Asean Charter

Perhelatan besar Perhimpunan Bangsa-Bangsa se-Asia Tenggara (ASEAN) dalam usia ke-40 mencatat sejarah baru, dengan ditandatanganinya Piagam ASEAN (ASEAN Chater) yang bisa menjadi perekat negara-negara di kawasan ini.

Prosesi penandatangan Piagam ASEAN yang dilaksanakan pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-13 ASEAN (13th ASEAN Summit) di Singapura, pada Selasa, 20 November 2007 bisa jadi sebagai pertanda kawasan ASEAN memasuki babak baru dalam beroganisasi, bermitra, bertentangga, bahkan bersaudara.

Dengan tema “One ASEAN at the Heart of Dynamic Asia”, sejumlah poin penting yang diusung Piagam ASEAN yang terdiri dari 13 bab dan 55 pasal itu adalah menjaga dan meningkatkan perdamaian dan keamanan di kawasan, membentuk pasar tunggal berbasis produksi yang kompetitif dan terintegrasi secara ekonomi, memperkuat demokrasi dan tata kelola pemerintahan yang baik, serta menegakkan aturan hukum dengan mengedepankan Hak Asasi Manusia (HAM).

Piagam yang ditandatangani sepuluh kepala negara dan pemerintahan ASEAN itu juga menekankan prinsip tidak campur tangan (non-interference) dalam masalah internal anggota ASEAN.

Sedangkan terkait dengan isu lingkungan, piagam ini menyerukan pembangunan berkelanjutan untuk melindungi lingkungan, sumber daya alam dan warisan budaya.

Meminjam istilah Dirjen Kerjasama ASEAN Departemen Luar Negeri, Dian Triansyah Djani, “Piagam ASEAN ibarat surat nikah bagi anggota ASEAN yang mampu makin merekatkan hubungan yang selama ini berdansa-dansi”. Tidak tangung-tanggung, Piagam ASEAN juga ditambah dengan “mahar” yaitu deklarasi, kerja sama di bidang ekonomi (ASEAN Economic Community), kerja sama keamanan (ASEAN Security Community) dan kerja sama di bidang sosial dan budaya (ASEAN Socio-Cultural Community).

Cukupkah sampai di situ? Tentu Piagam ASEAN sebagai suatu produk yang menjadi ketentuan dasar tidak ditelurkan begitu saja, namun harus diratifikasi. Ratifikasi memang menjadi syarat utama dalam implementasi Piagam ASEAN, tanpa itu semua jargon-jargon yang menjadi program tidak akan berguna, alias mubazir.

Mantan Menteri Luar Negeri Ali Alatas mengatakan, seluruh negara ASEAN harus secepatnya meratifikasinya, sehingga dapat dipraktikkan dalam menghadapi masalah ASEAN ke depan.

Masalahnya, kelemahan ASEAN selama ini terletak pada minimnya implementasi perjanjian, tanpa harus takut akan dikenai sanksi. Sehingga dengan piagam itu, suatu saat akan ada sebuah badan yang bertugas meneliti negara maja saja misalnya, yang tak menjalankan perjanjian.

Dengan kata lain, Piagam ASEAN akan mengubah filosofi ASEAN dan juga cara kerjanya, yang selama ini hanya didasarkan pada konsensus, yang terbukti hanya merupakan janji-janji kosong.

Selama 40 tahun, ASEAN tidak memiliki sesuatu yang legal atau tidak memiliki suatu “binding commitment” (komitmen yang mengikat) di mana suatu hal boleh dilaksanakan tapi tidak dilaksanakan juga boleh. Dengan kata lain, Ali Alatas yang merupakan anggota kelompok pakar Piagam ASEAN (Eminent Person Group on ASEAN Charter), Piagam ASEAN akan mengubah filosofi ASEAN dan juga cara kerjanya, yang selama ini hanya didasarkan pada konsensus.

Pengamat politik dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Kusnanto Anggoro mengatakan, ASEAN Charter diharapkan menjadikan ASEAN sebagai ‘legal personality’, ‘ASEAN rule-based organization’, yang menegaskan kembali tujuan dan prinsip-prinsip ASEAN, mekanisme penyelesaian sengketa (dispute-settlement mechanism), kerangka hukum yang lebih kuat untuk mencapai Komunitas ASEAN.

Sejak berdiri tahun 1967, perekonomian ASEAN berkembang pesat dengan menguasai sekitar 60 persen perdagangan dunia. Menurut data Sekretariat ASEAN nilai perdagangan Asean dengan mitra global per tahun mencapai lebih dari 1,44 triliun dolar AS.

Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, ASEAN merupakan salah satu kekuatan ekonomi baru dengan segala keunggulannya, yang suatu saat bisa menyamai ekonomi di kawasan Uni Eropa. Namun masalah yang dihadapi adalah di antara negara-negara tersebut tingkat ekonominya berbeda-beda. Jika dikelompokkan, enam negara berpredikat lebih, selebihnya yaitu Myanmar, Laos, Vietnam dan Kamboja ekonominya lebih kecil.

Untuk itu harus ada komitmen membentuk “spesial fund” bagi negara yang ekonominya lebih kecil. Hal ini juga pernah dilakukan di Uni Eropa, ketika pertama masuk Irlandia, Portugal, Yunani, masih lebih terbelakang dibanding Perancis, Jerman, Belanda maupun Inggris. Ini bisa mendorong terjadinya kesetaraan antara anggota, sehingga tidak sulit mengimplementasikan berbagai ide-ide cemerlang dalam memajukan ASEAN.



Isu Myanmar

Pada penyelengaraan KTT ASEAN ke-13 yang berlangsung pada 18-22 November 2007 ini, fokus pemberitaan media massa tertuju pada Myanmar menyusul gejolak politik yang belum ada tanda-tanda berkesudahan di negeri junta militer tersebut. Kondisi politik di Myamar diduga akan mengganggu upaya ratifikasi Piagam ASEAN.

Meski Myanmar menandatangani Piagam ASEAN tersebut, namun sejumlah pihak bahkan negara yang tergabung di dalam ASEAN mengkhawatirkan ratifikasi Piagam ASEAN dapat direalisasikan dalam setahun.

Sebelumnya, sejumlah kalangan mengkhawatirkan bahwa Pilipina tidak bersedia meratifikasi piagam tersebut menyusul protes dari dewan legislatif negara itu yang tidak berkenan sebelum rezim Myanmar mengembalikan demokrasi dan membebaskan tokoh oposisi Aung San Suu Kyi.

PM Singapura Lee Hsien Loong jelas-jelas menolak adanya sikap negara yang tidak konsisten. “Jika suatu negara tidak meratifikasi Piagam Charter hingga tahun depan itu merupakan sikap yang munafik (hypocrite), tetapi saya berharap hal itu tidak terjadi,” kata Lee Hsien.

Tentu semua pihak berharap Piagam ASEAN yang telah diratifikasi bisa menjadi alat untuk mencari jalan keluar penyelesaian Myanmar. Menurut Ali Alatas, ratifikasi bisa menjadi pekerjaan mudah, karena merupakan kewajiban seluruh anggota ASEAN yang telah menandatanganinya.

Dalam menyelesaikan masalah Myanmar, memang ada sikap yang mendua, di satu sisi negara itu menjadi bagian dari ASEAN, tetapi di sisi lain Myamar lebih percaya diri diselesaikan melalui forum PBB.

Bisa jadi tak menjadi soal benar buat Myanmar menandatangani Piagam ASEAN. Karena, sebelum diimplementasikan butuh waktu setidaknya setahun meratifikasinya. Mulai pekanya ASEAN terhadap anggota-anggotanya, terlihat dari upaya membentuk badan HAM regional yang nantinya menangani banyak persoalan di Myanmar.

Ini berarti ASEAN tidak berhenti melakukan pendekatan kepada Myanmar, karena negara itu salah satu negara anggota dari ASEAN, sehinga ASEAN berkewajiban terus-menerus untuk mencari penyelesaian.

Ali Alatas menargetkan ratifikasi bisa direalisasikan dalam setahun sehingga pada KTT ASEAN ke-14 di Bangkok tahun 2008 bisa diumumkan pengoperasiannya. Tentu tidak ada jaminan, bahwa selain Pilipina tidak ada negara ASEAN yang tidak akan meratifikasi.

Indonesia misalnya yang disebut-sebut berperan cukup besar atas terciptanya Piagam ASEAN, justru masih tanda tanya karena ratifikasi harus disetujui DPR-RI.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sendiri mengakui bahwa anggota parlemen RI sekarang sudah semakin kritis dalam menilai permasalahan yang dihadapi negara dan memberi masukan terbaik bagi pemerintah. “Karena kerjasama ASEAN juga ada melibatkan kerjasama antarparlemen maka diharapkan ratifikasi bisa selesai dalam satu tahun. Harus ada langkah khusus bagaimana memaparkan, membahas secara substantif, demi kepentingan rakyat,” ujar Presiden.

Tentu harus diakui Piagam ASEAN belum sepenuhnya sempurna dan belum ideal bagi para anggotanya. Namun ini merupakan suatu proses yang dapat ‘kita’ perbaiki terus. Namun, tidak dapat disangkal bahwa piagam ini merupakan suatu tonggak bersejarah bagi kehidupan ASEAN yang diawali dengan adanya dokumen ratifikasi. ( ant/ Roike Sinaga )

http://beritasore.com/2007/11/23/menanti-ratifikasi-asean-charter/

Teman DiskusiSkripsi.com


 

Free Affiliasi Program