikatan.<br />
Untuk adanya suatu perjanjian harus ada dua pihak yang saling berhadap-hadapan dan sama-sama melakukan tindakan hukum. Itulah sebabnya bahwa perjanjian merupakan tindakan hukum dua pihak. Tindakan hukum dua pihak tidak lain merupakan perjanjian. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua pihak yang membuatnya. Suatu perjanjian dinamakan persetujuan karena dua pihak itu setuju untuk melakukan sesuatu dapat dikatakan bahwa perjanjian dan persetujuan itu adalah sama. Dalam bentuknya perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Perjanjian itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan, pengertian kontrak lebih sempit karena ditujukan kepada perjanjian atau persetujuan yang tertulis.<br />
Dengan diadakannya perikatan atau kontrak atau perjanjian atau hubungan hukum antara dua pihak atau lebih yang menuntut adanya sebuah prestasi dari salah satu pihak. Prestasi memiliki arti luas yang tidak hanya berupa uang, tetapi apa saja yang tidak dilarang oleh hukum. Jadi, bisa berupa penyerahan barang yang tidak berupa uang, kewajiban melakukan sesuatu, atau tidak melakukan sesuatu. Namun karena di dalam perikatan terdapat dalam lapangan hukum kekayaan, maka banyak sarjana yang mengartikan prestasi dalam bentuk yang dapat dinilai dengan uang, perikatan akan menimbulkan hak dan kewajiban dari sana mempunyai nilai uang atau paling tidak pada akhirnya dapat dijabarkan dalam sejumlah uang tertentu.<br />
Berdasarkan pengertian di atas dapat terjadi dalam suatu hubungan hukum perikatan pada suatu waktu, suatu pihak dapat menjadi pihak yang berhak. Namun di lain waktu, dapat menjadi pihak yang berkewajiban. Menurut Abdul Kadir Muhammad, perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan. Di dalam perjanjian ada syarat-syarat sahnya suatu perjanjian seperti yang diatur di dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Ada empat syarat untuk sahnya suatu perjanjian yaitu:<br />
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;<br />
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;<br />
3. Suatu hal tertentu;<br />
4. Suatu sebab yang halal.<br />
Dua syarat yang pertama dinamakan syarat-syarat subyektif, karena mengenai orang-orang atau subyeknya yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat-syarat obyektif karena mengenai perjanjiannya sendiri oleh obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu. Dalam hal ini harus dibedakan antara syarat subyektif dengan syarat obyektif. Dalam hal syarat obyektif, kalau syarat itu tidak terpenuhi, perjanjian itu batal demi hukum. Artinya dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. Tujuan para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut untuk melahirkan suatu perikatan hukum adalah gagal. Dengan demikian, maka tiada dasar untuk saling menuntut di depan hakim. Dalam bahasa Inggris dikatakan bahwa perjanjian yang demikian itu null and void.<br />
Pada hal suatu syarat subyektif, jika syarat itu tidak terpenuhi, perjanjian bukan batal demi hukum, tetapi salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta supaya perjanjian itu dibatalkan. Pihak yang dapat meminta pembatalan itu adalah pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya (perizinannya) tidak bebas, jadi perjanjian yang telah dibuat itu mengikat juga, selama tidak dibatalkan (oleh hakim) atas permintaan pihak yang meminta pembatalan tadi. Dengan demikian, nasib sesuatu perjanjian seperti itu tidaklah pasti dan tergantung pada kesediaan suatu pihak untuk mentaatinya.<br />
2. Perjanjian Pekerjaan<br />
Seperti yang telah dikemukakan diatas bahwa perjanjian pekerjaan atau perjanjian pemborongan diatur dalam Buku III KUH Perdata Pasal 1601b. Dengan adanya perjanjian pemborongan selalu ada pihak-pihak yang terkait dalam perjanjian pemborongan, tetapi ada pihak-pihak lain yang secara tidak langsung terkait dengan adanya perjanjian pemborongan. Baik pihak yang terkait dalam perjanjian pemborongan dan pihak lain yang secara tidak langsung terkait dengan adanya perjanjian pemborongan disebut peserta dalam perjanjian pemborongan. Adapun peserta dalam perjanjiannya yaitu :<br />
a. prinsipal (pimpinan proyek / pemberi tugas)<br />
b. pemborong (rekanan / kontraktor)<br />
c. perencana (arsitek)<br />
d. pengawas (direksi)<br />
Subekti membedakan perjanjian pemborongan dalam dua macam, yaitu pertama perjanjian pekerjaan dimana pihak pemborong diwajibkan memberikan bahannya untuk pekerjaan tersebut kedua perjanjian pekerjaan dimana si pemborong hanya akan melakukan pekerjaan saja.<br />
Satu dan lain memiliki konsekuensi yang berbeda dalam hal perjanjian pekerjaan dimana si pemborong hanya akan melakukan pekerjaan saja jika pekerjaan musnah sebelum pekerjaan itu diserahkan ia bertanggungjawab dan tidak dapat menuntut harga yang diperjanjiakan kecuali apabila musnahnya barang itu karena suatu cacat yang terdapat dalam bahan yang disediakan oleh pemberi tugas, yang bertanggung jawab adalah pemberi tugas. Dalam hal perjanjian pekerjaan dimana pihak pemborong diwajibkan memberikan bahannya untuk pekerjaan dengan cara bagaimanapun pekerjaan musnah sebelum diserahkan kepada pihak yang memberikan pekerjaan maka segala kerugian yang ditimbulkan atas tanggung jawab dari pihak penerima pekerjaan atau pemborong kecuali dapat dibuktikan bahwa pihak yang memberikan pekerjaan telah lalai menerima hasil pekerjaan itu.<br />
3. Wanprestasi<br />
Perjanjian dibuat agar apa yang diperjanjikan tersebut dipenuhi prestasinya. Dalam perjanjian terdapat obyek perjanjian atau yang diperjanjiakan sesuai dengan ketentuan 1320 KUHPerdata. Obyek tersebut berupa prestasi yaitu barang atau sesuatu yang harus dituntut. Prestasi dari seorang debitur diharapkan akan dapat terpenuhi tetapi adakalanya prestasi itu tidak dapat terpenuhi. Maka dalam hal demikian debitur telah lalai atau melakukan wanprestasi.<br />
Wanprestasi atau yang kadang disebut dengan cidera janji adalah kebalikan dari pengertian prestasi, dalam bahasa inggris sering disebut dengan istilah default atau nonfulfillment atau breach of contract yang dimaksudkan adalah tidak dilaksanakannya suatu prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang telah disepakati bersama, seperti yang tersebut dalam kontrak bersangkutan.<br />
Konsekwensi dari yuridis dari tindakan wanprestasi adalah timbulnya hak dari pihak yang dirugikan dalam kontrak tersebut untuk menuntut ganti kerugian dari pihak yang telah merugikannya, yaitu pihak yang telah melakukan wanprestasi. Para sarjana mendefinisikan ingkar janji ke dalam pengertian wanprestasi. Atau ingkar janji menjadi tiga bentuk, yaitu:<br />
1. Tidak memenuhi prestasi sama sekali.<br />
2. Terlambat memenuhi prestasi.<br />
3. Memenuhi prestasi secara tidak baik, sedangkan prestasi itu sendiri merupakan objek perikatan berupa memberikan sesuatu, berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu.<br />
<br />
<br />
<br />
E. Metode Penelitian<br />
1. Objek Penelitian<br />
Sebagai objek penelitian adalah perjanjian pekerjaan peningkatan jalan Jemasih-Sindangwangi tahap III Kecamatan Bantarkawung antara Pemerintah Kabupaten Brebes dengan CV. Aji Pamungkas<br />
2. Subjek Penelitian<br />
Yang menjadi subjek penelitian dalam penelitian ini adalah :<br />
a. Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Brebes<br />
b. Direktur CV. Aji Pamungkas<br />
3. Sumber Data<br />
a. Data Primer<br />
Yaitu berupa keterangan atau informasi yang diperoleh langsung dari subjek penelitian.<br />
b. Data Sekunder<br />
Yaitu data yang diperoleh dari bahan-bahan tertulis, yang terdiri dari :<br />
1) Bahan hukum primer, yaitu berupa peraturan perundang-undangan.<br />
2) Bahan hukum sekunder, yaitu berupa buku-buku literatur, jurnal, artikel yang berkaitan dengan obyek penelitian.<br />
3) Bahan hukum tersier, yaitu berupa kamus dan ensiklopedi.<br />
4. Teknik Pengumpulan Data<br />
a. Wawancara<br />
Untuk pengumpulan data digunakan metode wawancara, yaitu mengumpulkan data dengan mengadakan tanya jawab langsung dengan responden. Pedoman wawancara ini dipakai pada saat melakukan pengumpulan data berupa daftar pertanyaan yang masih bersifat terbuka dan hanya meliputi garis besar pertanyaan, sehingga terbuka kemungkinan untuk mengembangkan lebih lanjut.<br />
b. Studi Kepustakaan<br />
Yaitu dengan mempelajari buku-buku dan literatur yang berkaitan dengan materi yang diteliti.<br />
5. Metode Pendekatan<br />
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan secara yuridis normatif, yaitu data dan fakta yang diteliti, dikaji dan dikembangkan berdasarkan pada hukum.<br />
6. Analisis Data<br />
Data-data yang diperoleh baik dari studi kepustakaan maupun penelitian lapangan akan dianalisa dengan metode deskriptif kualitatif, yaitu dengan menguraikan data-data yang diperoleh dihubungkan dengan masalah yang diteliti, menganalisa dan menggambarkan kenyataan-kenyataan yang terjadi dalam objek penelitian sehingga akan diperoleh kesimpulan dan pemecahan dari permasalahan tersebut.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
F. Sistematika Penulisan<br />
BAB I PENDAHULUAN<br />
Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang permasalahan, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, dan metode penelitian yang digunakan<br />
BAB II TINJAUAN UMUM<br />
Dalam bab ini akan diuraikan tentang pengertian-pengertian seputar perjanjian pada umumnya dan kemudian dilanjutkan dengan pembahasan mengenai perjanjian pekerjaan yang membahas pengertian perjanjian pekerjaan, sifat dan bentuknya, Isi perjanjian hingga masalah yangterkait dengan adanya keadaan memaksa.<br />
BAB III PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN<br />
Dalam bab ini akan diuraikan tentang hasil dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti terkait dengan jawaban atas rumusan maslah yang ada yaitu pelaksanaan perjanjian pekerjaan peningkatan jalan Jemasih-Sindang wangi tahap III Kecamatan Bantarkawung antara Pemerintah Kabupaten Brebes dengan CV. Aji Pamungkas dan Upaya hukum apakah yang dilakukan oleh pemberi kerja dengan adanya keterlambatan yang dilakukan oleh pemborong didalam penyelesaian pekerjaan<br />
<br />
<br />
BAB IV PENUTUP<br />
Dalam bab ini penulis akan menyimpulkan dari penelitian yang dilakukan kemudian akan memberikan saran.<br />
<br />
<br /></div>
<span style="color: rgb(255 , 0 , 0); font-size: 130%;"><span style="font-weight: bold;">Free download</span></span> <a href="https://drive.google.com/open?id=1YbSJ2f2UXb894FaCo3Ob2CNvIWw6vCo5" target="_blank"><span style="color: rgb(51 , 51 , 255); font-weight: bold;"><blink>Klik Disini</blink></span></a></div>
Perpustakaan Skripsi Onlinehttp://www.blogger.com/profile/04047511595934242909noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-171429821374358138.post-48069230318867060202010-05-15T22:13:00.001+07:002019-06-22T10:37:48.648+07:00ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT-DAERAH DAN PINJAMAN DAERAH DI KABUPATEN DAN KOTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 1994/1995-2003<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<h2 class="title">
</h2>
<div style="border: 0px solid silver; height: 800px; overflow: auto; width: 590px;">
BAB I<br />
PENDAHULUAN<br />
I.A. Latar Belakang Masalah.<br />
Salah satu asas pembangunan daerah adalah desentralisasi, menurut Ketentuan Umum UU No. 32 Th. 2004 tentang Pemerintah Daerah, Desentralisasi yaitu penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perwujudan dari asas desentralisasi adalah berlakunya otonomi daerah.<br />
Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberi kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan diluar yang menjadi urusan pemerintah pusat. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat..Sejalan dengan prinsip tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung jawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kakhasan daerah. Dengan demikian isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya, adapun yang dimaksud<br />
2<br />
dengan otonomi yang bertanggung jawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional (Penjelasan UU No. 32 Th. 2004 Tentang Pemerintahan Daerah: 167).<br />
Untuk menyelenggarakan otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab, diperlukan kewenangan dan kemampuan menggali sumber keuangan sendiri yang didukung oleh perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, serta antara propinsi dan kabupaten/kota yang merupakan prasyarat dalam sistem pemerintah daerah (Bratakusumah dan Solihin, 2001: 169).<br />
Fenomena yang muncul pada pelaksanaan otonomi daerah dari hubungan antara sistem pemerintah daerah dengan pembangunan adalah ketergantungan pemerintah daerah yang tinggi terhadap pemerintah pusat. Ketergantungan ini terlihat jelas dari aspek keuangan: Pemerintah daerah kehilangan keleluasaan bertindak untuk mengambil keputusan-keputusan yang penting, dan adanya campur tangan pemerintah pusat yang tinggi terhadap Pemerintah daerah. Pembangunan daerah terutama fisik memang cukup pesat, tetapi tingkat ketergantungan fiskal antara daerah terhadap pusat sebagai akibat dari pembangunan juga semakin besar. Ketergantungan terlihat dari relatif rendahnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan dominannya transfer dari pusat. Adalah ironis, Kendati pelaksanaan otonomi menitik beratkan pada<br />
3<br />
kabupaten/kota sebagai ujung tombak, namun justru kabupaten/kota-lah yang mengalami tingkat ketergantungan yang lebih tinggi dibanding propinsi (Mudrajad Kuncoro, 2004: 18).<br />
Setidaknya ada empat penyebab utama tingginya ketergantungan terhadap transfer dari pusat (Mudrajad Kuncoro, 2004: 13), yaitu:<br />
1. Kurang berperannya perusahaan daerah sebagai sumber pendapatan daerah.<br />
2. Tingginya derajat sentralisasi dalam bidang perpajakan.<br />
3. Kendati pajak daerah cukup beragam, ternyata hanya hanya sedikit yang bisa diandalkan sebagai sumber penerimaan.<br />
4. Ada yang khawatir bila daerah mempunyai sumber keuangan yang tinggi akan mendorong terjadinya disintegrasi dan separatisme.<br />
Oleh karena itu, alternatif solusi yang ditawarkan adalah (Mudrajad Kuncoro, 2004: 15):<br />
1. Meningkatkan peran BUMD.<br />
2. Meningkatkan penerimaan daerah.<br />
3. Meningkatkan pinjaman daerah.<br />
Dari alternatif-alternatif tersebut, pinjaman daerah merupakan sumber penerimaan yang mempunyai karakteristik berbeda, namun penggunaan pinjaman sebagai alternatif untuk mengurangi ketergantungan fiskal dapat dipertanggungjawabkan sepanjang memenuhi berbagai persyaratan seperti adanya kemampuan membayar kembali serta pemanfaatan yang berguna bagi<br />
4<br />
pelayanan masyarakat atau pembangunan daerah. Dalam penjelasan umum yang tertuang dalam peraturan pemerintah nomor 107 tahun 2000, ditegaskan bahwa: dalam rangka peningkatan kemampuan keuangan daerah, pemerintah pusat memberikan peluang kepada daerah untuk melakukan pinjaman. Namun demikian, pinjaman daerah sebagai salah satu sumber penerimaan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, harus dicatat dan dikelola dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD) (Yook Tri Handoko, 2003: 3).<br />
Dalam masalah keuangan daerah, perimbangan pembiayaan pemerintah pusat dan daerah dengan pendapatan yang secara leluasa digali sendiri untuk mencukupi kebutuhan sendiri masih mempunyai kelemahan sehingga keterbatasan dalam potensi penerimaan daerah tersebut bisa menjadikan ketergantungan terhadap transfer pusat. Pemerintah Daerah selama ini memiliki keterbatasan pembiayaan dari potensi sendiri (PAD). Selama ini komponen pembiayaan terbesar berasal dari dana transfer dari pusat yaitu Dana Alokasi Umum dan hanya sebagian kecil dari PAD, potensi pembiayaan lain yang belum dikelola yaitu dari pinjaman daerah (Rokhedi P. Santoso, 2003: 148).<br />
Pinjaman daerah sebagai alternatif pembiayaan pembangunan memiliki keuntungan, antara lain dapat mengatasi keterbatasan kemampuan riil atau nyata pada saat ini dari suatu daerah yang sebenarnya potensial dan memiliki kapasitas fiskal yang memadai. Dengan pinjaman dapat mendorong percepatan proses pelayanan masyarakat dan pembangunan daerah-daerah yang dimaksud. Jenis pinjaman ini merupakan pinjaman jangka panjang. Pinjaman jangka<br />
5<br />
menengah dipergunakan untuk membiayai layanan masyarakat yang tidak menghasilkan penerimaan. Sedang pinjaman jangka pendek digunakan untuk membiayai belanja administrasi umum serta belanja operasional dan pemeliharaan. Untuk mengurangi ketergantungan daerah kapada pusat pinjaman jangka panjang dianggap lebih efektif daripada pinjaman jangka pendek (Rokhedi P. Santoso, 2003: 148).<br />
Berdasarkan pemikiran tersebut, maka dalam rangka penyusunan skripsi dipilih judul Analisis Perimbangan Keuangan Pusat-Daerah dan Pinjaman Daerah di Kabupaten dan Kota Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 1994/1995-2003.<br />
I.B. Rumusan Masalah Penelitian.<br />
Berdasarkan uraian tentang latar belakang masalah diatas, dikemukakan perumusan masalah sebagai berikut:<br />
a. Seberapa besar Derajat Desentralisasi Fiskal keuangan daerah kabupaten dan kota Daerah Istimewa Yogyakarta?<br />
b. Bagaimana kapasitas Pinjaman Daerah Kabupaten dan kota Daerah Istimewa Yogyakarta yang dihitung dengan Jumlah Sisa Pokok Pinjaman dan Debt Service Coverage Ratio (DSCR)?<br />
6<br />
I.C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.<br />
I.C.1. Tujuan Penelitian.<br />
1. Untuk menganalisis Derajat Desentralisasi Fiskal keuangan daerah kabupaten dan kota Daerah Istimewa Yogyakarta sehingga bisa diketahui rasio penerimaan daerah yang paling menonjol terhadap Total Penerimaan Daerah.<br />
2. Untuk mengukur kapasitas Pinjaman Daerah kabupaten dan kota Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai alternatif untuk mengurangi ketergantungan terhadap Pemerintah Pusat selama tahun 1994/1995-2003.<br />
I.C.2. Manfaat Penelitian.<br />
Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat, yaitu:<br />
1. Sebagai salah satu syarat untuk mencapai jenjang strata satu (S1) pada Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia<br />
2. Bagi peneliti menambah pengetahuan yang selama ini didapat di bangku kuliah yang kemudian dikembangkan dalam bentuk penelitian.<br />
3. Sebagai masukan yang berarti bagi pembuat kebijakan pemerintah daerah setempat, dan lembaga-lambaga terkait dan bagi perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri.<br />
7<br />
I.D. Sistematika penulisan.<br />
Skripsi ini dibagi menjadi 7 bab dengan urutan penulisan sebagai berikut:<br />
BAB I PENDAHULUAN<br />
Bab ini menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, manfaat dan tujuan penelitian, dan sistematika penulisan.<br />
BAB II TINJAUAN UMUM SUBYEK PENELITIAN<br />
Bab ini merupakan uraian atau gambaran atau deskripsi secara umum tentang kabupaten dan kota Daerah Istimewa Yogyakarta<br />
BAB III KAJIAN PUSTAKA<br />
Bab ini berisi pendokumentasian dan pengkajian hasil dari penelitian-penelitian yang pernah dilakukan pada area yang sama.<br />
BAB IV LANDASAN TEORI<br />
Bab ini berisi empat bagian; pertama tentang landasan teori yang berisikan teori Otonomi Daerah, kedua berisi Perimbangan Keuangan Daerah dan Pusat, ketiga berisi tentang Desentralisasi Fiskal Daerah, Keempat berisi tentang Pinjaman Daerah.<br />
BAB V METODE PENELITIAN<br />
Bab ini menguraikan tentang metode analisis yang digunakan dalam menganalisis Derajat Desentralisasi Fiskal dan alat analisis untuk menghitung besar pinjaman yang bisa didapat suatu daerah.<br />
8<br />
BAB VI ANALISIS DAN PEMBAHASAN<br />
Bab ini berisi uraian dan hasil analisa dan pengolahan data.<br />
BAB VII SIMPULAN DAN IMPLIKASI<br />
Bab ini berisi dua bagian; pertama merupakan kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis; kedua merupakan hasil dari simpulan sebagai jawaban dari rumusan masalah.</div>
<span style="color: rgb(255 , 0 , 0); font-size: 130%;"><span style="font-weight: bold;">Free download</span></span> <a href="https://drive.google.com/open?id=1epgY8dg9J3OYdezX43HUIQ3JYxiQtl4P" target="_blank"><span style="color: rgb(51 , 51 , 255); font-weight: bold;"><blink>Klik Disini</blink></span></a></div>
Perpustakaan Skripsi Onlinehttp://www.blogger.com/profile/04047511595934242909noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-171429821374358138.post-2267972646548674212010-05-15T22:12:00.001+07:002019-06-22T10:37:04.575+07:00PERBANDINGAN KUAT LENTUR BALOK BERPENAMPANG PERSEGI DENGAN BALOK BERPENAMPANG I<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<h2 class="title">
</h2>
<div style="border: 0px solid silver; height: 800px; overflow: auto; width: 590px;">
BAB I<br />
PENDAHULUAN<br />
1.1 Latar belakang<br />
Bangunan memainkan peranan penting dalam kehidupan masyarakat dan<br />
seringkali mempengaruhi suasana hidup bagi setiap individu. Sebagian besar dari<br />
hidup manusia berada di sekitar atau di dalam bangunan, seperti : perumahan,<br />
kantor-kantor, pabrik-pabrik, rumah sakit, jembatan dan sebagainya. Pengaruh<br />
yang sedemikian luas itu mengakibatkan sektor bangunan memegang peranan<br />
penting dalam meningkatkan kesejahteraan dan perekonomian suatu negara.<br />
Salah satu elemen struktur yang terdapat dalam bangunan adalah balok.<br />
Balok merupakan elemen struktur yang fungsinya menahan beban lentur. Beban<br />
vertical yang didukung meliputi beban hidup, beban plat, berat tembok dan berat<br />
sendiri balok. Beban horizontal yang ditahan adalah gaya yang ditimbulkan oleh<br />
beban gempa dan angin. Balok menurut letaknya dan fungsinya terdiri dari balok<br />
induk dan anak.<br />
Banyak permasalahan yang terjadi dalam proses pembangunan ini. Yang<br />
menjadi masalah adalah bagaimana mendirikan suatu bangunan dengan cara<br />
seefisien mungkin. Pada umumnya beton berpenampang persegi panjang dengan<br />
tinggi h dan lebar b. Beton mempunyai 2 bagian, daerah tekan dan daerah tarik.<br />
Daerah tekan untuk balok tulangan sebelah ditahan sepenuhnya oleh beton,<br />
sedangkan daerah tarik ditahan oleh baja tulangan. Pada daerah tarik, beton tidak<br />
berfungsi menahan beban, oleh karena itu maka peneliti akan mencoba<br />
mengurangi luasan balok beton bertulang pada daerah tarik.<br />
Penelitian yang akan ditempuh yaitu dengan membandingkan kuat lentur<br />
balok dengan penampang persegi dengan penampang berbentuk I. Dengan<br />
15<br />
harapan apabila sesuai dengan teori maka kekuatannya sama, sehingga dengan<br />
luasan berbeda diharapkan dapat lebih hemat.<br />
1.2 Tujuan penelitian<br />
Dalam melaksanakan penelitian ini tujuan yang ingin dicapai adalah :<br />
1. Untuk mengetahui kuat lentur balok beton bertulang apabila luasan badannya<br />
dikurangi menjadi berpenampang I. ( b dan h sama )<br />
2. Untuk membandingkan kuat lentur balok penampang persegi dengan balok<br />
penampang I. ( b dan h sama )<br />
3. Dapat digunakannya balok beton dengan penampang yang lebih ringan.<br />
4. Dapat digunakannya balok beton berpenampang I menjadi inovasi gaya / bentuk<br />
seni bangunan.<br />
1.3 Manfaat penelitian<br />
Penelitian yang dilaksanakan ini diharapkan memberikan masukan yaitu :<br />
1. Secara akademik dapat memberikan variasi tampang balok.<br />
2. Secara praktis, apabila penelitian ini berhasil, diharapkan dapat memberikan<br />
tampang balok yang efisien sehingga dapat menghemat biaya konstruksi.<br />
1.4 Batasan masalah<br />
Dalam penelitian yang dilakukan, ada beberapa lingkup masalah yang dibatasi, yaitu<br />
karakteristik bahan yang digunakan sebagai benda uji adalah sebagai berikut ini .<br />
1. Campuran beton direncanakan dengan menggunakan metode DOE ( Department<br />
Of Environtment ), agar didapat perbandingan yang sama pada setiap sample yang<br />
direncanakan.<br />
2. Ditentukan mutu beton yang digunakan adalah fc’ = 25 MPa.<br />
3. Baja yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan diameter tulangan 12<br />
sebagai tulangan tarik ( tulangan sebelah ) dan 6 mm sebagai tulangan sengkang<br />
dengan fy = 300 MPa.<br />
4. Bahan ikat semen digunakan semen pc merk Holcim.<br />
16<br />
5. Agregat kasar yang digunakan pada penelitian ini adalah batuan pecah dari daerah<br />
Clereng, Kulon Progo, Yogyakarta.<br />
6. Agregat halus yang digunakan adalah pasir yang diambil dari lereng Gunung<br />
Merapi, Sleman, Yogyakarta<br />
7. Benda uji lentur ( balok ) dengan ukuran ( 130 X 200 X 1300 ). Benda uji<br />
berjumlah 6 buah, terdiri dari 3 buah balok berpenampang persegi dan 3 buah<br />
balok yang merupakan balok persegi dengan pengurangan luasan pada daerah<br />
tarik yang selanjutnya akan disebut balok berpenampang I.</div>
<span style="color: rgb(255 , 0 , 0); font-size: 130%;"><span style="font-weight: bold;">Free download</span></span> <a href="https://drive.google.com/open?id=1RWCaHYPt0KWBUS1OnyR0qM5xZZVJxVTO" target="_blank"><span style="color: rgb(51 , 51 , 255); font-weight: bold;"><blink>Klik Disini</blink></span></a></div>
Perpustakaan Skripsi Onlinehttp://www.blogger.com/profile/04047511595934242909noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-171429821374358138.post-29608200479033173702010-05-15T22:10:00.001+07:002019-06-22T10:36:12.262+07:00Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<h2 class="title">
</h2>
<div style="border: 0px solid silver; height: 800px; overflow: auto; width: 590px;">
<span xmlns=""></span>BAB I<br />
PENDAHULUAN<br />
<br />
A. Latar Belakang Masalah<br />
Pengadilan Agama sebagai salah satu dari empat lembaga peradilan yang ada di Indonesia. semenjak diundangkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, mempunyai wewenang baru sebagai bagian dari yurisdiksi absolutnya, yaitu kewenangan untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan sengketa dibidang ekonomi syari’ah.<br />
Wewenang baru tersebut bisa dikatakan sebagai tantangan dan sekaligus peluang bagi lembaga peradilan agama. Dikatakan sebagai tantangan karena selama ini bagi Pengadilan Agama belum ada pengalaman apa pun dalam menyelesaikan sengketa di bidang ekonomi syari’ah, sehingga kalau pun sekiranya datang suatu perkara tentang sengketa ekonomi syari’ah , maka bagi lembaga peradilan agama ini mesti mencari dan mempersiapkan diri dengan seperangkat peraturan perundangan maupun norma hukum yang terkait dengan persoalan ekonomi syari’ah.<br />
Hukum Islam sebagai sebuah hukum yang hidup di Indonesia menghalami perkembangan yang cukup berarti dalam masa kemerdekaan ini. Perkembangan tersebut antara lain dapat dilihat dari kewenangan yang dimiliki oleh Peradilan Agama (PA) sebagai peradilan Islam di Indonesia. Dulunya, putusan PA murni berdasarkan fiqh para fuqaha', eksekusinya harus dikuatkan oleh Peradilan Umum, Para hakimnya hanya berpendidikan Syari'ah tradisional dan tidak berpendidikan hukum, organisasinya tidak berpuncak ke Mahkamah Agung, dan lain-lain. Sekarang keadaan sudah berubah. Salah satu perubahan mendasar akhir-akhir ini adalah penambahan kewenangan PA dalam Undang-Undang Peradilan Agama yang baru, antara lain bidang ekonomi syari'ah. <br />
Persoalannya sampai saat ini belum ada aturan hukum positive yang secara terperinci mengatur tentang acara penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah, namun demikian bukan berarti tidak ada aturan hukumnya atau dengan kata lain telah terjadi “kekosongan hukum” dalam persoalan ini. Karena pada asasnya pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan kepadanya dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadili Oleh karena itu walau pun aturan formal yang berkenaan dengan penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah belum ada, pengadilan agama sebagai lembaga yang diberi wewenang oleh negara untuk memeriksa, mengadili dan menyelesaikan sengketa ekonomi syari’ah sudah seharusnya mengerahkan segenap potensinya untuk menjawab tantangan tersebut.<br />
Untuk menjawab persoalan-persoalan yang berkaitan dengan proses penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah ini kiranya pengadilan agama harus berani dan mampu menggali nilai-nilai maupun norma-norma hukum Islam, baik yang terdapat dalam kitab Al-Qur’an, al-Sunnah maupun kitab-kitab fiqh /ushul fiqh serta fatwa-fatwa Majelis Ulama’ yang dalam hal ini melalui Dewan Syari’ah Nasional yang berkaitan dengan persoalan-persoalan diseputar ekonomi syari’ah.<br />
<br /></div>
<span style="color: rgb(255 , 0 , 0); font-size: 130%;"><span style="font-weight: bold;">Free download</span></span> <a href="https://drive.google.com/open?id=12qYklvZ7Yd94v9YizPSoevmA3cINQQtK" target="_blank"><span style="color: rgb(51 , 51 , 255); font-weight: bold;"><blink>Klik Disini</blink></span></a></div>
Perpustakaan Skripsi Onlinehttp://www.blogger.com/profile/04047511595934242909noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-171429821374358138.post-90610469222179213832010-05-15T22:09:00.001+07:002019-06-22T10:33:38.959+07:00PENURUNAN KADAR MINYAK PADA LIMBAH BENGKEL DENGAN MENGGUNAKAN REAKTOR PEMISAH MINYAK DAN KARBON AKTIF SERTA ZEOLIT SEBAGAI MEDIA ADSORBEN<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<h2 class="title">
</h2>
<div style="border: 0px solid silver; height: 800px; overflow: auto; width: 590px;">
BAB I<br />
PENDAHULUAN<br />
1.1 Latar Belakang Masalah<br />
Perkembangan produksi kendaraan bermotor sangat dirasakan di negara yang menuju atau sedang berkembang, khususnya di Indonesia. Seperti yang ditunjukkan pada tahun 2005, jumlah penggunaan kendaraan bermotor di Kota Yogyakarta mencapai 850,930 unit kendaraan, terdiri dari 843,077 unit dan jumlah mobil sebanyak 7,853 unit. Diperkirakan jumlah kendaraan bermotor akan semakin meningkat ditahun-tahun berikutnya.<br />
Meningkatnya produksi otomotif sangat dilematis. Produksi otomotif sangat membantu aktivitas manusia, namun di lain sisi menimbulkan efek negatif bagi lingkungan salah satu nya adalah berupa akumulasi oli pelumas mesin (senyawa hidrokarbon) dalam bentuk cairan. Senyawa ini dibuang begitu saja setelah digunakan sebagai pelumas pada kendaraan.<br />
Pelumas yang digunakan sangat beragam dan dibedakan atas nilai SAE (Society Automotive Enginering), yaitu suatu parameter ukuran kekentalan (viscosity). Keragaman oli pelumas mesin kendaraan disesuaikan oleh sistem mekanisasi dan beban kerja yang dilakukan oleh mesin itu sendiri.<br />
Oli pelumas dapat menghambat resapan air dalam tanah dengan cara menutupi pori-pori tanah. Deposit oli pelumas yang berlebihan, lambat laun akan membentuk suatu emulsi minyak-air di permukaan tanah. Terjadinya proses pengemulsian oleh oli pelumas ini diakibatkan oleh sifat fisiknya yang nonpolar, dengan besarnya berat molekul atau kekentalannya yang besar yang menyebabkan laju difusi ke dalam tanah lebih lama.<br />
Sehingga hal tersebut dapat menyebabkan masalah pencemaran lingkungan karena salah satu merupakan masalah serius bagi manusia dan lingkungan sekitarnya. Limbah merupakan suatu produk sisa dari suatu aktivitas/kegiatan manusia yang dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan sekitarnya apabila tidak dikelola secara tepat akan dapat<br />
14<br />
mengakibatkan pencemaran terhadap lingkungan baik udara, air, maupun tanah. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa tidak semua limbah yang dihasilkan diolah dan tidak semua limbah yang diolah telah memenuhi standard baku mutu lingkungan. Salah satunya minyak pelumas bekas yang berasal dari bengkel motor dan mobil.<br />
Pencemaran ini dapat berbahaya bagi kesehatan manusia, dapat merusak kestabilan dan kehidupan ekosistem dalam suatu perairan dan dapat menggangu estetika lingkungan, menyebabkan kerugian ekonomi dan sosial, karena adanya gangguan oleh adanya zat-zat beracun atau muatan bahan organik yang berlebih. Keadaan ini akan menyebabkan oksigen terlarut dalam air pada kondisi yang kritis, atau merusak kadar kimia air. Rusaknya kadar kimia air tersebut akan berpengaruh terhadap fungsi dari tanah, air. Besarnya beban pencemaran yang ditampung oleh suatu perairan, dapat diperhitungkan berdasarkan jumlah polutan yang berasal dari berbagai sumber aktifitas dari bengkel motor dan mobil.<br />
Dengan memperhatikan permasalahan di atas, maka perlu dipikirkan suatu teknologi atau alat yang dapat mengurangi tingkat bahaya yang ditimbulkan dari limbah minyak pelumas bekas. Penelitian ini dilakukan untuk menguji kinerja reaktor pemisah minyak (dilengkapi dengan karbon aktif dan zeolit) sebagai salah satu alternatif teknologi tersebut.<br />
Minyak yang mencemari air sering dimasukkan ke dalam kelompok padatan, yaitu padatan yang mengapung di atas permukaan air dan merupakan komponen utama bahan bakar pelumas. Minyak dapat membentuk ester dan alkohol atau gliserol dari asam gemuk. Gliserol berupa cairan pada keadaan biasa dikenal sebagai minyak dan apabila dalam bentuk padat dikenal sebagai lemak. (Srikandi, 1992).<br />
Minyak yang terdapat di dalam air dapat berasal dari berbagai sumber, salah satunya berasal dari tempat service kendaraan. Minyak tidak dapat larut dalam air, oleh karena itu bila air tercemar oleh minyak, maka minyak tersebut akan tetap mengapung. Air yang telah tercemar oleh minyak tidak dapat dikonsumsi oleh manusia karena seringkali dalam cairan yang berminyak terdapat juga zat-zat beracun, seperti senyawa benzen, senyawa toluen, dan lain-lain. Sehingga keadaan yang diakibatkan oleh minyak pelumas bekas yang berdampak buruk pada lingkungan, terutama dapat menghambat resapan air dalam tanah dengan cara menutupi pori-pori tanah. Dengan demikian perlu mendapatkan suatu penanganan khusus agar minyak pelumas bekas yang memiliki bahan-bahan berbahaya agar dapat diturunkan, setidaknya dapat dikurangi dengan tujuan dampak yang diakibatkan dapat dicegah. Untuk itu dalam penanganannya dengan cara menurukan kadar tersebut menggunakan alat atau reaktor<br />
15<br />
pemisah minyak. Dengan harapan dapat menurunkan kadar-kadar berbahaya yang terdapat pada minyak pelumas bekas.<br />
1.2 Rumusan Masalah<br />
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka dapat diambil perumusan masalah sebagai berikut :<br />
1. Apakah konsentrasi minyak pada limbah yang berasal dari bengkel motor dan mobil dapat diturunkan menggunakan reaktor pemisah minyak<br />
2. Bagaimana efektifitas reaktor pemisah minyak terhadap penurunan konsentrasi minyak pada limbah bengkel motor dan mobil.<br />
3. Berapa lama waktu optimal yang dibutuhkan reaktor pemisah minyak dalam menurunkan konsentrasi minyak sampai pada batas standar baku mutu pada limbah bengkel motor dan mobil.<br />
1.3 Batasan Masalah<br />
Dari rumusan masalah yang ditentukan dan agar penelitian dapat berjalan sesuai dengan keinginan sehingga tidak terjadi penyimpangan, maka batasan masalah pada penelitian ini adalah<br />
1. Alat yang digunakan adalah reaktor pemisah minyak yang terdiri dari sekat-sekat dengan sudut kemiringan 60º.<br />
2. Limbah yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah pada bengkel motor dan mobil.<br />
3. Parameter limbah pada bengkel motor dan mobil yang diperiksa adalah kadar minyak.<br />
4. Alat dilengkapi juga dengan media adsorpsi yang terdiri dari karbon aktif dan zeolit.<br />
16<br />
1.4 Tujuan Penelitian<br />
Tujuan penelitian adalah :<br />
1. Mengetahui tingkat removal kadar minyak dari reaktor pemisah minyak terhadap limbah yang berasal dari bengkel motor dan mobil.<br />
2. Mengetahui variasi mana yang paling efektif terhadap tingkatan removal pada limbah bengkel motor dan mobil.<br />
3. Mengetahui berapa lamanya waktu clogging dan / atau mengetahui tingkat kejenuhan reaktor dalam menurunkan kadar minyak.<br />
1.5 Manfaat Penelitian<br />
Pada penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:<br />
1. Mendapatkan suatu alternatif teknologi yang murah, sederhana, dan mudah pengoperasiannya untuk menurunkan konsentrasi minyak pada limbah bengkel motor dan mobil.<br />
2. Memberikan alternatif teknologi pengolahan limbah yang dihasilkan dari bengkel motor dan mobil.<br />
3. Memberikan data dan informasi tentang kemampuan reaktor pemisah minyak untuk menurunkan konsentrasi minyak dari limbah bengkel motor dan mobil.<br />
4. Dapat diketahuinya prosentase penurunan limbah yang dihasilkan dari bengkel motor dan mobil dengan menggunakan reaktor pemisah minyak yang berdasar pada prinsip gravitasi.<br />
17<br />
<br /></div>
<span style="color: rgb(255 , 0 , 0); font-size: 130%;"><span style="font-weight: bold;">Free download</span></span> <a href="https://drive.google.com/open?id=1OGDRt4UMMqMVNzmoTAH1KP84kPIPNA67" target="_blank"><span style="color: rgb(51 , 51 , 255); font-weight: bold;"><blink>Klik Disini</blink></span></a></div>
Perpustakaan Skripsi Onlinehttp://www.blogger.com/profile/04047511595934242909noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-171429821374358138.post-81134999060261111772010-05-14T16:25:00.001+07:002019-06-22T10:20:05.751+07:00PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI BATIK CV. BATIK INDAH RARADJONGGRANG YOGYAKARTA DENGAN METODE ELEKTROKOAGULASI DITINJAU DARI PARAMETER CHEMICAL OXYGEN<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<h2 class="title">
</h2>
<div style="border: 0px solid silver; height: 800px; overflow: auto; width: 590px;">
BAB I<br />
PENDAHULUAN<br />
1.1.<br />
Latar Belakang<br />
Air adalah salah satu unsur yang sangat penting bagi lingkungan hidup. Lingkungan dapat dikatakan baik jika unsur-unsur yang menyusun lingkungan tetap terpelihara. Terjadinya pencemaran air sebagai akibat kegiatan masyarakat yang beraneka ragam serta kegiatan industri akan berakibat buruk bagi lingkungan. Pencemaran air ini dapat terjadi karena buangan limbah cair yang dihasilkan oleh industri atau pabrik yang tidak dikelola sebagaimana mestinya dan dibuang begitu saja ke aliran air atau permukaan tanah disekitarnya.<br />
Industri yang mengalirkan buangan limbah cairnya ke aliran-aliran air disekitarnya semakin bertambah banyak, sehingga akan menyebabkan beberapa hal, seperti aliran air yang semakin tercemar, merusak tatanan kehidupan air (ikan, mikroorganisme, dan lain-lain), merusak ketersediaan air untuk kepentingan umum (misalnya: fasilitas rekreasi dan fasilitas belanja) serta tidak layak sebagai sumber persediaan air bersih. Aliran air tersebut juga tidak menjadi sehat sebagai persediaan air industri. Untuk mencegah terjadinya akibat-akibat tersebut, maka diadakan suatu upaya pengawasan atau pemantauan terhadap limbah cair yang dibuang (Mahida, 1984).<br />
Industri Batik Indah Rara Djonggrang yang terletak di Jl. Tirtodipuran No. 18, Brontokusuman, Mergangsan, Yogyakarta adalah salah satu industri diantara puluhan industri batik yang berkembang di wilayah Yogyakarta. Dari kegiatan industri ini dapat menghasilkan limbah cair yang yang dapat mengakibatkan lingkungan dan sekitarnya menjadi tercemar dan tidak sehat. Dengan kata lain bahwa kesehatan lingkungan di lokasi tersebut akan terganggu, bahkan dapat menimbulkan berbagai penyakit.<br />
Dalam proses produksinya, industri batik banyak meggunakan bahan-bahan kimia dan air. Bahan kimia ini biasanya digunakan pada proses pewarnaan atau pencelupan. Pada umumnya polutan yang terkandung dalam limbah industri batik dapat berupa logam berat, padatan tersuspensi, atau zat organik. Oleh karena itu apabila air buangan batik ini dialirkan langsung ke lingkungan tanpa adanya<br />
1<br />
2<br />
pengolahan terlebih dahulu, maka akan menurunkan kualitas lingkungan dan merusak kehidupan yang ada di lingkungan tersebut.<br />
Persyaratan air secara fisik meliputi kekeruhan, suhu, bau dan rasa. Kualitas air secara kimia meliputi pH, kandungan senyawa dalam air, kandungan reside atau sisa. Sedangkan kualitas air secara biologis, khususnya secara mikrobiologis ditentukan oleh parameter mikroba pencemar.<br />
Air normal memenuhi persyaratan untuk dapat digunakan dalam suatu kehidupan mempunyai pH berkisar antara 6,5 – 7,5. Air yang mempunyai pH lebih besar dari pH standar akan bersifat basa. Air limbah dan buangan dari kegiatan industri yang dibuang ke badan air umumnya akan mengubah pH sehingga dapat mengganggu kehidupan organisme di dalam air.<br />
Adapun parameter pencemaran air buangan industri batik sangat beragam, misalnya bau, suspended solid, BOD, COD, warna, nitrat dan lain-lain. Langkah yang harus dilakukan untuk mengurangi pencemaran, khususnya pencemaran air adalah dengan mengolah air buangan tersebut sebelum dibuang ke badan air.<br />
Berdasarkan permasalahan tersebut perlu dilakukan suatu usaha untuk menurunkan parameter pencemar dengan pengolahan secara fisik. Penelitian ini mencoba memanfaatkan metode Elektrokoagulasi untuk mengetahui pengaruhnya terhadap kandungan COD dan warna.<br />
Penelitian yang dilakukan ini masih berskala laboratorium menggunakan proses batch dengan metode elektrokoagulasi yang diharapkan dapat menurunkan kadar COD dan warna yang terkandung dalam limbah batik.<br />
1.2.<br />
Perumusan Masalah<br />
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:<br />
a.<br />
Apakah metode elektrokoagulasi dapat menurunkan kadar COD dan warna pada limbah cair industri batik CV. Indah Rara Djonggrang?<br />
b.<br />
Berapakah kuat arus, jarak elektroda dan waktu kontak elektroda pada metode elektrokoagulasi yang paling berpengaruh terhadap kadar COD dan warna secara elektrokoagulasi?<br />
3<br />
1.3.<br />
Tujuan Penelitian<br />
Tujuan penelitian ini adalah:<br />
a.<br />
Mengetahui pengaruh metode elektrokoagulasi terhadap kadar COD dan warna pada limbah cair industri batik.<br />
b.<br />
Mengetahui pengaruh kuat arus, jarak elektroda dan waktu kontak pada metode elektrokagulasi terhadap kadar COD dan warna secara elektrokoagulasi.<br />
c.<br />
Menyajikan alternatif teknologi elektrokimia untuk mengolah limbah organik.<br />
1.4.<br />
Manfaat Penelitian<br />
Manfaat penelitian yang diperoleh dari penelitian ini adalah:<br />
a.<br />
Memberikan salah satu alternatif teknologi yang dapat digunakan untuk mengolah limbah cair industri batik.<br />
b.<br />
Sebagai referensi kepada penelitian berikutnya agar mencoba berbagai variasi percobaan, sehingga nantinya akan mendapatkan data yang lebih lengkap tentang kemampuan teknologi elektrokoagulasi dalam menurunkan kadar COD dan warna pada limbah cair industri batik.<br />
1.5.<br />
Batasan Masalah<br />
Ruang lingkup penelitian ini akan dibatasi pada masalah:<br />
a.<br />
Limbah cair yang diambil dari hasil proses pembatikan pada industri batik CV. Batik Indah Rara Djonggrang.<br />
b.<br />
Variasi waktu kontak terhadap elektroda 0 menit, 5 menit, 10 menit, 15 menit, 30 menit, 45 menit dan 60 menit.<br />
c.<br />
Variasi daya listrik 25 Volt dan 12 Volt dengan pemasangan alumunium sebagai katoda dan stainless steel sebagai anoda.<br />
d.<br />
Variasi jarak elektroda 1,5 cm dan 3 cm.<br />
e.<br />
Parameter yang akan diteliti adalah kandungan COD dan warna.<br />
f.<br />
Percobaan menggunakan metode batch.<br />
<br /></div>
<span style="color: rgb(255 , 0 , 0); font-size: 130%;"><span style="font-weight: bold;">Free download</span></span> <a href="https://drive.google.com/open?id=1JsnPiJNmmhVqjq1VBjA0gy6bloTvM7s7" target="_blank"><span style="color: rgb(51 , 51 , 255); font-weight: bold;"><blink>Klik Disini</blink></span></a></div>
Perpustakaan Skripsi Onlinehttp://www.blogger.com/profile/04047511595934242909noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-171429821374358138.post-244787857691780152010-05-14T16:23:00.001+07:002019-06-22T10:19:23.202+07:00PENGGUNAAN TANAMAN KIAPU ( Pistia stratiotes ) SEBAGAI PENGOLAHAN PENDAHULUAN UNTUK AIR PERMUKAAN DENGAN PARAMETER WARNA DAN TDS ”STUDI KASUS AIR ....<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<h2 class="title">
</h2>
<div style="border: 0px solid silver; height: 800px; overflow: auto; width: 590px;">
BAB I<br />
PENDAHULUAN<br />
1.1 Latar Belakang Masalah<br />
Air dan sumber-sumbernya merupakan salah satu kekayaan alam yang mutlak<br />
dibutuhkan oleh makhluk hidup guna menopang kelangsungan hidupnya dan<br />
memelihara kesehatannya. Kehadiran air di dunia ini sangat penting sekali artinya<br />
bagi kehidupann karena tanpa air semuanya akan musnah. Sehingga dapat dikatakan<br />
bahwa air tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan, tanpa air tidaklah mungkin ada<br />
kehidupan. Perkembangan ilmu pengetahuan telah membuktikan bagaimana<br />
pentingnya air dalam berbagai fenomena. Namun sumber daya air ada batasnya dan<br />
apabila pengelolaannya keliru dapat menimbulkan suatu kerusakan/kehancuran<br />
(bencana akibat banjir dan sebagainya). Oleh sebab itu pengembangan dan<br />
pengelolaan sumber daya air secara nasional merupakan suatu keharusan.<br />
Jumlah penduduk yang semakin meningkat serta pertumbuhan ekonomi yang<br />
terus dipacu, permintaan akan sumberdaya air baik kualitas maupun kuantitasnya<br />
semakin meningkat melebihi ketersediaannya. Hal ini ditunjang lagi oleh adanya isu<br />
kritis yang menyatakan bahwa ketersediaan air bersih untuk kebutuhan bagi<br />
umumnya penduduk yang tinggal di perkotaan baik dari segi kualitas maupun<br />
kuantitasnya, semakin sulit diperoleh ( Anonim, 1993 )<br />
2<br />
Selokan mataram ini berupa sungai kecil yang dibuat oleh Sri Sultan<br />
Hamengku Buwana IX pada zaman pendudukan Jepang. Air dari Selokan Mataram<br />
diambil dari Sungai Progo dan mengalir sepanjang kira – kira 60 Km menuju sungai<br />
Opak. Wilayah yang dilewati selokan Mataram dengan sendirinya bisa mengambil air<br />
untuk keperluan pertanian.<br />
Melihat Selokan Mataram sekarang dengan yang dulu, tentu banyak yang<br />
berbeda, setidaknya dari segi kebersihan wilayah sekitar. Namun dari segi limbah,<br />
boleh jadi Selokan Mataram sekarang lebih kotor karena sekarang di sekitar selokan<br />
telah padat pemukiman yang bisa membuang berbagai macam limbah ke selokan baik<br />
limbah domestik maupun limbah industri. Selain itu, juga telah terjadi pergeseran<br />
masyarakat yang lebih cenderung menggunakan air minum dalam kemasan. Oleh<br />
sebab itu, untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat akan air permukaan maka<br />
perlu dilakukan pengolahan sebelum air permukaan tersebut digunakan.<br />
Pada penelitian ini, sampel air baku yang digunakan adalah sampel air yang di<br />
ambil dari air Selokan Mataram, Jogjakarta. Tingginya kadar warna dan adanya zat<br />
padat terlarut melatar belakangi digunakan air tersebut sebagai sampel air yang perlu<br />
dilakukan pengolahan untuk memperbaiki kualitasnya terutama untuk kadar warna.<br />
Sebagai salah satu alternatif pengolahan yang sederhana yang dapat<br />
diterapkan untuk menurunkan konsentrasi pencemar dengan parameter Warna dan<br />
Zat padat terlarut ( TDS ) adalah dengan memanfaatkan tanaman Kiapu, dimana<br />
salah satu variabel yang mempengaruhi dalam proses penurunan tersebut waktu<br />
detensi, kedalaman media dan kecepatan tertentu.<br />
3<br />
1.2 Rumusan Masalah<br />
Dari uraian latar belakang masalah di atas diperoleh rumusan masalah sebagai<br />
berikut :<br />
1. Apakah dengan memanfaatkan Tanaman Kiapu dapat menurunkan kadar<br />
warna, dan TDS pada air Selokan Mataram.<br />
2. Pada konsentrasi berapakah terjadi efisiensi penurunan optimum untuk<br />
menurunkan kadar warna, dan TDS yang terjadi di dalam reaktor.<br />
1.3 Tujuan Penelitian<br />
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya kemampuan<br />
penggunaan Tanaman Kiapu dalam menurunkan kadar warna dan TDS pada air<br />
Selokan Mataram dengan variasi tanaman 0 % ( tampa tanaman ), 50 %, 100%<br />
dengan waktu 2 jam dan 4 jam serta luas tutupan permukaan reaktor.<br />
1.4 Manfaat Penelitian<br />
Manfaat yang diperoleh dalam tugas akhir ini :<br />
1. Meminimalisasi kadar warna, dan TDS dengan memanfaatkan Tanaman<br />
Kiapu.<br />
2. Mengetahui efisiensi penurunan kadar warna, dan TDS oleh Tanaman Kiapu<br />
terhadap air Selokan Mataram.<br />
3. Diperolehnya sistem pengolahan pendahuluan untuk air minum yang<br />
sederhana, mudah, murah serta mempunyai efisiensi yang tinggi.<br />
4<br />
1.5 Batasan Penelitian<br />
Terdapat beberapa batasan masalah dalam pelaksanaan tugas akhir ini yaitu :<br />
1. Tanaman yang digunakan adalah Tanaman Kiapu.<br />
2. Tanaman Kiapu yang digunakan tidak dipengaruhi oleh jumlah, umur,<br />
panjang, dan lebar daun tanaman.<br />
3. Penelitian ini terbatas untuk mengetahui efisiensi penurunan kadar warna,<br />
dan TDS.<br />
4. Sumber air berasal dari air permukaan Selokan Mataram.<br />
1.6 Sistematika Tugas Akhir<br />
Pada tugas akhir ini dibagi dalam lima bab yang dimaksudkan untuk<br />
memberikan suatu kerangka tentang isi dari tugas akhir ini, sehingga dapat<br />
dihubungkan antara bab yang satu dengan yang lainnya. Sistematika penulisan Tugas<br />
Akhir secara garis besar adalah sebagai berikut :<br />
BAB I. PENDAHULUAN<br />
Bab ini merupakan pengantar permasalahan yang dibahas, seperti latar<br />
belakang masalah, identifikasi masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian<br />
dan manfaat penelitian.<br />
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA<br />
Bab ini merupakan penjelasan mengenai teori – teori yang dipergunakan<br />
sebagai landasan untuk pemecahan permasalahan.<br />
5<br />
BAB III. METODE PENELITIAN<br />
Bab ini berisikan mengenai metode – metode yang digunakan oleh peneliti<br />
dalam melakukan penelitian, mulai dari pengumpulan data sekunder dan<br />
primer, sampai pada tahapan pengerjaan.<br />
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN<br />
Bab ini berisikan data – data hasil sampling, hasil pengolahan data dengan<br />
berbagai metode perhitungan yang diperoleh dari analisa laboratorium.<br />
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN<br />
Bab ini merupakan bagian terakhir yang berisikan kesimpulan dari hasil<br />
penelitian dan saran yang dianjurkan untuk pengembangan penelitian yang<br />
selanjutnya.<br />
<br /></div>
<span style="color: rgb(255 , 0 , 0); font-size: 130%;"><span style="font-weight: bold;">Free download</span></span> <a href="https://drive.google.com/open?id=1N6QhIz-xtZ5-DNRN5WHYvTAkJFF8R4os" target="_blank"><span style="color: rgb(51 , 51 , 255); font-weight: bold;"><blink>Klik Disini</blink></span></a></div>
Perpustakaan Skripsi Onlinehttp://www.blogger.com/profile/04047511595934242909noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-171429821374358138.post-14343835699399818502010-05-14T16:22:00.001+07:002019-06-22T10:16:45.603+07:00ANALISIS PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH DI PROPINSI JAWA TENGAH PERIODE TAHUN ANGGARAN 2000-2002<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<h2 class="title">
</h2>
<div style="border: 0px solid silver; height: 800px; overflow: auto; width: 590px;">
BAB I<br />
PENDAHULUAN<br />
1.1. Latar Belakang Masalah<br />
Pada masa sekarang ini desentralisasi dipandang sebagai suatu alat kebijakan yang efektif dalam menangani sejumlah masalah berkaitan dengan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi di dalam suatu negara demokrasi. Dalam Martinez-Vazquez dan McNab (2001) Brennan dan Buchanan (1980) menyatakan bahwa desentralisasi dipandang sebagai upaya untuk membedakan dengan rezim penguasa sebelumnya yang dianggap terlalu sentralistis sehingga tidak memberikan kesempatan kepada daerah untuk berkembang. Hal itu tidak terlepas dari kegagalan dari sejumlah birokrasi yang sentralistis dibawah rejim pemerintahan sebelumnya di negara berkembang yang mengalami transisi demokrasi.<br />
Tailant (1994) menyatakan bahwa desentralisasi dipandang sebagai bentuk pelimpahan otoritas fiskal dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Isu di banyak negara bukan lagi apakah akan melaksanakan desentralisasi, namun bagaimana bentuk desentralisasi yang terbaik. Hal ini menunjukkan desentralisasi telah menjadi pilihan bagi banyak negara sebagai bagian dari kebijakan ekonomi pemerintah.<br />
Meski demikian, desentralisasi tidaklah menjamin keberhasilan suatu pemerintahan. Peraturan dan hukum di tingkat daerah dan pusat yang berjalannya seiring lebih mudah dikatakan daripada dilaksanakan. Begitu pula sentimen<br />
separatisme yang seringkali membayangi upaya desentralisasi. Banyak upaya desentralisasi di berbagai negara yang mengalami kegagalan. Sumber kegagalan desentralisasi beragam. Namun, kegagalannya seringkali dikaitkan dengan masalah ekonomi, yaitu ketimpangan pendapatan, sumberdaya, dan kesempatan ekonomi di berbagai daerah. Selain itu, tidak sejalannya sistem perpajakan dan terbelakangnya hukum yang mengatur kontrak, serta lemahnya pengakuan hak milik (property rights) turut mendorong kegagalan itu, pada keadaan itu, sistem fiskal dipandang sebagai sumber pemecahan masalah (Bird dan Wallich, 1994).<br />
Kebijakan desentralisasi telah menjadi pilihan baik di negara maju maupun negara berkembang dalam menjalankan kebijakan ekonominya (Martinez-Vazquez dan McNab, 2001), tidak terkecuali di Indonesia. Semangat untuk melakukan otonomi daerah telah ditunjukkan oleh pemerintah sejak tahun 1992 dengan dikeluarkannya PP No. 45 Tahun 1992 tentang penyelenggaraan otonomi daerah dengan titik berat pada daerah tingkat II. Hal tersebut diikuti dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) No. 105 Tahun 1994 yaitu tentang penunjukan 26 daerah tingkat II sebagai proyek percontohan otonomi daerah yang tersebar di 26 propinsi di seluruh Indonesia (Koen, et al., 2001; xvi)<br />
Pada tanggal 1 Januari 2001 merupakan awal penerapan kebijakan desentralisasi fiskal di Indonesia. Kebijakan tersebut mengacu pada UU No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah. Bagi Propinsi Jawa Tengah, otonomi daerah merupakan tantangan yang tidak ringan karena otonomi<br />
daerah yang didasari atas kesadaran bahwa peluang bagi daerah untuk membuktikan kemandiriannya. Hal ini berarti otonomi daerah tidak dapat dipandang sebagai sebuah kegagalan. Otonomi daerah harus diarahkan pada keberhasilannya dengan dukungan pendanaan yang memadai melalui perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Oleh karena itu, kebijakan pemerintah daerah tidak dapat dipungkiri lagi harus menitikberatkan pada peningkatan kualitas pelayanan pada masyarakat. Maka melalui pengolaan keuangan daerah, selain bertujuan untuk meningkatkan peran sertanya dalam pembangunan, juga ditujukan bagi peningkatan mutu pelayanan kepada masyarakat.<br />
Salah satu argumen dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah pemerintah daerah harus memiliki sumber-sumber keuangan yang memadai untuk membiayai penyelenggaraan otonominya. Kapasitas keuangan pemerintah daerah akan menentukan kemampuan pemerintah daerah dalam menjalankan fungsi-fungsi pemerintahannya (Suwandi, 2000). Rendahnya kemampuan keuangan daerah akan sering menimbulkan siklus negatif, yaitu rendahnya tingkat pelayanan masyarakat yang pada gilirannya akan mengundang campur tangan pusat, atau bahkan dapat menyebabkan dialihkannya sebagian fungsi-fungsi pemerintah daerah ke tingkat pemerintahan yang lebih atas.<br />
Sebagai konsekuensi atas pelaksanaan UU No. 22 dan UU No. 25 Tahun 1999 adalah bahwa daerah harus mampu mengembangkan otonomi daerah secara luas, nyata, dan bertanggung jawab dalam memberdayakan masyarakat, lembaga ekonomi, politik, hukum, serta seluruh potensi masyarakat dalam wadah NKRI.<br />
Di sisi lain kemampuan keuangan pemerintah daerah masih sangat tergantung pada penerimaan yang berasal dari pemerintah pusat. Oleh karena itu, dalam rangka desentralisasi kepada setiap daerah dituntut untuk dapat membiayai diri melalui sumber-sumber keuangan yang dikuasainya. Peran pemerintah daerah dalam menggali dan mengembangkan berbagai potensi daerah sebagai sumber penerimaan daerah akan sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan tugas pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat di daerah (Halim, 2001).<br />
Hal tersebut dapat dilihat dari Propinsi Jawa Tengah yang memilki 35 Daerah Tingkat II yang terdiri dari 29 Kabupaten dan 6 Kota memiliki penerimaan dan pengeluaran keuangan pemerintahan yang masing-masing berbeda antara daerah satu dengan daerah lainnya, yang mana setiap pengeluaran pemerintah yang dilakukan berdasarkan kepemilikan pendapatan yang berupa penerimaan dari potensi-potensi daerah, atau yang lebih dikenal dengan Pendapatan Asli Daerah yang antara lain komponen komponennya terdiri dari penerimaan pajak dan retribusi daerah, penerimaan laba Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan penerimaan lain-lainnya yang sah. Akan tetapi ada fakta bahwa daerah tidak akan mampu membiayai pengeluarannya baik itu pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan jika hanya menggandalkan dari sektor Pendapatan Asli Daerah, oleh karena itu pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan untuk pemberian bantuan dalam keuangan pemerintah daerah dengan dana perimbangan. Dana perimbangan tersebut diberikan sesuai dengan potensi daerah masing-masing atau arti lainnya daerah yang satu tidak sama dengan daerah lainnya, makin besar potensi daerah tersebut maka semakin besar dana<br />
perimbangan yang diberikan untuk melakukan pengeluarannya yang kita ketahui berupa pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan, seperti contohnya adalah Kabupaten Cilacap yang merupakan Kota yang memiliki sumber daya alam berupa minyak yang cukup banyak mempunyai tingkat pengeluaran pemerintah sebesar Rp. 155.838.063.000 dengan tingkat PAD sebesar Rp. 19.278.951.000 mendapatkan dana perimbangan sebesar Rp. 129.825.315.000. Hal tersebut kita bandingkan dengan Kabupaten Sragen yang memiliki pengeluaran pemerintah sebesar Rp. 23.317.371.000 dengan jumlah PADnya sebesar Rp. 8.876.265.000 dan dana perimbangannya sebesar Rp. 84.922.556.000, yang mana Kabupaten Sragen ini tidak memiliki potensi daerah yang besar atau dalam arti lainnya tidak memilki sumber daya alam yang potensial, selain itu jumlah penduduknya juga terpaut jauh, apabila di Kabupaten Cilacap memiliki jumlah penduduk sebesar 1.608.488 jiwa di Kabupaten Sragen hanya sebesar 844.893 jiwa.<br />
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat diduga ada beberapa faktor yang mempengaruhi nilai pengeluaran pemerintah 35 Kabupaten dan Kota di Propinsi Jawa Tengah. Beberapa variabel tersebut diduga mempunyai pengaruh signifikan terhadap nilai pengeluaran pemerintah. Sehubungan dengan hal tersebut maka penulis dalam penulisan skripsi ini memilih judul ANALISIS PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH DI PROPINSI JAWA TENGAH PERIODE TAHUN ANGGARAN 2000-2002. Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pengeluaran Pemerintah, PAD, Dana Perimbangan dan Jumlah Penduduk.<br />
1.2. Rumusan Masalah<br />
Dalam pemecahan suatu masalah, mengetahui rumusan masalah merupakan suatu langkah yang harus dilakukan, langkah tersebut sangat penting sebagai landasan dalam menyikapi permasalahan tersebut dimasa yang akan datang, baik untuk mengantisipasi ataupun mengendalikan. Dari latar belakang yang telah dikemukakan di atas, dapat dikemukakan masalah, yaitu:<br />
1. Seberapa besar pengaruh tingkat PAD dalam menentukan besaran nilai pengeluaran pemerintah di Propinsi Jawa Tengah.<br />
2. Seberapa besar pengaruh Dana Perimbangan dalam menentukan besaran nilai pengeluaran pemerintah di Propinsi Jawa Tengah .<br />
3. Seberapa besar pengaruh Jumlah Penduduk dalam menentukan besaran nilai pengeluaran pemerintah di Propinsi Jawa Tengah.<br />
1.3. Tujuan Penelitian<br />
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:<br />
1. Untuk menganalisa pengaruh PAD dalam menentukan besaran nilai pengeluaran pemerintah di Propinsi Jawa Tengah tahun anggaran 2000-2002.<br />
2. Untuk menganalisa pengaruh Dana Perimbangan dalam menentukan besaran nilai pengeluaran pemerintah di Propinsi Jawa Tengah tahun anggaran 2000-2002.<br />
3. Untuk menganalisa pengaruh pengaruh Jumlah Penduduk dalam menentukan besaran nilai pengeluaran pemerintah di Propinsi Jawa Tengah tahun anggaran 2000-2002.<br />
1.4. Manfaat Penelitian<br />
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yakni memberikan informasi dan gambaran kepada pembaca mengenai seberapa besar pengaruh dari variabel-fiskal dan non-fiskal, yaitu variabel PAD, Dana Perimbangan, dan Jumlah Penduduk dalam menentukan besaran nilai pengeluaran pemerintah di 29 Kabupaten dan 6 Kota di daerah Jawa Tengah pada periode Januari 2000 sampai dengan Desember 2002, dan dapat dijadikan sebagai bahan informasi untuk penelitian selanjutnya.<br />
Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat berguna sebagai langkah pertimbangan bagi pemerintah daerah untuk mengambil keputusan tentang langkah yang diambil dalam menentukan kebijakan fiskalnya ( keuangan ). Bagi penulis penelitian ini merupakan kesempatan untuk mengaplikasikan ilmu yang sudah diperoleh dibanku kuliah serta sebagai prasyarat untuk mendapat gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia.<br />
1.5. Sistematika Penulisan<br />
Guna mempermudah dalam melakukan penulisan maka penulis menyusun dan membahas tulisan ke dalam 7 bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut:<br />
BAB I PENDAHULUAN<br />
Bab ini berisi tentang latar belakang, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian.<br />
BAB II TINJAUAN UMUM SUBYEK PENELITIAN<br />
Bab ini berisi tentang uraian atau deskripsi atau gambaran secara umum atas obyek penelitian.<br />
BAB III KAJIAN PUSTAKA<br />
Bab ini membahas mengenai penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.<br />
BAB IV LANDASAN TEORI<br />
Bab ini berisi tentang teori-teori yang digunakan untuk mendekati permasalahan yang akan diteliti, hipotesis penelitian.<br />
BAB V METODE PENELITIAN<br />
Bab ini berisi tentang metode yang digunakan dalam penelitian untuk mencapai tujuan penelitian dan untuk membuktikan benar tidaknya hipotesis.<br />
BAB VI ANALISIS DAN PEMBAHASAN<br />
Bab ini berisi tentang semua temuan – temuan dari hasil penelitian dan analisa data.<br />
BAB VII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI<br />
Bab ini berisi dua hal, yaitu:<br />
1. Kesimpulan<br />
Bagian ini berisi tentang simpulan-simpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada bagian sebelumnya.<br />
2. Implikasi<br />
Bagian ini berisi tentang implikasi praktis apa yang dimunculkan sebagai saran dan masukan atas hasil penelitian yang telah dilakukan.<br />
<br /></div>
<span style="color: rgb(255 , 0 , 0); font-size: 130%;"><span style="font-weight: bold;">Free download</span></span> <a href="https://drive.google.com/open?id=1YYIb0uIU5Ht5vye5_pxJUkh1qteapFfX" target="_blank"><span style="color: rgb(51 , 51 , 255); font-weight: bold;"><blink>Klik Disini</blink></span></a></div>
Perpustakaan Skripsi Onlinehttp://www.blogger.com/profile/04047511595934242909noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-171429821374358138.post-55816988960926685412010-05-14T16:21:00.001+07:002019-06-22T10:15:40.275+07:00PENGELOLAAN SANITASI SECARA TERPADU SUNGAI WIDURI : STUDI KASUS KAMPUNG NITIPRAYAN YOGYAKARTA<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<h2 class="title">
</h2>
<div style="border: 0px solid silver; height: 800px; overflow: auto; width: 590px;">
BAB I<br />
PENDAHULUAN<br />
1.1 Latar Belakang<br />
Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang<br />
banyak, bahkan oleh semua makhluk hidup. Oleh karena itu sumber daya air harus<br />
dilindungi agar tetap dimanfaatkan dengan baik oleh manusia serta makhluk hidup<br />
lainnya. Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus dilaksanakan secara<br />
bijaksana yaitu dengan memperhitungkan generasi sekarang tanpa harus merugikan<br />
generasi yang akan datang. Aspek penghematan dan pelestarian sumber daya air<br />
harus ditanamkan pada segenap pengguna air.<br />
Dengan meningkatnya kepadatan penduduk dapat memberikan dampak pada<br />
kualitas dan kuantitas air. Hal ini dikarenakan adanya berbagai aktivitas yang<br />
dilakukan oleh setiap orang. Selain itu permasalahan-permasalahan lain seperti<br />
kegiatan industri, domestik dan kegiatan lainnya akan berdampak negatif terhadap<br />
sumber daya air yang juga akan menyebabkan penurunan kualitas air. Oleh karena<br />
itu, perlu diadakannya pengelolaan dan pelestarian sumber daya air secara seksama.<br />
Sungai merupakan salah satu sumber air bagi kehidupan makhluk hidup.<br />
Apabila keseimbangan kualitas air mulai terganggu maka akan terjadi permasalahan<br />
lingkungan yang sangat merugikan bagi kelangsungan makhluk hidup, baik yang<br />
berada di dalam sungai maupun yang tinggal di daerah sekitar aliran sungai tersebut.<br />
Sungai merupakan kawasan yang tidak mengenal batas wilayah. Apabila dari<br />
hulu tercemar maka akan mengakibatkan daerah hilir juga akan ikut tercemar. Oleh<br />
karena itu, sungai sering dikatakan sangat rentan terhadap pencemaran. Siapapun<br />
dapat mengakibatkan sungai tercemar, karena sungai merupakan tempat atau media<br />
yang sangat efektif untuk melakukan pembuangan limbah (padat dan cair) ataupun<br />
sampah. Orang tidak akan mempedulikan akibat yang akan timbul setelah itu, karena<br />
sudah menjadi budaya bahwa setiap orang mempunyai pikiran bahwa mereka<br />
membuang sampah tidak di tempatnya. Sungai dapat membawa limbah (padat dan<br />
cair) atau sampah yang masuk kedalamnya. Akan tetapi jika limbah atau sampah<br />
yang dibuang ke dalam aliran sungai tersebut melebihi ambang kemampuan sungai<br />
untuk menerimanya tentu akan mengakibatkan permasalahan baru yang akan sulit<br />
ditanggulangi.<br />
Banyak sekali sumber polutan air sungai diantaranya : limbah pabrik, limbah<br />
manusia dan bahan–bahan lain yang dapat mengganggu kualitas air sungai. Limbah<br />
dari manusia yang paling besar secara kuantitas mencemari sungai, diantaranya<br />
adalah limbah sisa cucian dan sampah–sampah yang langsung di buang ke sungai.<br />
Hal ini juga terjadi di daerah bantaran Sungai Widuri Kota Yogyakarta, termasuk di<br />
kampung Nitiprayan. Sehingga jelas bahwa perlu dilakukan pengelolaan sungai di<br />
kampung ini. Melihat perkembangan waktu yang senantiasa diiringi dengan<br />
pertambahan penduduk maka otomatis jumlah timbulan sampah yang akan dibuang<br />
ke sungai semakin meningkat sementara kesadaran masyarakat untuk itu masih<br />
kurang.<br />
Penelitian atau perencanaan yang akan dilakukan disini yaitu di kampung<br />
Nitiprayan dan pengelolaaan sungai yang dilakukan yaitu pada Sungai Widuri dengan<br />
mengembalikan fungsi sungai ke fungsi aslinya, dengan merekomendasikan lokasi<br />
atau tempat untuk dijadikan IPAL komunal dan pengelolaan air hujan. Dalam<br />
permasalahan ini, ada kepentingan dalam hal perencanaan sistem sanitasi dan<br />
pengelolaan air hujan untuk lebih mempertimbangkan metode perencanaan secara<br />
lebih spesifik. Bagaimana menentukan perencanaan efektif tentu melibatkan banyak<br />
faktor, dan membutuhkan penilaian secara komprehensif.<br />
Sungai Widuri dengan panjang total 26,9 km adalah sungai yang selalu<br />
mengalir sepanjang tahun. Sungai ini berhulu di wilayah Kabupaten Sleman,<br />
mengalir melalui wilayah tepi Kota Yogyakarta dan masuk Kabupaten Bantul. Muara<br />
sungai masuk ke Sungai Bedog dan akhirnya masuk ke Sungai Progo. Sungai Widuri<br />
berhulu di Kecamatan Pakem, melintasi Kecamatan Ngaglik, Sleman, Mlati, dan<br />
Gamping, selanjutnya memasuki Kecamatan Kasihan. Disana Sungai Widuri<br />
bergabung menjadi Sungai Bedog. Sebagai gambaran, kampung-kampung di<br />
pingggiran Kota Yogyakarta yang terlewati oleh sungai ini antara lain: Cungkuk,<br />
Kadipiro, Ketanggungan, Bugisan, Sonosewu, Nitiprayan, dan Jeblog. Kampungkampung<br />
di perkotaan tersebut sudah sangat padat penduduk dan bangunannya,<br />
masuk dalam wilayah Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta.<br />
Lebar sungai yang berada di wilayah Nitiprayan sekitar 5-10 meter dengan<br />
kedalaman yang sangat variatif, berkisar 2-7 meter, tergantung dari topografi<br />
setempat. Pada tahun 2004, pembangunan talud telah dilaksanakan sepanjang sekitar<br />
100 meter yang terletak di sebelah selatan pedukuhan Nitiprayan dan sebelah utara<br />
pedukuhan Jeblok. Karena sungai ini melintasi banyak kampung perkotaan yang<br />
padat penduduk dan sebagian besar belum memiliki sistem sanitasi serta sistem<br />
pengelolaan sampah yang baik, maka tidak mengherankan kalau kualitas air Sungai<br />
Widuri sangat menghawatirkan. Disepanjang sungai ini juga selalu terdapat<br />
tumpukan sampah yang sangat mengganggu. Hal ini sebagai akibat dari rendahnya<br />
pemahaman masyarakat akan pentingnya mengelola lingkungan secara baik.<br />
Indikator sederhana dari tingkat polusi sungai adalah warna air yang keruh<br />
kehitaman dan bau yang sangat menyengat. Akibat dari semua ini antara lain<br />
terganggunya kesehatan masyarakat akibat tercemarnya sumur penduduk sebagai<br />
sumber utama air bersih, bau yang sangat meresahkan, dan matinya kehidupan ikan<br />
serta makhluk air yang relevan lainnya (Maryono, 2005).<br />
Konsep perencanaan dengan mengembalikan Sungai Widuri seperti semula<br />
dengan mengetahui kualitas air Sungai Widuri, melakukan uji beberapa parameter<br />
kimia, dan merekomendasikan lokasi–lokasi yang akan dijadikan bangunan IPAL<br />
komunal serta sumur resapan air hujan dengan mempertimbangkan faktor–faktor<br />
hidrologi dan fenomena fisik daerah, sehingga masyarakat tidak lagi memanfaatkan<br />
sungai sebagai TPA (tempat pembuangan akhir) dan sebagai saluran pembuangan<br />
limbah dan diharapkan konsep ini dapat membantu dalam memecahkan<br />
permasalahan-permasalahan sanitasi di kampung Nitiprayan secara efektif.<br />
1.2 Perumusan Masalah<br />
Menurut latar belakang masalah yang ada, maka dapat disusun rumusan masalah<br />
yaitu :<br />
1. Bagaimana menciptakan pengelolaan sungai secara terpadu dengan<br />
mengetahui beberapa faktor–faktor utama penyebab tercemarnya Sungai<br />
Widuri;<br />
2. Bagaimana merekomendasikan lokasi yang tepat untuk pengelolaan<br />
sistem sanitasi dan pemanfaatan air hujan di Nitiprayan sehingga dapat<br />
mengembalikan fungsi sungai ke fungsi aslinya;<br />
1.3 Tujuan Penelitian<br />
Maksud penyusunan laporan tugas akhir ini adalah:<br />
1. Mengetahui kualitas air Sungai Widuri dengan melakukan uji BOD, COD,<br />
dan E. Coli,<br />
2. Mengetahui faktor–faktor yang menyebabkan terjadinya pencemaran di<br />
Sungai Widuri,<br />
3. Memberikan konsep baru dalam pengelolaan kawasan Sungai Widuri dengan<br />
merekomendasikan lokasi septictank komunal dan sumur resapan air hujan di<br />
kampung Nitiprayan.<br />
1.4 Batasan Masalah<br />
Sesuai dengan tujuan penelitian, agar penelitian ini lebih mudah perlu adanya<br />
batasan-batasan sebagai berikut :<br />
1. Perencanaan yang dilakukan adalah merekomendasikan lokasi yang cocok untuk<br />
dijadikan sebagai IPAL komunal dan pengelolaan air hujan serta model (jenis)<br />
bangunan pengelolaan.<br />
2. Pengelolaan yang dilakukan adalah pengelolaan Sungai Widuri yang berada<br />
di kampung Nitiprayan khususnya sistem sanitasinya.<br />
3. Tidak dilakukan perhitungan biaya yang diperlukan dalam pengelolaan.<br />
4. Jenis sampling yang digunakan adalah metode random sampling untuk data<br />
masyarakat.<br />
1.5 Manfaat<br />
Manfaat dari penyusunan tugas akhir ini adalah:<br />
1. Dapat mengetahui sumber–sumber apa saja yang berpotensi menyebabkan<br />
pencemaran di Sungai Widuri serta cara penanggulangannya.<br />
2. Memberikan pengetahuan tentang pengelolaan sungai.<br />
3. Secara umum penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi peneliti yang<br />
berminat untuk mengkaji lebih lanjut tentang pengelolaan lingkungan sungai<br />
dan pemukiman.<br />
<br /></div>
<span style="color: rgb(255 , 0 , 0); font-size: 130%;"><span style="font-weight: bold;">Free download</span></span> <a href="https://drive.google.com/open?id=1ED6LqCbweXjTBkus9I_3Vrmnsx1Cm-5S" target="_blank"><span style="color: rgb(51 , 51 , 255); font-weight: bold;"><blink>Klik Disini</blink></span></a></div>
Perpustakaan Skripsi Onlinehttp://www.blogger.com/profile/04047511595934242909noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-171429821374358138.post-62491717782844697852010-05-14T16:20:00.001+07:002019-06-22T10:14:55.818+07:00PENGELOLAAN SAMPAH SECARA TERPADU DI KAMPUNG NITIPRAYAN<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<h2 class="title">
</h2>
<div style="border: 0px solid silver; height: 800px; overflow: auto; width: 590px;">
BAB I<br />
PENDAHULUAN<br />
1.1 LATAR BELAKANG<br />
Persampahan merupakan masalah yang tidak dapat diabaikan, karena di dalam<br />
semua aspek kehidupan selalu dihasilkan sampah, disamping produk utama yang<br />
diperlukan. Sampah akan terus bertambah seiring dengan banyaknya aktifitas manusia<br />
yang disertai semakin besarnya jumlah penduduk di Indonesia.<br />
Pengelolaan sampah meliputi pewadahan, pengumpulan, pemindahan,<br />
pengangkutan, pengolahan dan pembuangan akhir. Sedangkan dalam ilmu kesehatan<br />
lingkungan suatu pengelolaan sampah dianggap baik jika sampah tersebut tidak menjadi<br />
tempat berkembang biaknya bibit penyakit serta sampah tersebut tidak menjadi medium<br />
perantara menyebar luasnya suatu penyakit. Syarat lainnya yang harus terpenuhi dalam<br />
pengelolaan sampah ialah tidak mencemari udara, air dan tanah, tidak menimbulkan bau<br />
(segi estetis), tidak menimbulkan kebakaran dan lain sebagainya. Sehingga jelas bahwa<br />
pentingnya pengelolaan sampah, karena melihat perkembangan waktu yang senantiasa<br />
diiringi dengan pertambahan penduduk maka otomatis jumlah timbulan sampah semakin<br />
meningkat sementara lahan yang ada tetap. Sehingga jelas bahwa pentingnya pengelolaan<br />
sampah, karena melihat perkembangan waktu yang senantiasa diiringi dengan<br />
pertambahan penduduk maka otomatis jumlah timbulan sampah semakin meningkat<br />
sementara lahan yang ada tetap.<br />
Di dalam semua aspek kehidupan manusia selalu menghasilkan sampah (byproduct)<br />
disamping produk utama yang diperlukan atau digunakan. Untuk daerah<br />
pedesaan, dimana pertanian merupakan kegiatan/pekerjaan utama dimana sampah yang<br />
dihasilkan jumlahnya sedikit yang mana sampah tersebut dapat diuraikan sendiri oleh<br />
alam, dimana hewan memakan sisa makanan dan bahan-bahan lain dapat dibuang ke<br />
tanah dengan demikian dapat menguraikan sampah tersebut.<br />
Di daerah perkotaan, dimana jumlah penduduk semakin besar dan kepadatan<br />
semakin tinggi, sampah tidak dapat lagi diolah oleh alam. Karakteristik sampah menjadi<br />
semakin beragam sejalan dengan meningkatnya standar hidup, dan volume sampah<br />
2<br />
semakin meningkat dengan cepat. Cara pewadahan sampah telah berubah dari sistem<br />
ditumpuk pada wadah terbuka (keranjang) menjadi sistem kantong. Cara pengangkutan<br />
telah berubah dari sistem manual atau menggunakan hewan menjadi motor dan dari truk<br />
terbuka menjadi truk dengan sistem compaktor. Permasalahan baru juga timbul dengan<br />
adanya bangunan-bangunan bertingkat apartemen, supermarket, limbah industri dan lainlain.<br />
Faktor utama yang akan membedakan jenis dan karakteristik terdapat pada tingkat<br />
sosial budaya ekonomi masyarakat, hal ini terlihat perbedaan yang sangat besar antara<br />
karakteristik, volume dan lain-lain. Sampah antara negara-negara maju dan berkembang<br />
sangat berbeda jauh. Biasanya pada negara maju, sistem manajemen pengolahan sampah<br />
sangat baik tanpa mengalami kesulitan dalam pengelolaannya. Hal ini di dukung dengan<br />
hal-hal berikut ini:<br />
a. Tingkat kesejahteraan nasional yang tinggi dan akan masih terus bertambah.<br />
b. Sistem perpajakan yang baik sehingga pendanaan untuk sampah teralokasi pada<br />
perpajakan tersebut.<br />
c. Kesejahteraan hidup bersih dan manajemen persampahan yang baik.<br />
d. Partisipasi masyarakat yang baik dalam hal penanganan sampah.<br />
Pada negara berkembang (kota-kota di Asia) mempunyai kepadatan penduduk<br />
yang lebih tinggi dari kota-kota di negara maju. Hal ini disebabkan oleh adanya<br />
urbanisasi (perpindahan menuju ke kota). Pengelolaan persampahan di negara maju<br />
masih sangat memprihatinkan dikarenakan ketidaktersediaan dana yang mencukupi serta<br />
tidak adanya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan persampahan, serta adanya<br />
perbedaan iklim, ekonomi dan sosial budaya.<br />
Sistem pengelolaan persampahan di daerah perkotaan perlu mendapatkan<br />
perhatian khusus, selain karena pengelolaan sampah di daerah perkotaan sangat penting<br />
karena melihat dari timbulan sampah yang besar (kepadatan penduduk tinggi). Tidak<br />
adanya lahan sebagai tempat pengolahan dimana akhirnya menimbulkan pencemaran<br />
terhadap lingkungan.<br />
Menurut Arianto Wibowo & Darwin T Djajawinata (2002), Persampahan telah<br />
menjadi suatu agenda permasalahan utama yang dihadapi oleh hampir seluruh perkotaan<br />
di Indonesia. Pesatnya pertambahan penduduk yang disertai derasnya arus urbanisasi<br />
3<br />
telah meningkatkan jumlah sampah di perkotaan dari hari keharinya. Keterbatasan<br />
kemampuan Dinas Kebersihan dalam menangani permasalahan tersebut menjadi tanda<br />
awal dari semakin menurunnya sistem penanganan permasalahan tersebut. Hal ini<br />
semakin sulit karena adanya keterbatasan lahan untuk Tempat Pembuangan Akhir (TPA)<br />
sampah, dan terkendala jumlah kendaraan serta kondisi peralatan yang telah tua. Belum<br />
lagi pengelolaan TPA yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah yang ramah lingkungan.<br />
Kekurangpedulian penanganan persampahan ini dapat terlihat dari kecilnya anggaran<br />
yang disediakan untuk menangani permasalahan persampahan ini. Sementara disisi lain,<br />
penghasilan yang didapat dari pelayanan persampahan masih jauh dari tingkat yang<br />
memungkinkan adanya penanganan yang mandiri dan berkelanjutan. Sistem pentarifan<br />
dalam bentuk retribusi masih konvensional dan tidak memungkinkan adanya insentif bagi<br />
operator .<br />
Untuk memahami permasalahan tersebut, perlu dilihat beberapa aspek yang<br />
menaungi sistem pengelolaan persampahan tersebut, meliputi :<br />
1. Aspek teknis<br />
2. Aspek kelembagaan<br />
3. Aspek manajemen dan<br />
4. Keuangan.<br />
Dengan melakukan peninjuan beberapa aspek diatas, dapat disimpulkan perlunya<br />
suatu rencana tindak (action plan) yang meliputi:<br />
(1) Melakukan pengenalan karekteristik sampah dan metode pembuangannya.<br />
(2) Merencanakan dan menerapkan pengelolaan persampahan secara terpadu<br />
(pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan akhir).<br />
(3) Memisahkan peran pengaturan dan pengawasan dari lembaga yang ada<br />
dengan fungís operator pemberi layanan, agar lebih tegas dalam<br />
melaksanakan reward & punishment dalam pelayanan.<br />
(4) Menggalakkan program Reduce, Reuse dan Recycle (3 R) agar dapat tercapai<br />
program zero waste pada masa mendatang.<br />
(5) Melakukan pembaharuan struktur tarif dengan menerapkan prinsip pemulihan<br />
biaya (full cost recovery) melalui kemungkinan penerapan tarif progresif, dan<br />
4<br />
mengkaji kemungkinan penerapan struktur tarif yang berbeda bagi setiap tipe<br />
pelanggan.<br />
(6) Mengembangkan teknologi pengelolaan sampah yang lebih bersahabat<br />
dengan lingkungan dan memberikan nilai tambah ekonomi bagi bahan<br />
buangan.<br />
Adapun perbaikan sistem pengelolaan persampahan adalah dengan menggunakan<br />
sistem composting, karena sebagian besar sampah yang dihasilkan berasal dari bahan<br />
organik, yaitu dengan pemanfaatan ulang sampah organik melalui proses pembusukan.<br />
1.2 RUMUSAN MASALAH<br />
Adapun rumusan masalah dalam perencanaan pengelolaan sampah antara lain :<br />
1. Berapa besar volume sampah yang dihasilkan dan bagaimana komposisi, timbulan<br />
berdasarkan sifatnya.<br />
2. Manajemen persampahan yang meliputi sistem pewadahan/pemilahan,<br />
pengumpulan, pengangkutan dan pengolahan.<br />
3. Partisipasi dan sikap masyarakat terhadap pengelolaan sampah.<br />
1.3 TUJUAN PENELITIAN<br />
Maksud penyusunan Laporan Tugas Akhir ini adalah mengevaluasi dan<br />
merencanakan kembali sistem pegelolaan sampah domestik, meliputi :<br />
1. Untuk mengetahui volume, komposisi, dari timbulan sampah rata-rata per orang<br />
per hari sebagai dasar perencanaan pengelolaan sampah terpadu.<br />
2. Untuk mengetahui dan merencanakan sistem manajemen persampahan yang<br />
meliputi sistem pewadahan/pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, dan<br />
pengolahan.<br />
3. Untuk mengetahui partisipasi dan sikap masyarakat terhadap pengelolaan sampah.<br />
5<br />
1.4 BATASAN MASALAH<br />
Batasan-batasan dan ruang dari pelaksanaan perencanaan pengelolaan sampah<br />
adalah sebagai berikut :<br />
1. Pengelolaan yang dilakukan adalah pengelolaan dari sumber timbulan sampah,<br />
tempat penampungan sementara dan pembuatan reaktor kompos.<br />
2. Akan diberikan alternatif pengolahan ditempat penampungan sementara<br />
berdasarkan hasil penelitian.<br />
3. Pengelolaan yang akan direncanakan adalah pengelolaan terhadap sampah yang<br />
dihasilkan.<br />
4. Menghitung besaran timbulan sampah dan mengukur volume sampah per hari.<br />
5. Tidak dilakukan perhitungan biaya yang diperlukan dalam pengelolaan.<br />
6. Jenis sampling yang digunakan adalah metode random sampling.<br />
7. Daerah yang akan diteliti adalah kampung Nitiprayan Yogyakarta.<br />
1.5 MANFAAT<br />
Manfaat dari penyusunan laporan Tugas Akhir Ini adalah :<br />
1. Dapat mengetahui dan merencanakan tempat sampah/bak sampah serta bahan<br />
yang digunakan.<br />
2. Memberikan pengetahuan mengenai pengelolaan persampahan.<br />
3. Secara umum penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi peneliti yang<br />
berminat untuk mengkaji lebih lanjut tentang pengelolaan persampahan.<br />
6</div>
<span style="color: rgb(255 , 0 , 0); font-size: 130%;"><span style="font-weight: bold;">Free download</span></span> <a href="https://drive.google.com/open?id=1jMFh_Bd8tdp8EQPW_DPEwcvXyeddVQ7t" target="_blank"><span style="color: rgb(51 , 51 , 255); font-weight: bold;"><blink>Klik Disini</blink></span></a></div>
Perpustakaan Skripsi Onlinehttp://www.blogger.com/profile/04047511595934242909noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-171429821374358138.post-49485247954346817982010-05-14T16:18:00.001+07:002019-06-22T10:13:53.964+07:00ANALISIS PENGARUH ATRIBUT PRODUK TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN KEBAB TURKI BABA RAFI DI YOGYAKARTA<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<h2 class="title">
</h2>
<div style="border: 0px solid silver; height: 800px; overflow: auto; width: 590px;">
<span xmlns=""></span>BAB I<br />
PENDAHULUAN<br />
<br />
<br />
1.1 Latar Belakang Masalah<br />
Perkembangan usaha bisnis dalam era globalisasi saat ini semakin pesat ditandai dengan tingkat persaingan antar perusahaan yang semakin tinggi dan ketat. Keadaan tersebut menyebabkan perusahaan pada umumnya berusaha untuk mempertahankan kelangsungan hidup, mengembangkan perusahaan, memperoleh laba optimal serta dapat memperkuat posisi dalam menghadapi perusahaan pesaing dimana untuk mencapai tujuan tersebut tidak terlepas dari usaha pemasaran yang harus dipikirkan dan direncanakan sebelum produk. Menyadari hal itu, pemasaran merupakan salah satu kegiatan pokok yang dilakukan perusahaan untuk mencapai tujuan.<br />
Kegiatan – kegiatan seperti pengembangan produk, penelitian komunikasi, distribusi, penetapan harga dan pelayanan merupakan inti kegiatan pemasaran. Fungsi pemasaran memegang peranan yang sangat penting bagi perusahaan dalam menjalankan semua aktifitas yang berhubungan dengan arus barang dan jasa sejak dari produsen sampai konsumen akhir.<br />
<br />
<br />
Dalam perkembangannya saat ini kebutuhan makanan dengan berbagai bentuk dan rasa telah dijadikan sebagai sarana usaha untuk mencari penghasilan. Oleh karena itu, berbagai jenis bentuk dan rasa makanan telah banyak ditawarkan oleh para pelaku ekonomi yang bergerak dalam industri makanan dan minuman.<br />
Kebab Turki Baba Rafi mencoba ikut ambil bagian dalam bisnis makanan ini. Menu utama dari outlet ini adalah kebab.Kebab merupakan makanan khas Timur Tengah dengan komposisi daging sapi panggang yang lezat, sayuran segar, dan saus mayonnaise istimewa yang diracik secara khusus dalam gulungan tortila. Kebab Turki ini diaplikasikan di Indonesia dengan bahan baku yang sama dan rasa yang tidak jauh berbeda dari aslinya. Untuk pengelolaannya daging dengan ukuran besar diasap, baru dipotong, dan diiris tipis – tipis dengan begitu aroma asap membuat daging terasa nikmat. Sedangkan untuk bumbu dan saos dibuat sedikit manis yang disesuaikan dengan lidah orang Indonesia.<br />
Makanan Kebab sangat digemari di Timur Tengah, yang juga populer di Eropa serta di Negara lain. Bahkan di Indonesia diminati sebagai makanan yang menarik, unik, dan lezat. Harga yang terjangkau semua kalangan mulai dari Rp. 6.500/ bungkus sampai dengan Rp. 9.000/ bungkus ditambah lagi dengan kemasan yang menarik serta kekhasannya yang bernuansa Timur Tengah mengingatkan konsumen akan suasana makanan saat ibadah haji di Mekkah.<br />
<br />
<br />
Menu yang ditawarkan Kebab Turki Baba Rafi pun terus bertambah. Kini ada 9 macam varian, semuanya dikemas seperti makanan ala franchise. Outlet-nya pun memiliki banyak Style, mulai dari yang berkarakter outdoor sampai yang berkarakter indoor.<br />
Sejak 2004 lalu, Baba rafi telah menggunakan sistem franchise ( waralaba ) dalam mengoperasikan Kebab Turki – nya. Di usianya yang baru tiga tahun, outlet ini bisa berkembang begitu cepat. Sampai bulan Juli 2007 Kebab Turki Baba Rafi telah beroperasi lebih memiliki 152 cabang franchise yang terletak di 31 kota besar yang berada di Pulau Sumatra, Sulawesi, Kalimantan, Jawa dan Bali. Tersebar di beberapa kota di Indonesia. Mulai Surabaya, Yogyakarta, Gresik, Jember, Banjarmasin, Pekan Baru, Sukabumi, Tasikmalaya, Jakarta, Bekasi, Bogor, Malang, Probolinggo, Sidoarjo, Medan, Bali, Makasar, Balikpapan, Banjarmasin, Karawang, Cilacap, Solo, Kudus, Cimahi, Pasuruan, Kediri, Lampung, Semarang, Batam, Padang, dan Bandung.<br />
Kebab Turki Baba Rafi yang saat ini terus berusaha untuk meningkatkan penjualannya. Adanya perilaku konsumen ikut menentukan tercapainya tujuan perusahaan. Perilaku konsumen pada dasarnya merupakan proses memilih, membeli dan menggunakan prodak untuk memenuhi kebutuhan. Lamb, Hair ( 2001, hal. 188 ) perilaku konsumen adalah proses seorang pelanggan dalam membuat keputusan membeli, juga menggunakan dan mengatur barang dan jasa yang dibeli, juga termasuk faktor – faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian dan penggunaan produk. Faktor utama mempengaruhi perilaku konsumen adalah faktor kebutuhan seperti budaya dan kelas sosial. Faktor sosial seperti kelompok refensi, keluarga, peran dan status sosial konsumen, faktor pribadi seperti usia, tahap siklus hidup, kepribadiaan dan konsep diri serta faktor psikologis seperti motivasi, persepsi, belajar kepercayaan dan sikap. Perusahaan dalam menjalankan usahanya harus selalu memantau perubahan perilaku konsumen sehingga dapat mengantisipasi perubahan perilaku konsumen tersebut untuk memperbaiki strategi pemasarannya, karena pada hakekatnya tujuan dari pemasaran adalah untuk mengetahui dan memahami sifat konsumen dengan baik sehingga produk yang ditawarkan dapat laku terjual dan konsumen loyal terhadap produk yang dihasilkan.<br />
Konsumen yang potensial akan mempertimbangkan terlebih dahulu berbagai faktor yang berkaitan dengan produk yang ditawarkan seperti harga, fasilitas, lokasi, pelayanan dan berbagai faktor pendukung lain sebelum memilih atau mengambil keputusan dan mencari alternatif yang dapat memberi kepuasan tertinggi dalam mengkonsumsi suatu produk. Hal tersebut harus diperhatikan oleh pemasar agar tujuan perusahaan dalam hal memuaskan kebutuhan konsumen dapat tercapai sesuai dengan konsep pemasaran bahwa kepuasan kosumen merupakan syarat bagi kelangsungan hidup perusahaan.<br />
Faktor yang akan menentukan apakah dalam jangka panjang perusahaan akan memperoleh keuntungan atau tidak adalah banyak sedikitnya yang akan diterima konsumen dari produk yang ditawarkan. Daromi,S dan Sri Hardjanti Santosa ( 1992, hal. 19 ) adapun prodak dapat dirumuskan sebagai sekumpulan atribut berwujud ataupun tidak, yang didalamnya tercakup warna, harga, kemasan, prestis serta pelayanan yang mungkin diterima oleh pembeli, sebagai suatu yang dapat memuaskan kebutuhannya. Dengan demikian atribut produk sangatlah penting untuk dijadikan dasar oleh konsumen dalam pembelian sebuah produk, sebab untuk melakukan pembelian pembelian konsumen akan bereaksi terhadap produk dengan segala atribut yang melekat didalamnya. Pada garis besarnya perusahaan harus mengerti apa yang menjadi kebutuhan dan keinginan konsumen terhadap produk yang dihasilkan diantara tentang harga yang terjangkau, kualitas yang baik, pelayanan yang memuaskan serta rasa yang dapat memenuhi selera konsumen. Dengan memahami perilaku konsumen dalam memilih produk, pemasaran dapat memahami dengan sebenarnya apa yang menjadi kebutuhan dan keinginan konsumen, latar belakang konsumen, alasan melakukan pembelian produk, serta dalam kondisi bagaimana barang dan jasa dibeli, dimana dengan mengetahui adanya peluang pasar yang dapat dipenuhi oleh produk perusahaan maka perusahaan dapat memenuhi selera konsumen yang berati kepuasan bagi konsumen.<br />
Kotler ( 1987, hal. 18 ) seperti diketahui perusahaan hidup dan berkembang dalam suatu lingkungan yang mengitarinya, sehingga faktor lingkungan perlu mendapat perhatian dalam pembuatan keputusan dibidang pemasaran. <br />
Kotler dan Amstrong ( 1992 ).Didalam proses pengambilan keputusan untuk melakukan pembelian sebuah produk, konsumen biasanya melalui tahap – tahap yaitu : pengendalian kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi, alternatif, keputusan pembelian dan perilaku purna jual. Berdasarkan uraian tersebut diatas mendorong peneliti untuk mengetahui lebih jauh tentang bagaimana perilaku konsumen terhadap atribut produk sehingga konsumen memutuskan untuk melakukan pembelian.<br />
<br />
1.2 Rumusan Masalah<br />
Perumusan masalah merupakan hal yang paling penting dalam suatu penelitian, hal ini diperlukan agar batasan masalah menjadi jelas sehingga dapat dijadikan pedoman dalam melakukan penelitian. Adapun perumusan masalah pada penelitian ini adalah :<br />
1. Apakah atribut produk mempunyai pengaruh terhadap perilaku membeli para konsumen kebab di Kebab Turki Baba Rafi ?<br />
2. Seberapa besar pengaruh atribut produk terhadap perilaku membeli konsumen kebab di Kebab Turki Baba Rafi ?<br />
3. Seberapa besar pengaruh kontribusi masing – masing atribut produk terhadap perilaku membeli konsumen kebab di Kebab Turki Baba Rafi ?<br />
4. Atribut produk apakah yang paling dominan besar mempengaruhi konsumen terhadap perilaku membeli kebab di Kebab Turki Baba Rafi ?<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
1.3 Batasan Masalah<br />
Untuk lebih memfokuskan pembahasan dan kejelasan data yang akan dibahas dan dikumpulkan, maka penulis menggunakan batasan – batasan masalah sebagai berikut:<br />
1. Penelitian ditunjukan kepada konsumen yang telah membeli Kebab Turki Baba Rafi.<br />
2. Atribut produk yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :<br />
a. Harga<br />
Harga adalah suatu nilai yang dinyatakan dalam rupiah atau sejumlah pengorbanan berupa uang yang dapat diartikan sebagai harga beli yang berlaku bagi konsumen.<br />
b. Rasa atau aroma<br />
Rasa atau aroma adalah suatu nilai yang terkandung dalam produk yang langsung dapat dinikmati oleh konsumen dan memberikan diri tersendiri dari suatu prodak.<br />
c. Kemasan<br />
Kemasan adalah merupakan wadah atau tempat yang dijadikan pembungkus dari suatu produk.<br />
d. Pelayanan<br />
Pelayanan adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan tujuan untuk memberikan kepuasan kepada konsumen.<br />
<br />
e. Ukuran<br />
Ukuran produk adalah suatu varian bentuk dengan berbagai macam ukuran yang dapat menyesuaikan antara kebutuhannya dengan ukuran produk yang ada.<br />
<br />
1.4 Tujuan Penelitian<br />
Tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah :<br />
1. Untuk mengetahui atribut produk terhadap perilaku membeli di Kebab Turki Baba Rafi.<br />
2. Untuk mengetahui seberapa besar total pengaruh atribut produk terhadap perilaku membeli konsumen di Kebab Turki Baba Rafi.<br />
3. Untuk mengetahui atribut produk yang paling dominan mempengaruhi konsumen terhadap perilaku membeli di Kebab Turki Baba Rafi.<br />
4. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kontribusi masing – masing atribut terhadap perilaku membeli konsumen di Kebab Turki Baba Rafi.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
1.5 Manfaat Penelitian<br />
1. Bagi penulis<br />
Penelitian merupakan kesempatan yang baik untuk menerapkan teori kasusnya di bidang pemasaran ke dalam dunia praktek yang sesungguhnya serta untuk mengembangkan pemikiran mengenai perilaku konsumen terhadap pembelian suatu produk.<br />
2. Bagi perusahaan<br />
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan yang bermanfaat bagi perusahaan untuk mengetahui variabel – variabel mana yang belum sesuai dengan keinginan dan kebutuhan konsumen sehingga perusahaan akan mudah untuk melakukan pengembangan produk.<br />
3. Bagi pihak lain<br />
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi pembaca dan dapat memberikan informasi bagi penelitian lain yang berkaitan dengan bidang pemasaran.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br /></div>
<span style="color: rgb(255 , 0 , 0); font-size: 130%;"><span style="font-weight: bold;">Free download</span></span> <a href="https://drive.google.com/open?id=1UEEsO_A-B3iMdffpz6TTybv8N17VyBKA" target="_blank"><span style="color: rgb(51 , 51 , 255); font-weight: bold;"><blink>Klik Disini</blink></span></a></div>
Perpustakaan Skripsi Onlinehttp://www.blogger.com/profile/04047511595934242909noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-171429821374358138.post-66500049791928844892010-05-14T16:16:00.001+07:002019-06-22T10:13:04.237+07:00PENGARUH ASSET GROWTH, DEBT TO EQUITY RATIO, RETURN ON EQUITY DAN EARNING PER SHARE TERHADAP BETA SAHAM PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK JKT<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<h2 class="title">
</h2>
<div style="border: 0px solid silver; height: 800px; overflow: auto; width: 590px;">
BAB I<br />
PENDAHULUAN<br />
1.1 Latar Belakang.<br />
Semua investasi mengandung unsur ketidakpastian atau risiko. Pemodal atau investor tidak tahu dengan pasti hasil yang akan diperoleh dari investasi yang dilakukan. Dalam keadaan semacam itu dikatakan bahwa pemodal tersebut menghadapi resiko dalam investasi yang dilakukannya. Pada situasi ketidakpastian pemodal hanya bisa mengharapkan tingkat resiko yang akan muncul. Mereka tidak dapat mengetahui dengan pasti tingkat keuntungan yang akan diperoleh. Ketidak pastian atau resiko investasi tersebut diukur dengan penyebaran nilai tingkat keuntungan di sekitar nilai tingkat keuntungan yang diharapkan. Ukuran penyebaran ini adalah deviasi standar atau Variace. Karena itu resiko mempunyai dua dimensi, yaitu menyimpang lebih besar atau lebih kecil dari yang diharapkan.<br />
Para pemodal akan melakukan diversifikasi investasi agar dapat mengurangi resiko yang akan mereka tanggung. Mereka mengkombinasikan berbagai sekuritas dalam investasi mereka. Dengan kata lain, mereka membentuk porofolio. Jadi portofolio tidak lain adalah sekumpulan kesempatan investasi dengan tujuan untuk menurunkan tingkat resiko.<br />
Penurunan tingkat resiko akan efektif jika saham – saham yang membentuk portofolio tersebut mempunyai koefisien korelasi yang rendah. Dengan membentuk portofolio bisa diperoleh suatu kombinasi yang<br />
2<br />
mendominir saham tertentu. Artinya, bisa diperoleh suatu investsi yang memberikan tingkat keuntungan yang sama dengan resiko yang lebih rendah, atau dengan resiko sama memberikan tingkat keuntungan yang lebih tinggi. Portofolio yang mempunyai karakteristik seperti itu disebut sebagai portofolio yang efisien atau efficient frontier.<br />
Setiap portifolio yang terletak pada efficient frontier, merupakan portofolio yang efisien, sehingga tidak bisa mengatakan portofolio mana yang terbaik. Karena bagaimana juga para pemodal pada akhirnya harus memilih salah satu dari berbagai portofolio tersebut. Untuk memilih portofolio – portofolio tersebut tergantung pada preferensi resiko para pemodal.<br />
Walaupun portofolio akan mengurangi resiko, tetapi selama investasi – investasi tersebut tidak mempunyai koefisien korelasi dengan tingkat keuntungan yang negatife sempurna, maka pemodal tidak akan bisa menghilangkan fluktuasi tingkat keuntungan tersebut. Dengan kata lain, semakin bertambah jenis saham dalam suatu portofolio, semakin kecil fluktuasi tingkat keuntungan, yang diukur dari deviasi standart portofolio tersebut. Meskipun demikian, deviasi standart ini tidak bisa mencapi nol. Artinya, meskipun jumlah jenis saham yang membentuk portofolio tersebut ditambah, kita selalu dihadapkan pada suatu resiko tertentu. Resiko yang selalu ada dan tidak bisa dihilangkan dengan diversifikasi ini disebut sebagai resiko sistematis. Sedangkan resiko yang bisa dihilangkan dengan diversifikasi disebut sebagai resiko yang tidak sistemstis.<br />
3<br />
Karena itu ada sebagian resiko yang bisa dihilangkan dengan diversifikasi (resiko tidak sistematis), maka dalam suatu portofolio ukuran resiko sekarang bukan lagi deviasi standart, tetapi hanya resiko yanbg tidak bisa dihilangkan dengan deversifikasi, mereka hanya akan berminat terhadap pengaruh masing – masing saham pada resiko portofolio mereka.<br />
Jika seseorang ingin mengetahui sumbangan suatu saham terhadap resiko suatu portofolio yang dideversifikasi secara baik, maka bukanlah harus melihat seberapa resiko saham tersebut apabila dimiliki secara terpisah, tetapi haruslah diukur resiko pasarnya, yang berarti mengukur kepekaan saham tersebut terhadap perubahan – perubahan pasar. Kepekaan tingkat keuntungan terhadap perubahan – perubahan pasar biasa disebut sebagai Beta.<br />
Bursa Efek Jakarta (BEJ) merupakan pasar modal yang sedang berkembang yang perdagangannya jarang terjadi atau disebut juga dengan pasar yang tipis (thin market). Salah satu konsekuensi thin market adalah terjadinya perdagangan yang tidak sinkron. Hal ini berakibat pada Beta yang bias, sehingga perlu dilakukan koreksi<br />
Beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengoreksi Beta bias adalah metode Scholes dan Williams, Dimson, Fowler dan Rorke, yang menghitung beta dengan menggunakan periode maju (lead) dan periode mundur (lag) dengan hasil nilai rata – rata beta setelah dikoreksi mendekati nilai satu.<br />
4<br />
Oleh karena itu konsep Beta hingga saat ini merupakan konsep yang sangat penting dalam manajemen portofolio. Peran Beta dalam manajemen portofolio pada dasarnya dibagi menjadi tiga peran utama, yaitu<br />
1. Meramalkan risiko sistematis portofolio.<br />
2. Ukuran risiko sistematis yang terjadi (realized market risk).<br />
3. Meramalkan return yang diharapkan dari suatu portofolio.<br />
Dengan dasar itulah maka peneliti merasa tertarik untuk meneliti kejadian diatas. Untuk itu penelitian ini bersifat replikasi dengan mengambil judul<br />
“PENGARUH ASSET GROWTH, DEBT TO EQUITY RATIO, RETURN ON EQUITY DAN EARNING PER SHARE TERHADAP BETA SAHAM PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK JAKARTA PERIODE 2002 – 2004”.<br />
1.2 Rumusan Masalah<br />
Dengan berdasar pada latar belakang diatas dapat ditarik suatu rumusan masalah sebagai berikut ;<br />
1. Apakah asset growth berpengaruh terhadap Beta saham sesudah koreksi?<br />
2. Berapa besar tingkat pengaruh asset growth terhadap Beta saham sesudah koreksi?<br />
3. Apakah debt to equity ratio berpengaruh terhadap Beta saham sesudah koreksi?<br />
5<br />
4. Berapa besar tingkat pengaruh debt to equity ratio terhadap Beta saham sesudah koreksi?<br />
5. Apakah return on equity berpengaruh terhadap Beta saham sesudah koreksi?<br />
6. Berapa besar tingkat pengaruh return on equity terhadap Beta saham sesudah koreksi?<br />
7. Apakah earning per share berpengaruh terhadap Beta saham sesudah koreksi?<br />
8. Berapa besar tingkat pengaruh earning per share terhadap Beta saham sesudah koreksi?<br />
9. Apakah asset growth, debt to equity ratio, return on equity dan earning per share berpengaruh secara bersama – sama terhadap Beta saham sesudah koreksi?<br />
10. Berapa besar tingkat pengaruh asset growth, debt to equity ratio, return on equity dan earning per share terhadap Beta saham sesudah koreksi?<br />
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian<br />
1.3.1 Tujuan penelitian.<br />
Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penelitian ini adalah ingin mengetahui berapa besar tingkat pengaruh asset growth, debt to equity ratio, return on equity dan earning per share terhadap Beta saham sesudah koreksi.<br />
6<br />
1.3.2 Manfaat penelitian.<br />
1. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberi masukan kepada investor, calon investor dan perusahaan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi Beta saham sesudah koreksi sehingga dapat membantu dalam pengambilan keputusan investasi.<br />
2. Bagi penulis, penelitian ini merupakan suatu media untuk menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh selama ini, dengan demikian penulis dapat mengetahui perbedaan dan membandingkan antara teori yang telah dipelajari, bagaimana menerapkannya dan fakta yang terjadi di lapangan.<br />
1.4. Sistematika Penulisan<br />
Skripsi ini disusun dengan sistematika sebagai berikut:<br />
BAB I Pendahuluan.<br />
Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, sistematika pembahasan.<br />
BAB II Landasan Teori.<br />
Bab ini berisi tentang teori-teori yang menjadi dasar pemecahan masalah yang dihadapi antara lain tentang, Pengertian Beta saham, faktor – faktor yang mempengaruhi Beta saham, Penelitian terdahulu dan hipotesis.<br />
7<br />
BAB III Metode Penelitian.<br />
Bab ini berisikan tentang variabel yang dipakai dalam penelitian, pemilihan sampel, data-data penelitian, sumber pengumpulan data, metode pegumpulan data dan rancang pengujian hipotesis serta pernyataan hipotesis.<br />
BAB IV Analisa Data.<br />
Bab ini membahas tentang deskripsi hasil penelitian berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan dan pembahasan hasil penelitian yang telah diuraikan, pengujian dan analisis hipotesis.<br />
BAB V Kesimpulan Dan Saran.<br />
Dalam Bab ini dipaparkan kesimpulan-kesimpulan dari seluruh bahasan penulisan.<br />
<br /></div>
<span style="color: rgb(255 , 0 , 0); font-size: 130%;"><span style="font-weight: bold;">Free download</span></span> <a href="https://drive.google.com/open?id=1TTeAaBo8INfHqPUEf3GXxlamhT001VIl" target="_blank"><span style="color: rgb(51 , 51 , 255); font-weight: bold;"><blink>Klik Disini</blink></span></a></div>
Perpustakaan Skripsi Onlinehttp://www.blogger.com/profile/04047511595934242909noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-171429821374358138.post-23802445547392789582010-05-14T16:14:00.001+07:002019-06-22T10:11:54.589+07:00PENERIMAAN DIRI DAN STRES PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<h2 class="title">
</h2>
<div style="border: 0px solid silver; height: 800px; overflow: auto; width: 590px;">
<span xmlns=""></span>BAB I<br />
PENGANTAR<br />
<br />
A. Latar Belakang Masalah<br />
Setiap perubahan kehidupan atau serangkaian situasi menyebabkan perubahan respon yang meningkatkan resiko terjadinya penyakit atau mempercepat berkembangnya penyakit tersebut. Terdapat beberapa perubahan hidup yang menyebabkan keadaan stres, antara lain : kematian, perkawinan, pertengkaran, penyakit, pekerjaan, perubahan status ekonomi, dan sebagainya. Berbicara mengenai stres yang disebabkan oleh penyakit, disini akan dijabarkan mengenai stres pada penderita diabetes mellitus yang merupakan salah satu penyakit cukup ditakuti.<br />
Salah satu contoh di bawah ini yang diungkapkan oleh Bapak Susilo dalam wawancara dengan penulis pada tanggal 18 Februari 2007 dapat memberikan gambaran bahwa penyakit diabetes mellitus ini juga membutuhkan pemikiran yang cukup serius. Penyakit diabetes mellitus yang diidap sejak 20 tahun yang lalu membuat kehidupan Bapak Susilo berubah. Walaupun diabetes mellitus yang diidap beliau adalah diabetes mellitus tipe II (tidak tergantung insulin) tetapi rutinitas-rutinitas untuk menjaga kesehatan tubuhnya pun tidak kalah rumitnya dengan diabetes tipe I (tergantung insulin). Bapak Susilo harus menjaga pola makannya seperti tidak banyak mengkonsumsi gula maupun makan-makanan yang manis, menjalani diet, banyak berolahraga minimal berjalan kaki, banyak minum air putih dan buah-buahan, tidak lupa pengecekan gula darah minimal 1 bulan sekali. Hari-hari yang terkadang membuat beliau sulit adalah jika harus menghadiri pesta dan bepergian jauh. Beliau harus lebih selektif memilih makanan yang akan dikonsumsinya karena salah memakan makanan dapat menyebabkan gula darahnya naik. Jika hal tersebut terjadi, beliau langsung menjalani pengecekan gula darah. Sepertinya rutinitas-rutinitas tersebut mudah untuk dijalani tetapi terkadang beliau mengalami kejenuhan, seperti ingin bebas dalam mengkonsumsi jenis makanan dan minuman. Aktivitas lain yaitu pekerjaan terkadang menambah beban beliau dalam menjaga kesehatannya. Aktivitas pekerjaan dan pikiran yang terlalu berat akan meningkatkan glukosa dalam darah sehingga beliau harus lebih serius dalam menjaga pola makannya dan mengkonsumsi obat-obatan. Beliau memang jarang mengkonsumsi obat diabetes, beliau lebih cenderung menjaga kesehatannya tanpa bergantung dengan obat-obatan. Maka dari itu, beliau harus lebih optimal dalam menjalani larangan-larangan dan menghindari pikiran berat.<br />
Perlu diingat bahwa Diabetes Mellitus yang kita kenal sebagai penyakit kencing manis, merupakan penyakit keturunan yang menyebabkan gangguan produksi hormon insulin, yaitu suatu zat yang bekerja sebagai petugas pengolah gula. Sebenarnya Diabetes Mellitus tidaklah menakutkan bila diketahui lebih awal, tetapi kesulitan diagnostik timbul karena Diabetes Mellitus datang tenang dan bila dibiarkan akan menghanyutkan pasien kedalam komplikasi fatal. Lebih rumit lagi Diabetes Mellitus tidak menyerang satu alat tubuh saja, tetapi berbagai komplikasi dapat diidap bersamaan dalam satu tubuh (Ranakusuma, 1982).<br />
Miller (Soehardjono, Cokroprawiro, Adi, 2002) menyatakan bahwa penyakit ini merupakan suatu penyakit kronis, sebagaimana lazimnya penyakit kronis sering menimbulkan perasaan tidak berdaya pada diri penderitanya, suatu perasaan bahwa dirinya sudah tidak mampu lagi mengubah masa depannya. Perasaan tidak berdaya timbul karena berbagai macam sebab antara lain karena kondisi kesehatan penderita yang tidak menentu yang diwarnai dengan kesembuhan dan kekambuhan dan kemungkinan juga karena terjadinya kemunduran fisik. Hal tersebut dapat memicu timbulnya stres dalam kehidupan penderita sehingga dapat meningkatkan sakit penderita menjadi bertambah parah dan prognosis menjadi jelek.<br />
Wilkinson G (Soeharjono, Tjokroprawiro, Margono, Tandra, 1993) dalam tulisannya mengatakan bahwa seringkali ditemui adanya gangguan psikologis dan psikiatris pada penderita diabetes mellitus dan biasanya dalam taraf ringan serta seringkali terabaikan dalam pemeriksaan rutin pada klinik diabetes. Dikatakan pula bahwa stres psikologis dan psikososial dapat memberatkan kontrol metabolit pada diabetes ataupun dapat pula merupakan presipitasi (mempercepat) bagi timbulnya diabetes mellitus. Hal tersebut terbukti dari hasil penelitian dalam Soeharjono dkk menyatakan bahwa mereka yang mempunyai kepribadian introvert menunjukkan hasil pengendalian diabetesnya yang lebih baik daripada yang ekstrovert karena mereka lebih sensitive terhadap hukuman atau hadiah yang diberikan oleh orang tua (terutama pada anak) sehingga mereka cepat mencapai pengendalian diabetes dengan baik.<br />
Lustman dkk. (Soeharjono, Tjokroprawiro, Margono, Tandra, 1993) menemukan bahwa penderita dengan gangguan psikiatrik ternyata mengalami metabolik kontrol lebih jelek daripada penderita-penderita yang tidak mempunyai riwayat gangguan psikiatrik. Perubahan psikologis yang disebabkan oleh kontrol metabolik yang dipengaruhi oleh stres antara lain : gangguan pergerakan usus, penyerapan makanan, peredaran darah subcutan dan absorbsi insulin.<br />
Dalam penelitian lain terlihat bahwa stres yang dialami oleh 4 orang subjek remaja penyandang DM TI terkait dengan kedisiplinan dalam melaksanakan menejemen diabetes yang meliputi pelaksanaan diet, suntik insulin, periksa darah, olah raga dan rutinitas pemerikaan kondisi kesehatan oleh tenaga medis professional. Terlihat juga adanya stress yang terkait dengan penerimaan mereka terhadap kondisi yang mereka sandang, perasaan terhadap lingkungan sekitar mereka yang tidak menyandang diabetes dan pandangan mereka terhadap masa depan terkait dengan diabetes mellitus yang mereka sandang (Tanumidjojo, Basoeki, dan Yudiarso, 2004).<br />
Bertolak dari kenyataan bahwa perasaan stres yang dialami seseorang ternyata lebih disebabkan oleh pikiran dan perasaan yang tidak menyenangkan dalam menghadapi stresor kehidupan, kecenderungan berpikir seseorang baik positif maupun negatif akan membawa pengaruh terhadap penyesuaian dan kehidupan psikisnya.<br />
Orang yang cenderung berpikir negatif, pesimis dan irasional akan lebih mudah mengalami stres daripada mereka yang cenderung berpikir positif, rasional dan optimis (Hardjana, 1994). Dengan membentuk sikap positif terhadap suatu keadaan yang tidak menyenangkan, akan membuat seseorang melihat keadaan tersebut secara rasional, tidak mudah putus asa ataupun menghindar dari keadaan tersebut, tetapi justru akan mencari jalan keluarnya. Dengan demikian orang tersebut mempunyai mental yang kuat, yang akan membantunya dalam menghadapi stresor kehidupan (Chaeruni, 1995).<br />
Penelitian Cridder dkk (Chaeruni, 1995) menemukan bahwa dengan memusatkan perhatian pada sisi positif dari suatu keadaan yang sedang dihadapi, akan membuat seseorang menjadi lebih mampu mempertahankan emosi positifnya dan mencegah emosi negatif serta membantu dalam menghadapi situasi yang mengancam dan menimbulkan stres.<br />
Bila stres terus berlanjut pada penderita Diabetes Mellitus akan menimbulkan perubahan-perubahan hemodinamik berupa rasa gelisah, hipertensi, gangguan metabolisme glukosa dan dyslipidemia (Jatno, 1995).<br />
Penyandang diabetes memang dituntut untuk melaksanakan pelbagai rutinitas yang berkaitan dengan pengaturan makan, penyuntikan insulin setiap hari dan pengontrolan glukosa darah. Maka, bila seseorang telah menyandang Diabetes Mellitus akan terjadi perubahan-perubahan pada rutinitis kehidupannya, apalagi apabila sudah dialami dalam waktu cukup lama, biasanya perubahan-perubahan tersebut akan lebih dirasakan. Dalam menghadapi perubahan tersebut, setiap individu akan berespons dan mempunyai persepsi yang berbeda-beda tergantung pada kepribadian dan ketahanan diri terhadap stres, konsep diri dan citra diri, serta penghayatan terhadap menjalani penyakit tersebut, misalnya ada yang merasa marah karena merasa tidak beruntung sehingga cenderung menyalahkan hal-hal atau orang lain disekitarnya atau menyesali nasibnya mengalami Diabetes Mellitus, adapula yang merasa bersalah pada diri sendiri, sehingga merasa sedih dan merasa masa depannya suram. Respon-respon tersebut merupakan beberapa ciri dari seseorang yang memiliki penilaian terhadap diri sendiri yang buruk, penerimaan diri sendiri pun menjadi negatif. Di lain pihak banyak pula individu yang dapat menerima kenyataan bahwa Diabetes Mellitus yang dialami sebetulnya tidak berbahaya, namun tetap harus dihadapi agar tetap hidup lebih nyaman.<br />
Hjelle dan Ziegler (Izzaty, 1996) menyatakan bahwa toleransi terhadap stres yang tinggi merupakan salah satu ciri dari individu yang mampu menerima dirinya. Penerimaan diri ini terbentuk karena individu yang bersangkutan dapat mengenal dirinya dengan baik. Hurlock mengatakan bahwa penerimaan diri inilah yang membuat perilaku individu menjadi well-adjusted yang pada akhirnya memiliki daya tahan yang tinggi terhadap stres (Izzaty, 1996).<br />
Penelitian Tanumidjojo, Basoeki danYudiarso dikatakan bahwa subjek dengan kepribadian yang puas dengan diri sendiri, mudah dituntun, namun memiliki fungsi ego yang lemah dan cenderung menyerah terhadap tekanan, cenderung mengalami stres yang terkait dengan penerimaan diri. Subjek dengan kepribadian yang cemas akan diri sendiri, mudah dituntun, memiliki ego yang cukup kuat namun cenderung menghindar dari tekanan juga mengalami stres yang terkait dengan penerimaan diri (Tanumidjojo, Basoeki, dan Yudiarso, 2004).<br />
Sartain (Andromeda. 2006) mendefinisikan penerimaan diri sebagai kesadaran seseorang untuk menerima dirinya sebagaimana adanya dan memahami dirinya seperti apa adanya. Individu yang memiliki penerimaan diri berarti telah menjalani proses yang menghantarkan dirinya pada pengetahuan dan pemahaman tentang dirinya sehingga dapat menerima dirinya secara utuh dan bahagia.<br />
Karp menambahkan bahwa berbagai masalah psikologis yang dihadapi penderita akan menimbulkan stres bagi penderita. Kehidupan yang penuh stres akan berpengaruh terhadap fluktuasi glukosa darah meskipun telah diupayakan diet, latihan fisik maupun pemakaian obat-obatan dengan secermat mungkin, oleh karena itu masalah-masalah psikologik yang dihadapi penderita diabetes mellitus akan dapat mempersulit pengendalian gula darahnya. Hal tersebut disebabkan terjadinya peningkatan hormon-hormon glucocorticoid, cathecolamine, growth hormon, glicagon dan betaendorphine (Soeharjono, Tjokroprawiro dan Adi, 2002).<br />
Berbagai masalah di atas dapat dilihat adanya hubungan yang erat antara penerimaan diri seseorang dan kemampuan individu dalam menghadapi stressor. Kemudian timbulah assumsi bahwa individu yang memiliki penerimaan diri yang jelek akan mudah mengalami stress, sedangkan individu yang memiliki penerimaan diri yang baik tidak mudah untuk mengalami stres.<br />
<br />
B. TUJUAN PENELITIAN<br />
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji hubungan antara penerimaan diri dengan stres pada penderita Diabetes Mellitus.<br />
C. MANFAAT PENELITIAN<br />
Penelitian ini dapat memberikan masukan yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu psikologi khususnya Psikologi Klinis dan Psikologi Kesehatan dengan memberikan tambahan data empiris yang teruji secara statistik, baik hipotesis tersebut terbukti ataupun tidak.<br />
Secara praktis penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan kepada pihak-pihak terkait seperti masyarakat ataupun keluarga yang mengalami Diabetes Mellitus dalam memandang penyakitnya dan membantu tenaga ahli di bidang kesehatan di dalam memberikan treatment kepada penyandang Diabetes Mellitus.<br />
<br />
D. KEASLIAN PENELITIAN<br />
Penelitian ini merupakan penelitian replikasi dari penelitiaan-penelitian yang terdahulu karena adanya tingkat kesamaan pada salah satu variabelnya. Adapun penelitian-penelitian yang akan digunakan penulis sebagai acuan dalam penulisan penelitian ini antara lain sebagai berikut:<br />
Penelitian sebelumnya “ Hubungan Keasertifan dengan Penerimaan Diri Atas Kecacatan yang Disandang pada Para Penyandang Cacat Tubuh di Pusat Rehabilitasi Penderita Cacat Tubuh (PRPCT) Prof. Dr. Soeharso Surakarta “ telah dilakukan oleh Dwiyani Ratnawati (1990). Penelitian ini menggunakan subjek penyandang cacat tubuh usia remaja sampai dewasa awal yang bertempat di PRPCT Prof.Soeharso Surakarta, dengan hasil semakin tinggi tingkat keasertifan akan semakin tinggi pula penerimaan diri atas kecacatan yang disandang dan dari analisis data selanjutnya menunjukkan bahwa ada perbedaan penerimaan diri atas kecacatan yang disandang antara laki-laki dengan wanita dengan mengendalikan tingkat keasertifan. Hal ini berarti bahwa laki-laki menunjukkan penerimaan diri yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita. Skala yang digunakan adalah skala keasertifan dan skala penerimaan diri.<br />
Penelitian lain dilakukan oleh Atmini Restu Lestari (1994) dengan judul “Tingkat Stres Pada Penderita Penyakit Jantung Iskemik dan Non Iskemik”. Subjek dalam penelitian ini yaitu penderita penyakit jantung, sedang dirawat atau berobat di RS Jantung Harapan Kita Jakarta, dengan hasil kelompok penderita jantung iskemik mempunyai tingkat stress yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok penderita penyakit jantung non iskemik. Penelitian ini menggunakan teknik analisa t-test karena yang akan dianalisis adalah pebedaan reratanya saja. Skala yang digunakan adlah skala stres, dokumentasi dan wawancara.<br />
Penelitian lain seperti “Hubungan antara Berpikir Positif dan Harga Diri dengan Daya Tahan terhadap Stres pada Remaja di SMA N 1 Cirebon” telah dilakukan oleh Chaeruni (1995). Penelitian ini menggunakan subjek siswa SMA N I Cirebon yang berusia 16-18 tahun, dengan hasil semakin tinggi kecenderungan berpikir positif dan harga diri maka akan semakin tinggi pula daya tahan terhadap stres. Penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi berganda. Skala yang digunakan adalah skala berpikir positif, skala harga diri dan skala daya tahan terhadap stres.<br />
Perbedaan mendasar dari ketiga penelitian di atas dengan penelitian ini adalah dari skala yang digunakan, subjek, dan metode analisis datanya.<br />
<br /></div>
<span style="color: rgb(255 , 0 , 0); font-size: 130%;"><span style="font-weight: bold;">Free download</span></span> <a href="https://drive.google.com/open?id=17G3OJTDFqtMmPLCd_wkLqwpgNt3J3tU7" target="_blank"><span style="color: rgb(51 , 51 , 255); font-weight: bold;"><blink>Klik Disini</blink></span></a></div>
Perpustakaan Skripsi Onlinehttp://www.blogger.com/profile/04047511595934242909noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-171429821374358138.post-19341469628455818392010-05-14T16:13:00.001+07:002019-06-22T10:10:28.725+07:00STUDI KUALITAS DAN PENGOLAHAN AIR PADA PENAMPUNGAN AIR HUJAN (PAH) DI DESA HARGOSARI, KECAMATAN TANJUNGSARI, GUNUNGKIDUL MENGGUNAKAN FILTER KARBON AKT<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<h2 class="title">
</h2>
<div style="border: 0px solid silver; height: 800px; overflow: auto; width: 590px;">
BAB I<br />
PENDAHULUAN<br />
1.1. Latar Belakang Masalah<br />
Kabupaten Gunungkidul adalah salah satu kabupaten yang ada di propinsi<br />
Daerah Istimewa Jogjakarta, yang memiliki ibukota Wonosari. Luas wilayah<br />
kabupaten Gunungkidul 1.485,36 km² atau sekitar 46,63% dari luas wilayah<br />
propinsi Daerah Istimewa Jogjakarta. Secara geografi kabupaten Gunungkidul<br />
terletak pada 1100 21' sampai 1100 50' bujur timur dan 70 46' sampai 80 09'<br />
lintang selatan. Wilayah kabupaten Gunungkidul dibagi menjadi 18 kecamatan<br />
dan 144 desa, salah satunya adalah desa Hargosari, kecamatan Tanjungsari yang<br />
berada di wilayah paling selatan berbatasan langsung dengan Samudera Hindia.<br />
Kabupaten Gunungkidul merupakan kawasan bagian ekosistem karst yang<br />
terbentang sepanjang perbukitan Gunungsewu mulai dari kabupaten Kebumen<br />
Jawa Tengah hingga Pacitan Jawa Timur.<br />
Dengan melihat letak geografi, ekosistem, dan kenyataan yang ada<br />
wilayah kabupaten Gunungkidul pada umumnya dan desa Hargosari pada<br />
khususnya merupakan wilayah yang sering mengalami krisis air bersih walaupun<br />
memiliki curah hujan cukup tinggi. Hal ini disebabkan sifat batuan karst yang<br />
sangat mudah menyerap air hujan, dan pada lapisan bawah permukaan<br />
membentuk alur aliran sungai bawah tanah.<br />
Untuk masyarakat pedesaan terutama di daerah pengunungan karst seperti<br />
di wilayah desa Hargosari memenuhi kebutuhan air dengan mengandalkan sumber<br />
air tanah kemungkinannya sangat kecil. Di Gunungkidul banyak terdapat sungai<br />
bawah tanah, tetapi untuk memanfaatkan airnya diperlukan biaya yang besar dan<br />
teknologi yang tinggi.<br />
Sumber air di desa Hargosari sampai saat ini berasal dari tiga macam yaitu<br />
: air dari jaringan PDAM, embung atau telaga dan air hujan yang ditampung<br />
melalui atap rumah kedalam bak-bak penampungan. Secara kuantitas dari ketiga<br />
sumber air tersebut belum dapat mencukupi kebutuhan air bagi masyarakat<br />
2<br />
2<br />
Hargosari secara merata, walaupun selama ini masyarakat Hargosari juga<br />
mendapatkan air bersih dengan membeli air dari tangki-tangki penjual air yang<br />
dijual keliling. Secara ekonomis banyak masyarakat yang sangat keberatan jika<br />
harus membeli air dari tangki-tangki penjual air karena harganya yang mahal<br />
terutama kalangan ekonomi lemah. Berbeda dengan masyarakat yang mampu dari<br />
segi ekonomi mereka membuat bak penampungan air hujan yang besar untuk<br />
menampung air hujan sehingga tidak mengeluarkan dana yang lebih besar lagi<br />
untuk membeli air tiap tahunnya.<br />
Air hujan adalah air yang menguap karena panas dan dengan proses<br />
kondensasi (perubahan uap air menjadi tetes air yang sangat kecil) membentuk<br />
tetes air yang lebih besar kemudian jatuh kembali ke permukan bumi. Pada waktu<br />
berbentuk uap air terjadi proses transportasi (pengangkutan uap air oleh angin<br />
menuju daerah tertentu yang akan terjadi hujan). Ketika proses transportasi<br />
tersebut uap air tercampur dan melarutkan gas-gas dan senyawa lain yang ada di<br />
udara. Karena itulah, air hujan mengandung debu, bakteri, serta berbagai senyawa<br />
yang terdapat dalam udara. Jadi, kualitas air hujan akan banyak dipengaruhi oleh<br />
keadaan lingkungannya.<br />
Pemanenan air hujan ( rainwater harvesting ) sudah banyak dilakukan<br />
sejak lama khususnya dipedesaan dimana sumber air lainnya yaitu air tanah tidak<br />
mencukupi, atau pengadaannya terlalu mahal. Pemanenan air hujan dilakukan<br />
untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan ternak, terutama menjelang dan<br />
selama musim kemarau panjang. Cara yang dilakukan yaitu dengan pengumpulan<br />
air hujan yang mengucur dari atap rumah. Untuk skala besar pemanenan air hujan<br />
dapat dilakukan di daerah tangkapan air. (Suripin, 2002). Bahkan di Palestina dan<br />
Greece (Yunani) pemanenan air hujan sudah dilakukan sejak 4000 tahun yang<br />
lalu. (Torres, www.oas.org).<br />
3<br />
3<br />
Sebagai bahan kajian adalah data curah hujan tahunan di wilayah<br />
kecamatan Tanjungsari selama 20 tahun terakhir :<br />
Tabel 1. Data curah hujan kecamatan Tanjungsari<br />
Tahun Curah hujan tahunan(mm) Bulan basah Bulan kering<br />
1988 2327 6 6<br />
1989 2741 9 3<br />
1990 2414 8 4<br />
1991 1676 5 7<br />
1992 5121 9 3<br />
1993 3039 6 6<br />
1994 3139 5 7<br />
1995 5954 9 3<br />
1996 3332 7 5<br />
1997 1986 6 6<br />
1998 5140 10 2<br />
1999 2441 6 6<br />
2000 2892 6 6<br />
2001 2641 7 5<br />
2002 1351 5 7<br />
2003 1982 5 7<br />
2004 1436 6 6<br />
2005 1450 5 7<br />
2006 1640 4 8<br />
2007 1615 6 6<br />
Jumlah 54317 130 110<br />
Rata-rata 2715,85 6,5 5,5<br />
Sumber : Dinas pertanian kabupaten Gunungkidul tahun 2008<br />
Menurut klasifikasi iklim metode Schmidt – Ferguson dengan<br />
membandingkan rara-rata bulan kering dan rata-rata bulan basah, maka kabupaten<br />
Gunungkidul masuk tipe D </div>
<span style="color: rgb(255 , 0 , 0); font-size: 130%;"><span style="font-weight: bold;">Free download</span></span> <a href="https://drive.google.com/open?id=1M-Ya4WloO6C7TjKLesRH78SGeB0s9jWd" target="_blank"><span style="color: rgb(51 , 51 , 255); font-weight: bold;"><blink>Klik Disini</blink></span></a></div>
Perpustakaan Skripsi Onlinehttp://www.blogger.com/profile/04047511595934242909noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-171429821374358138.post-37489437632951673112010-05-14T16:12:00.001+07:002019-06-22T10:09:34.361+07:00PEMANFAATAN LIMBAH BAHAN BERNAHAYA DAN BERACUN PT.PERTAMINA UP IV CILACAP JAWA TENGAH SEBAGAI BATA TAHAN API (TEKNIK SOLIDIFIKASI)<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<h2 class="title">
</h2>
<div style="border: 0px solid silver; height: 800px; overflow: auto; width: 590px;">
BAB I<br />
PENDAHULUAN<br />
1.1 Latar Belakang<br />
PT. PERTAMINA UP IV Cilacap adalah industri yang mengelola minyak dan gas<br />
bumi di Indonesia, menghasilkan limbah dengan jenis dan karakteristik yang berbeda-beda.<br />
Dimana unit pengolahan minyak dan kapasitasnya adalah 348.000 barrel/hari. Proses<br />
pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) di PT. Pertamina (Persero) UP-IV<br />
Cilacap terlihat dengan adanya prosedur pengelolaan limbah B3 dalam bentuk tata kerja<br />
organisasi nomor B-013/E-14900/2006-SO dengan pihak LLKK sebagai operasional utama<br />
dalam kegiatannya dan ditunjang dengan tata kerja organisasi dan tata kerja individu yang<br />
lain di lingkungan PT. Pertamina UP-IV Cilacap.<br />
PT. PERTAMINA UP-IV Cilacap menghasilkan limbah tatoray spent catalyst TA-5<br />
sebanyak 67.890,7 ton, sandblasting, alumina, ceramicball, clay dan glasswall yang<br />
tersimpan dalam gudang penyimpanan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) sejak<br />
tahun 2004. Limbah selalu menimbulkan masalah bagi lingkungan, apalagi jika tergolong<br />
kategori bahan berbahaya dan beracun (B3). Maka perlu adanya perlindungan lingkungan<br />
lebih lanjut. Penanganan limbah B3 diserahkan kepada PT. Persada Pamunah Limbah<br />
Industri (PPLI) dan membutuhkan biaya cukup besar. Penanganan limbah bisa dilakukan<br />
dengan tidak membutuhkan biaya besar yaitu dengan memanfaatkan limbah B3 menjadi<br />
bahan bangunan seperti batu bata (brick), paving block, beton, ceramic, merchandise,<br />
furniture dll.<br />
Dengan melakukan pemanfaatan limbah B3 PT. Pertamina UP-IV Cilacap yaitu<br />
limbah TA5, limbah sandblasting dan limbah alumina sebagai bata tahan api diharapkan<br />
kualitas bahan bangunan dapat diwujudkan. Pemanfaatan limbah pada bahan bangunan<br />
dapat mengurangi pencemaran terhadap makhluk hidup dan lingkungan. Serta<br />
menghasilkan alternatif bahan bangunan yang ramah lingkungan.<br />
Sifat keamanan dan kenyamanan dalam suatu bahan bangunan harus diperhatikan<br />
guna memperhatikan keselamatan masyarakat contohnya kebakaran. Kebakaran sering<br />
menimbulkan berbagai akibat yang tidak diinginkan baik yang menyangkut kerugian<br />
materil, kerusakan lingkungan, dan menimbulkan ancaman bagi keselamatan jiwa manusia.<br />
Pada bangunan gedung tinggi, pencegahan dan penanggulangannya terhadap bahaya<br />
kebakaran sangat penting, karena bangunan gedung tinggi merupakan suatu sistem yang<br />
kompleks dimana pengamanannya terhadap bahaya kebakaran sangat diutamakan.<br />
Limbah TA-5 adalah limbah katalis dalam proses yang terjadi di unit tatoray.<br />
Katalis ini berbentuk pellet, berwarna hitam dan tidak berbau. Limbah ini mengadung silica<br />
dan alumina. Limbah sandblasting adalah pasir yang mengandung pasir silica berwarna<br />
coklat muda, pasir ini digunakan pada proses penggolontoran sehingga pasir ini langsung<br />
terkontaminasi dengan minyak yang mengandung limbah. Sedangkan limbah alumina<br />
bersifat tidak larut dalam air dan organik cair dan sangat ringan. Dapat larut dalam asam<br />
kuat dan alkali. Unsur silica pada pasir dan unsur alumina pada tanah liat baik digunakan<br />
dalam pembuatan bata tahan api karena sifat kedua unsur adalah tahan api.<br />
Seiring perkembangan teknologi, pengunaan batu bata semakin menurun.<br />
Munculnya material-material baru seperti gypsum, bambu yang telah diolah, cenderung<br />
lebih dipilih karena memiliki harga lebih murah dan secara arsitektur lebih indah.<br />
Penggunaan tanah liat yang berlebihan dan sedikit pasir akan berakibat bata akan menyusut<br />
dan retak lebih cepat selama pengeringan dan pembakaran bata. Pasir yang terlalu banyak<br />
juga akan mengakibatkan tidak ada lekatan antar butir-butirnya sehingga bata menajdi<br />
rapuh dan lemah. Sedikit mengandung kapur berguna untuk membantu proses pelelehan<br />
pasir saat pembakaran dan mengikat butir-butir tanah. Apabila terlalu banyak kapur, bata<br />
menjadi mudah retak. Oksida besi juga sedikit digunakan untuk memperbaiki proses<br />
pembakaran dan memberi warna merah setelah pembakaran (Tjokrodimulyo,1995).<br />
Limbah TA 5, limbah sandblasting dan limbah alumina mengandung silica dan<br />
alumina, dimana jika kadar silica dan alumina diperbanyak, kolaborasi dengan bahan<br />
bangunan lainnya bisa menghasilkan bahan yang tahan api. Ini karena sifat alumina dan<br />
silica yang tahan terhadap suhu tinggi yaitu alumina 2000°C dan silica 1700°C. Limbah<br />
TA-5, sandblasting dan alumina dimanfaatkan sebagai bahan campuran pembuatan bata<br />
tahan api melalui proses solidifikasi. Untuk itu perlu diteliti komposisi campuran limbah<br />
yang tepat dalam pembuatan bata.<br />
1.2 Rumusan Masalah<br />
Dari latar belakang diatas didapatkan rumusan masalah yang akan dibahas dalam<br />
penelitian lebih lanjut adalah sebagai berikut:<br />
1. Apakah limbah TA-5, sandblasting dan alumina yang dimanfaatkan untuk<br />
pembuatan bata tahan api memiliki nilai uji kuat tekan yang sesuai dengan standar<br />
bata dan pasaran?<br />
2. Apakah limbah TA-5, sandblasting dan alumina yang dimanfaatkan untuk<br />
pembuatan bata tahan api dapat mengimobilisasi logam-logam berat?<br />
3. Berapakah konsentrasi unsur-unsur logam berat pada limbah TA-5, sandblasting<br />
dan alumina yang terlepas setelah dibuat bata tahan api pada waktu pengujian<br />
TCLP?<br />
4. Bagaimana pengaruh penambahan komposisi limbah TA-5, sandblasting dan<br />
alumina terhadap kualitas bata tahan api yang dihasilkan?<br />
5. Bagaimana perbandingan nilai produksi pembuatan bata tahan api dengan<br />
menggunakan limbah TA-5, sandblasting dan alumina dibandingkan dengan bata di<br />
pasaran?<br />
1.3 Tujuan Penelitian<br />
Berdasarkan permasalahan yang ada maka penelitian ini bertujuan:<br />
1. Untuk mengetahui konsentrasi logam berat pada limbah TA-5, sandblasting dan<br />
alumina yang terlepas setelah disolidifikasi menjadi bata tahan api.<br />
2. Untuk mengimobilisasi logam-logam berat pada limbah TA-5, sandblasting dan<br />
alumina setelah disolidifikasi menjadi bata tahan api.<br />
3. Untuk mengetahui sifat fisik yaitu pengujian kuat tekan bata tahan api dari limbah<br />
TA-5, sandblasting dan alumina.<br />
4. Untuk mengetahui nilai produksi yang dikeluarkan dalam pembuatan bata tahan api<br />
dengan menggunakan campuran limbah TA-5, sandblasting dan alumina dan<br />
dibandingkan dengan bata di pasaran.<br />
5. Untuk mengetahui apakah pemanfaatan campuran limbah TA-5, sandblasting dan<br />
alumina dapat mempengaruhi kualitas bata menjadi tahan api.<br />
1.4 Manfaat Penelitian<br />
Pemanfaatan limbah TA-5, sandblasting dan alumina dalam pembuatan bata<br />
diharapkan akan memberikan manfaat:<br />
1. Limbah TA-5, sandblasting dan alumina dari PT. Pertamina UP IV Cilacap dapat<br />
dimanfaatkan sebagai bata tahan api.<br />
2. Pemanfaatan limbah TA-5, sandblasting dan alumina untuk pembuatan bata tahan<br />
api dapat meminimalkan unsur-unsur logam berat dan meningkatkan keamanan dan<br />
keselamatan bahan bangunan.<br />
3. Dapat mengurangi pencemaran terhadap makhluk hidup dan lingkungan. Serta<br />
menghasilkan alternatif bahan bangunan yang ramah lingkungan.<br />
1.5 Batasan Masalah<br />
Sesuai dengan tujuan penelitian, agar penelitian ini lebih mudah perlu adanya<br />
batasan-batasan sebagai berikut :<br />
1. Limbah padat yang digunakan pada penelitian ini berasal dari limbah TA-5,<br />
sandblasting dan alumina PT. PERTAMINA UP IV Cilacap.<br />
2. Bahan tambahan pembuatan bata yaitu: feldspar, kaolin, fireclay dan air yang<br />
berasal dari studio keramik PPPPTK Seni dan Budaya Kesenian Yogyakarta.<br />
Sedangkan andesite (batu vulkanik) diperoleh dari Jl. Magelang km 16 Yogyakarta.<br />
3. Metode pengujian kekuatan produk yang dilakukan mengacu pada metode SNI dan<br />
ASTM.<br />
4. Tungku Pembakaran bata tahan api di lakukan di studio keramik PPPPTK Seni dan<br />
Budaya Kesenian Yogyakarta dengan suhu 1.200°C.<br />
<br /></div>
<span style="color: rgb(255 , 0 , 0); font-size: 130%;"><span style="font-weight: bold;">Free download</span></span> <a href="https://drive.google.com/open?id=1Tpqq-R5LaZwMCCtx_42vzVUuqj9Rge7h" target="_blank"><span style="color: rgb(51 , 51 , 255); font-weight: bold;"><blink>Klik Disini</blink></span></a></div>
Perpustakaan Skripsi Onlinehttp://www.blogger.com/profile/04047511595934242909noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-171429821374358138.post-39212514469835315252010-05-14T16:11:00.001+07:002019-06-22T10:05:27.777+07:00PEMANFAATAN LIMBAH ALUMINA DAN SANDBLASTING PT. PERTAMINA UP IV CILACAP SEBAGAI BAHAN PEMBUATAN WALL PANEL<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<h2 class="title">
</h2>
<div style="border: 0px solid silver; height: 800px; overflow: auto; width: 590px;">
BAB I<br />
PENDAHULUAN<br />
1.1 Latar belakang<br />
Salah satu kegiatan pembangunan yang dilaksanakan adalah kegiatan produksi minyak mentah (Crude Oil) menjadi produk jadi yang siap di gunakan masyarakat serta dapat di eksport berupa produk yang bisa dimanfaatkan, selain dapat menghasilkan devisa negara juga sebagai modal untuk pembangunan bangsa dan negara, kegiatan tersebut juga menghasilkan limbah dari kegiatan pemprosesan, penimbunan minyak bumi yang relatif masih tinggi dan beberapa senyawa lainnya seperti senyawa yang mengandung sulfur, nitrogen, oksigen dan logam-logam termasuk logam berat.<br />
Upaya-upaya perlindungan lingkungan hidup akibat dari suatu kegiatan dapat dilakukan dengan cara mengembangkan dampak-dampak negatif yang dapat ditimbulkan terhadap lingkungan hidup. Salah satu upaya perlindunagan lingkungan hidup untuk tetap menjaga kualitas lingkungan hidup akibat dari pengolahan minyak bumi, pemerintahan juga telah mengeluarkan beberapa peraturan perundangan-undangan lingkungan hidup.<br />
Keberhasilan didalam lingkungan hidup ditentukan oleh kemampuan suatu pemrakarsa kegiatan tersebut untuk memenuhi kriteria baku mutu lingkunagn, baku mutu limbah dan persyaratan lain yang telah ditetapkan oleh pemerintahan melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku.<br />
Tercapainya evaluasi pengelolaan limbah padat kilang PT. Pertamina UP IV Cilacap, yang berupa Spent Clay Kilang Paraxylene, Spent Catalyst TA-4 dan Spent Adsorbent MR-3 yang memenuhi Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah B3 yang diikuti penjelasannya pada PP. 85 Tahun 1999.<br />
Dari Pertamina UP IV Cilacap sendiri menghasilkan alumina 62 drum/hari atau 13427.6 Kg/hari, yang bersumber dari KPC. Beberapa penelitian telah<br />
1<br />
dilakukan untuk pengolahan limbah padat yaitu dengan jalan memanfaatkan limbah padat tersebut untuk pembuatan berbagai produk seperti bahan bangunan, namun sampai saat ini, masih terbentur pada aturan yang mengisyaratkan bahwa limbah industri dari migas tergolong dalam limbah B3.<br />
Permasalahan limbah sering menjadi permasalahan bagi industri-industri yang dalam proses produksinya menghasilkan limbah. Apalagi limbah yang dihasilkan termasuk kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (limbah B3). Selama ini pengananan limbah B3 diserahkan kepada PT. Persada Pemunah Limbah Industri (PPLI) yang membutuhkan biaya cukup besar. Untuk meminimalisasi biaya yang disebabkan oleh penanganan limbah ini, alangkah lebih baik jika limbah ini dimanfaatkan untuk keperluan yang lebih berguna sehingga lebih efektif dan bernilai ekonom.<br />
Alumina terjadi dalam 2 bentuk kristal yaitu alpha alumina dan gamma alumina. Bubuk alumina terbentuk dari pencampuran kristal alumina; putih alami. Alumina didistribusikan secara luas di alam. Limbah alumina berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai produk bahan bangunan. Alumina digunakan dalam keramik untuk pewarnaan dan pabrik bahan-bahan kimia tanah liat yang mengandung alumina digunakan dalam keramik, flafon, batu bata, wall panel, furnitur dan marcindes.<br />
Salah satu teknik pengerasan dari stabilisasi/solidkasi (S/S) adalah dengan menggunakan bahan pengikat berupa semen. Dalam penelitian terjadi proses pencampuran antara limbah dengan semen dan diperam dalam beberapa waktu pemeraman. Penelitian dilakukan untuk mengevaluasi faktor-faktor penentu keefektifan proses stabilisasi/solidifikasi.<br />
Makin meningkatnya kebutuhan perumahan saat ini menyebabkan kebutuhan akan bahan bangunan semakin meningkat pula. Seperti kita ketahui bersama, bahan yang digunakan untuk bangunan terdiri dari bahan-bahan atap, dinding dan lantai. Saat ini bahan-bahan bangunan yang terbuat dari semen seperti genteng beton, conblock dan paving block sudah banyak digunakan oleh masyarakat luas. Yang menjadi permasalahan adalah bagaimana kita dapat membuat bahan-bahan tersebut dengan harga yang relatif murah tanpa<br />
2<br />
mengurangi mutunya. Untuk menjawab permasalahan tersebut di atas, maka Puslitbang Permukiman sejak tahun 1972 telah meneliti dan mengembangkan pemanfaatan bahan limbah untuk bahan bangunan dengan tujuan : menunjang pengadaan bahan bangunan, menunjang program pemerintah dalam usaha memenuhi kebutuhan komponen bahan bangunan, kemungkinan berdirinya usaha kecil yang memproduksi komponen bangunan, memberikan nilai tambah bagi pengelola limbah, ikut mengatasi problem industri dan terciptanya lapangan kerja baru.<br />
Hal ini dikarenakan berbagai faktor antara lain : sejalan dengan bertambahnya kebutuhan bahan bangunan, maka kebutuhan terhadap wall panel (papan penyekat) akan bertambah juga. Oleh karenanya perlu di cari bahan – bahan yang murah yang kira – kira dapat memenuhi persyaratan, misalnya dengan membuat wall panel dari limbah alumina, sandblasting, sodium bikarbonat, bentonite, volcano stone dan epoksi.<br />
1.2 Rumusan Masalah<br />
Menurut latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas maka, dapat ditarik rumusan masalah yaitu :<br />
a. Apakah dengan solidifikasi terhadap limbah alumina dan sandblasting mampu mengimmobilisasi logam-logam berat yang terlepas pada lingkungan?<br />
b. Berapa konsentrasi unsur-unsur logam berat yang terlepas setelah dibuat wall panel dengan melakukan uji TCLP?<br />
c. Berapa penambahan optimal komposisi limbah alumina dan sandblasting terhadap kualitas wall panel yang dihasilkan?<br />
1.3 Tujuan Penelitian<br />
Berdasarkan dari rumusan masalah tersebut di atas maka dapat di rumuskan tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini, yaitu :<br />
a. Untuk mengetahui solidifikasi terhadap limbah alumina dan sandblasting mampu mengimmobilisasi logam-logam berat yang terlepas pada lingkungan.<br />
3<br />
b. Untuk mengetahui konsentrasi unsur-unsur logam yang terlepas setelah dibuat wall panel dengan melakukan uji TCLP.<br />
c. Untuk mengetahui penambahan optimal komposisi limbah alumina dan sandblasting terhadap kualitas wall panel yang dihasilkan<br />
1.4 Batasan Masalah<br />
Dari rumusan masalah yang ditentukan dan agar penelitian dapat berjalan sesuai dengan keinginan sehingga tidak terjadi penyimpangan, maka batasan masalah pada penelitian ini adalah :<br />
a. Limbah padat yang digunakan pada penelitian ini yaitu limbah alumina dan sandblasting berasal dari PT. Pertamina UP IV Cilacap.<br />
b. Pada penelitian ini menggunakan parameter uji TCLP, uji pH dan uji kuat lentur untuk pengujian produk yang dihasilkan berupa wall panel.<br />
c. Pada penelitian ini parameter logam berat yang digunakan yaitu unsur Tembaga (Cu), Seng (Zn), Kromium (Cr) dan Timbal (Pb).<br />
d. Benda uji berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran panjang 30 cm, lebar 13 cm serta memiliki ketebalan 1 cm.<br />
1.5 Manfaat Penelitian<br />
Manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah :<br />
a. Memberikan data atau informasi tentang pengolahan limbah dengan teknologi solidifikasi sebagai produk wall panel sehingga dapat menggimmobilisasi logam berat yang lepas yang terlepas pada lingkunagan.<br />
b. Memberikan informasi penambahan limbah alumina dan sandblasting yang optimal dari segi uji TCLP, uji pH dan uji kuat lentur.<br />
c. Memberikan alternatif penyelesaian permasalahan limbah alumina dan sandblasting dengan cara pembuatan wall panel.<br />
4<br />
<br /></div>
<span style="color: rgb(255 , 0 , 0); font-size: 130%;"><span style="font-weight: bold;">Free download</span></span><a href="http://diskusiskripsi.com/freedownload/36.rar"> </a><a href="https://drive.google.com/open?id=1FzKQJu6v9voDi6QItMtHPDBvueA2c3pE" target="_blank"><span style="color: rgb(51 , 51 , 255); font-weight: bold;"><blink>Klik Disini</blink></span></a></div>
Perpustakaan Skripsi Onlinehttp://www.blogger.com/profile/04047511595934242909noreply@blogger.com