Zakat gaji di Kalangan Pegawai Pada Kanwil Depag Propinsi PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam sebagai agama universal tidak hanya berisi ajaran mengenai hubungan manusia dengan Tuhannya yang berupa ibadah, tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan manusia yang disebut mu’>amalah. Mu’>amalah merupakan kegiatan manusia yang berperan sebagai khal>ifah dimuka bumi, yang bertugas menghidupkan dan memakmurkan bumi dengan cara interaksi antar umat manusia, misalnya melalui kegiatan ekonomi.

Kegiatan ekonomi adalah kegiatan dalam upaya memudahkan manusia memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk memenuhi kebutuhan hidup tersebut, manusia senantiasa bertarung dengan kekuatan alam untuk mengeluarkan dari padanya makanan, minuman, pakaian dan tempat tinggal. Karena adanya berbagai macam kebutuhan, situasi dan lingkungan hidup yang berbeda-beda, maka terjadilah antara sesama warga masyarakat berbagai macam perhubungan (Mu’amalah).

Untuk menjamin keselamatan, kemakmuran, dan kesejahteraan hidup di dunia maupun di akhirat, Islam mengatur mu’a>malah tersebut dalam sebuah sistem ekonomi yang berlandaskan kepada al-Qur’a>n dan al-Hadi>{s, yang menekankan kepada nilai-nilai keadilan dan keseimbangan. Dengan demikian Islam adalah agama yang memandang pentingnya keadilan demi terciptanya masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Hal ini tercermin dari perhatiannya yang besar kepada kaum yang lemah, yaitu menjamin dan melindungi kehidupan mereka. Maka melalui sebuah wadah lembaga zakat orang yang mampu memberikan hartanya kepada yang berhak menerimanya, seperti fakir, miskin, yatim piatu, kaum d{hu’af>a dan lain sebagainya.

Zak>at adalah ibadah m>aliyah ijtim>a’iyyah (ibadah yang berkaitan dengan ekonomi keuangan dan kemasyarakatan) dan merupakan salah satu dari lima rukun Islam yang mempunyai status dan fungsi yang penting dalam syar>i’at Islam.[1]

Bagi orang yang mengeluarkan zak>at, hati dan jiwanya akan menjadi bersih, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat at-Taubah ayat 103, yang artinya : “Ambilah zak>at dari sebagian harta mereka, dengan zak>at itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka”. Selain harta dan jiwanya bersih, kekayaan akan bersih pula. Dari ayat ini tergambar, bahwa zak>at yang dikeluarkan oleh para muzakki akan dapat membersihkan dan mensucikan hati manusia, tidak lagi mempunyai sifat yang tercela terhadap harta, seperti rakus dan kikir.[2]

Perintah wajib zakat turun di Madinah pada bulan syawal tahun kedua hijrah Nabi SAW. Kewajibannya terjadi setelah kewajiban puasa ram>ad{han dan zakat fitrah. Zakat mulai diwajibkan di Madinah karena masyarakat Islam sudah mulai terbentuk, dan kewajiban ini dimaksudkan untuk membina masyarakat muslim, yakni sebagai bukti solidaritas sosial, dalam arti bahwa hanya orang kaya yang berzakat yang patut masuk dalam barisan kaum beriman. Adapun ketika umat Islam masih berada di Mekah, Allah SWT sudah menegaskan dalam al-Qur’>an tentang pembelanjaan harta yang belum dinamakan zakat, tetapi berupa kewajiban inf>aq, yaitu bagi mereka yang mempunyai kelebihan wajib membantu yang kekuraangan. Besarnya tidak dipastikan, tergantung kepada kerelaan masing-masing. Yang tentunya kerelaan itu berkaitan erat dengan kualitas iman yang bersangkutan.

Sunah Nabi yang merupakan penjabaran al-Qur’>an menyebutkan secara eksplisit 7 (tujuh) jenis harta benda yang wajib dizakati beserta keterangan tentang batas minimum harta yang wajib dizakati (nis{>ab) dan jatuh tempo zakatnya, yakni : emas, perak, hasil tanaman dan buah-buahan, barang dagangan, ternak, hasil tambang, dan barang temuan (rik>az). Tetapi hal ini tidak berarti, bahwa selain tujuh jenis harta benda tersebut diatas tidak wajib dizakati.[3]

Didalam al-Qur’>an banyak terdapat ayat yang secara tegas memerintahkan pelaksanaan zakat. Perintah Allah SWT tentang zakat tersebut sering kali beiringan dengan perintah s{al>at. Term zakat dalam al-Qur’>an ditemukan sebanyak 32 kali, 26 kali diantaranya di sebut bersamaan dengan kata s{al>at. Hal ini mengisyaratkan bahwa kewajiban mengeluarkan zakat seperti halnya dengan kewajiban mendirikan s{al>at, merupakan perintah yang sangat penting dan mendapat perhatian yang besar dalam ajaran Islam.

Pentingnya menunaikan zakat, terutama karena perintah ini mangandung misi sosial, yang memiliki tujuan yang sangat jelas bagi kemaslahatan umat manusia.. Tujuan dimaksud antara lain untuk memecahkan problem kemiskinan, meratakan pendapatan, dan meningkatkan kesejahteraan umat dan negara. Tujuan luhur ini tidak akan terwujud apabila masyarakat muzakki[4] tidak memiliki kesadaran untuk menunaikannya.[5]

Didalam al-Qur’>an Allah telah berfirman

يا ايها الذين آمنوا أنفقوا من طيبات ما كسبتم [6]

Syar>i’at Islam memang telah sempurna diturunkan bersamaan dengan wafatnya Rosulullah SAW. Sementara tuntutan dan kenyataan sejarah justru berkembang secara spektakuer dalam periode sepeninggal rosul. Perkembangan ini membawa implikasi hukum yang harus dihadapi oleh setiap muslim.[7]

Begitu pentingnya perintah ini maka para fuqoh>a (ahli hukum Islam) telah menyepakati dilakukannya tindakan tegas pada mereka yang lalai membayar zakat yang diwajibkan. Sejarah Islam mencatat banyak kejadian dimana negara mengambil langkah tegas untuk melaksanakan pembayaran zakat seperti yang kita ketahui di masa Khal>ifah Abu Bakar, Khal>ifah Islam pertama.[8]

Dalam rangka untuk memotifasi umat dalam melaksanakan ibadah yang mulia ini, maka di kantor Wilayah Departemen Agama (Kanwil Depag) Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta telah dibentuk badan amil zakat, infak, s{ad>aqah (BAZIS)[9]. Sebagaimana umumnya BAZIS di tempat-tempat lain, BAZIS unit Kanwil Depag Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dimaksudkan sebagai wadah pengelola, penerima, pengumpulan, penyaluran dan pendayagunaan zakat, infak dan s{ad>aqah dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat sebagai wujud partisipasi umat Islam dalam pembangunan nasional.

BAZIS unit Kanwil Depag Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ini sifatnya terbatas untuk mengelola zakat, infak dan s{ad>aqah dari segenap pejabat/pegawai di lingkungan Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sendiri, satu hal yang sangat memudahkan BAZIS

ini adalah diberinya wewenang untuk secara rutin setiap bulan memotong gaji segenap pejabat/pegawai di lingkungan Kanwil Depag Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai dana yang harus dikelola.

Adapun yang selama ini telah berjalan adalah dipotongnya masing-masing dari pegawai pada setiap bulannya. Sedangkan besarnya pemotongan itu disama ratakan sebanyak 2,5 % dari gaji yang diterima. Namun ini sifatnya adalah lebih kepada kesukarelaan dari masing-masing pegawai, karena memang pada Kanwil Depag sebelum adanya peraruran mengenai pemotongan gaji yang digunakan sebagai zakat selalu mengadakan yang sifatnya lebih kepada pengajian-pengajian sebagai wahana sosialisasi dari pada kewajiban untuk mengeluarkan zakat dari gaji masing-masing pegawai.

Mengapa penyusun katakan sifatnya lebih kepada sukarela? Karena tidak semua pegawai mengeluarkan zakat dari gajinya karena alasan-alasan tertentu. Ada sebagian kecil yang merasa keberatan untuk mengeluarkan zakat dari gajinya karena alasan ekonomi, padahal penghasilannya lebih dari pegawai yang lainnya. Pelaksanaan zakat pada Kanwil Depag pemotongannya disamaratakan yaitu sebesar 2,5 % dari gajinya. Dan itu dikenakan kepada semua pegawai, tidak memandang apakah gaji dari pegawai itu telah mencapai nisab atau tidak. Yang jelas setiap pegawai dipotong gajinya sebesar 2,5 % dan tentunya yang bersedia untuk mengeluarkan itu. Adapun yang berkeberatan tentunya tidak dipotong sebesar itu, hanya saja mereka tetap mengeluarkan sebesar kesanggupan dan keihlasan dari masing-masing pegawai, dan ini dikeluarkan sebagai sadaqah semata.

Zakat pada gaji yang selama ini berjalan di Kanwil Depag adalah setiap bulan sekali. Artinya pengeluaran zakat itu setiap bulannya. Hal ini diqiyaskan kepada zakat pertanian, karena pertanian itu dikeluarkan zakatnya pada saat panen. Begitu juga dengan gaji, karena gaji menerimanya setiap bulannya, maka pengeluarannya adalah setiap bulan.

Hal ini mengisyaratkan bahwa zakat gaji yang selama ini berjalan di Kanwil Depag disamakan dengan zakat pertanian dalam masalah pengeluarannya dan yang lainnya disamakan dengan zakat uang karena jumlahnya sebesar 2,5 %. Namun sekali lagi tidak ada keterangan di sana mengenai batasan minimum seorang pegawai diwajibkan untuk mengelurkan zakat karena semuanya terkena kewajiban tanpa memandang jumlah gaji yang diperoleh.

Sampai disini ada yang patut untuk dicermati mengenai hal ihwal penarikan zakat terhadap gaji sebanyak 2,5 % itu, padahal gaji para pegawai satu dengan yang lainnya adalah berbeda sesuai dengan golongan dan jabatan masing-masing. Sehingga berakibat adanya perbedaan penarikan zakat terhadap gaji yang mereka peroleh, karena salah satu syarat wajibnya mengeluarkan zakat itu adalah telah mencapai nis{>ab. Dan bagaimanakah dengan gaji pegawai, apakah secara keseluruhan telah mencapai nis>{ab sebagaimana ketentuan yang ada dalam fiqh zakat ? Bagaimana pula dengan haul terhadap zakat tersebut, karena gaji itu dikeluarkan zakatnya setiap kali menerima yaitu sebulan sekali.

B. Pokok Masalah.

Bardasarkan latar belakang yang telah penyusun kemukakan diatas maka pokok masalah yang hendak dikaji dalam studi ini yaitu berkaitan dengan kadar dan nis{>ab zakat gaji serta landasan hukumnya. Agar masalah tersebut dapat dipahami lebih jelas dan mudah, maka perlu dirumuskan kembali dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan dasar sebagai berikut :

1. Sejauh mana kepastian hukum pada nisab dan haul zakat gaji di Kanwil Depag Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

2. Apakah kadar pengeluaran zakat pada gaji di Kanwil Depag sesuai dengan fiqih zakat dan dinisbatkan atas apakah kadar pengeluarannya itu ?

C. Tujuan dan Kegunaan
Maksud dan tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pelaksanaan zakat pada gaji serta mengetahui hal ihwal kadar, nisab dan haul zakat yang selama ini telah berjalan di Kanwil Depag Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

2. Untuk mengetahui kekuatan dalil-dalil yang berkaitan dengan zakat gaji.

Adapun kegunaan dari penyusunan skripsi ini adalah:

1. Berguna sebagai bahan masukan bagi pengurus zakat yang ada pada Kanwil Depag Prop. DIY yang pada gilirannya dapat menjadi teladan bagi instasi-instasi lain dalam pelaksanaan zakat.

2. Memberikan pemahaman dan kesadaran kepada masyarakat secara umum tentang adanya kewajiban zakat pada gaji.

D. Telaah Pustaka

Zakat adalah salah satu rukun Islam yang merupakan ibadah kepada Allah dan sekaligus merupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan dalam wujud mengkhususkan sejumlah harta atau nilainya dari milik perorangan atau badan hukum untuk diberikan kepada yang berhak dengan syarat-syarat tertentu, untuk mempersucikan dan mempertumbuhkan harta serta jiwa pribadi para wajib zakat, mengurangi penderitaan masyarakat, memelihara keamanan serta meningkatkan pembangunan.

Tujuan luhur ini tidak akan terwujud apabila masyarakat muzakki tidak memiliki kesadaran untuk melaksanakan dan menjalankannya. Namun yang masih menjadi persoalan adalah yang berkaitan dengan zakat profesi pada umumnya dan zakat gaji pada khususnya, karena permasalahan ini adalah permasalahan yang baru dan menarik untuk dibahas serta akan tetap menjadi tema penting dalam perkembangan fiqh pada saat ini.

Ada beberapa konsep yang berkaitan dengan permasalahan yang berkaitan dengan zakat profesi pada umumnya dan zakat gaji pada khususnya.

Endah Tri Mulyosari dalam skripsinya yang berjudul Analisis Pemikiran TM Hasbi Ash-Shiddiqie tentang Zakat, dengan pembahasannya mengenai pemikiran TM Hasbi Ash-Shiddiqie tentang Zakat secara umum dan relevansinya dalam kontek hukum Islam di Indonesia.

Ali Nurdin dengan skripsinya yang berjudul Tinjauan Hukum Islam terhadap pelaksanaan zakat profesi di Rumah Sakit Islam Klaten, yang memfokuskan pembahasannya pada bagaimana sistem penghimpunan dan pendistribusian zakat profesi ditinjau dari hukum Islam.

Yang lainnya adalah Sartono dalam skripsinya Studi Terhadap Pemikiran Yusuf al-Qordhowi tentang Hukum Zakat Madu yang memfokuskan pembahasannya pada status hukum zakat madu dalam al-Qur’ >an dan al-H>adis.

Adapun peraturan pemerintah yang membahas masalah zakat penyusun merujuk kepada Undang-undang Republik Indonesia No 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Dalam undang-undang tersebut disebutkan mengenai harta-harta yang dikenai zakat, yaitu pada pasal 11 ayat : 2 huruf f, yaitu hasil pendapatan dan jasa, sedangkan gaji juga termasuk kepada pendapatan.[10]

Di samping itu juga penyusun banyak menemukan kajian-kajian yang dilakukan oleh para cendekiawan muslim melalui pemikirannya, baik ini yang berhubungan dengan cara pengelolaan serta pendayagunaan harta zakat maupun cara pengembangan hasil pengumpulan zakat, yang selanjutnya juga penyusun gunakan sebagai bahan perbandingan, seperti Didin Hafiduddin tentang Zakat dalam Wacana Pemiikiran Modern, serta karyanya yang lain Panduan Zakat.

Selanjutnya kajian lain yang penyusun jadikan bahan pustaka yang tidak kalah pentingnya adalah karya Dr. Yusuf al-Qardawi tentang zakat yang tertuang dalam bukunya Hukum Zakat, karena pemikiran dan ide beliau yang selama ini dianggap masih segar itu, masih menjadi pegangan utama bagi cendekiawan muslim dalam merumuskan pemikiran baru tentang zakat.

Selain menggunakan sumber resmi yaitu sumber primer dan skunder dalam penulisan karya ini, juga menggunakan sumber-sumber lain baik buku-buku, kitab-kitab, majalah, jurnal ataupun sumber-sumber lain yang sifatnya lebih berkopenten dan ada relefansinya dengan permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini.

Berangkat dari sini maka penyusun bermaksud mengadakan penelitian yang lebih mendalam tentang zakat pada gaji yang telah berjalan di Kanwil Depag Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terutama yang berkaitan dengan kadar, haul

dan nis>ab zakat pada gaji, karena memang tujuan zakat adalah sangat mulia yaitu berusaha memberantas kemiskinan dan kefakiran dengan mengembangkan usaha-usaha yang produktif, sehingga secara berkelanjutan ikut meningkatkan kualitas kehidupan umat yang miskin dan fakir, dan hal inilah yang perlu disadari bagi para muzakki yang yang telah melaksanakan kewajibannya, dan bagi yang belum semoga menjadikan masukan yang baik dan dapat disikapi dengan kesadaran yang

penuh. Dari uraian yang penyusun sajikan, maka dalam hal kadar, haul dan nis>ab zakat pada gaji akan penyusun fokuskan pembahasannya dalam masalah tersebut, oleh karena itu penyusun memberanikan diri untuk mengangkat masalah tersebut dalam sebuah penelitian.

E. Kerangka Teoritik

Masalah zakat gaji di dalam al-Qur’>an dan al-Had>is Nabi tidak dapat dijumpai secara tertulis. Walaupun demikian tetap dapat digunakan keumuman ayat 267 surat al-Baq>arah untuk dijadikan landasan hukum zakat gaji ini yaitu sebagai berikut :

ياايها الذين امنوا انفقوا من طيبات ما كسبتم ومما أخرجنا لكم من الارض[11]

Dalam ayat tersebut, kata “anfiqu” memberikan makna wajib sesuai dengan kaedah us{>ul fiqh:

الأصل فى الأمر للوجوب[12]

Ayat di atas dapat dipahami secara umum, yaitu sebagai panggilan kepada orang yang beriman setiap zaman dan generasi, memuat harta yang sampai ketangan mereka, juga harta yang dihasilkan dengan tangan mereka dari yang halal dan yang baik, serta apa yang dikeluarkan oleh Allah untuk mereka dari bumi, tanaman, tambang dan minyak. Dari sana maka nash mencakup semua harta yang dikenal pada masa Nabi dan yang akan datang, sehingga nas{ itu bersifat universal tidak lepas dari harta yang terjadi di zaman manapun dan nas{ itu mewajibkan zakat atas semua harta yang ada tersebut. Adapun aturannya terdapat dalam sunah yang menerangkan di dalamnya macam-macam harta yang dikenal pada masa itu.

Menurut Fachruddin[13] kata “m>a kasabtum” dalam surat al-Baq>arah ayat 267 itu bersifat umum (‘am) dan memang sudah mendapat takhsisnya yaitu hadis Rosulullah Saw tentang bentuk dan jenis harta yang wajib dikeluarkan zakatnya. Akan tetapi, karena hukum pada ‘am dan khas ini sama, maka keumuman itu tetap berlaku secara utuh untuk menetapkan zakat profesi. Hal ini sesuai dengan kaedah us>ul :

العام بعد التخصيص حجة فى الباقى[14]

Oleh karena itu, mengambil keumuman lafad| dari ayat 267 surat al-Baq>arah itu lebih tepat dari pada mempertahankan kekhususan asb>abun nuz>ul nya, sebab kaedah us>ul mengatakan :

العبرة بعموم اللفظ لا بخصوص السبب[15]

Sehingga, meskipun zakat itu termasuk ibadah, tetapi bukan ibadah mahd{ah melainkan ibadah ijtim>a’iyah. Zakat pada dasarnya adalah untuk merealisasikan keadilan yang menjadi tujuan Islam. Zakat berfungsi untuk menyucikan harta dan mempersempit jurang pemisah antara sikaya dan simiskin.

Dalam menafsirkan ayat diatas Masjfuk Zuhdi mengatakan :

Kata ما termasuk kata yang mengandung pengertian yang umum, yang artinya “sebagian dari hasil (apa saja) yang kamu usahakan yang baik-baik”. Maka jelaslah semua macam penghasilan (gaji, honorarium dan lainnya) terkena wajib zakat.[16]

Selain melalui pendekatan di atas, dapat juga melalui pendekatan qiy>as, akan tetapi, menurut jalal[17] bahwa yang terjadi dalam penggunaan qiy>as untuk zakat ini adalah ketidak jelasan harus diqiy>askan kemana, sehingga terjadi banyak ke-muskil-an. Oleh karena itu, Munawir[18] menegaskan bahwa Allah Swt dalam al-Qur’>an sangat menekankan agar manusia mempergunakan akalnya didalam memahami arti dan menjabarkan ayat al-Qur’>an dan al-H>adis.

Dapat dikatakan bahwa gaji termasuk al-mal al-mustafad{ yang dikeluarkan zakatnya begitu diterima, meskipun kepemilikannya belum sampai setahun, berdasarkan kepada pendapat sebagian sahabat (Ibn Abbas, Ibn Mas’ud, dan Muawiyah), serta pendapat Umar bin Abdul ‘Aziz, al-Baqir, al-Shadiq, al-Nashir, Daud al-Zahiri.[19]

Besarnya zakat yang harus dikeluarkan ialah seperempat puluh, berdasarkan nas{-nas{ yang mewajibkan zakat pada uang, baik kepemilikannya telah berlangsung selama setahun penuh maupun belum mencapai setahun.

Jika seorang muslim mengeluarkan zakat atas pendapatan atau profesi atau pekerjaannya ketika dia menerimanya, dia tidak diwajibkan untuk mengeluarkan zakat lagi pada akhir tahun. Dengan begitu, akan terjadi kesamaan antara pendapatan yang diperoleh melalui profesi-profesi seperti itu dan penghasilan para petani yang diharuskan mengeluarkan zakat tanaman dan buah-buahan ketika mereka memetik dan memanen tanamannya.[20]

Mal mustaf>ad{ sudah disepakati oleh jamaah sahabat dan ulama-ulama berikutnya untuk wajib dikenakan zakat. Perbedaan pendapat hanya pada wajib zakat, yaitu tentang persyaratan haul.

1. Menurut Imam Ab>u Hanifah

M>al mustafa{d tidak dizakati sebelum sempurna satu tahun ditangan pemiliknya, kecuali apabila pemilik mempunyai harta sejenis yang pada permulaan tahun sudah mencapai satu nis{>ab, maka m>al mustaf>ad{ itu dipungut zakatnya bersamaan dengan harta yang sudah ada setelah harta yang sudah ada itu mencapai satu tahun.

2. Menurut Imam Malik

M>al mustaf>ad{ tidak dizakati sebelum sempurna setahun, baik sipemilik mempunyai harta yang sejenis ataupun tidak, kecuali binatang ternak. Kalau m>al mustaf>ad itu benatang ternak sedangkan sipemilik mempunyai ternak sejenis, maka m>al mustaf>ad binatang ternak itu mengikuti tahunnya binatang ternak yang ada.

3. Menurut Imam Asy-Syafi’i

M>al mustaf>ad tidak dizakati sebelum setahun, meskipun si pemilik mempunyai harta yang sejenis, kecuali anak ternaknya sendiri, maka m>al mustaf>ad yang berupa anak ternaknya sendiri dizakati mengikuti induknya.

4. Menurut Imam Ibnu Hazm

Mengkritik penafsiran ulama empat tersebut dan ia menyatakan pendapat-pendapat tersebut tanpa dalil sama sekali. Menurut dia, semua harta itu disyaratkan setahun, baik harta mustafad maupun tidak, baik anak binatang ternak maupun tidak.

5. Menurut Daud az-Zahiri

M>al mustaf>ad wajib zakat tanpa syarat sampai setahun.

5. Menurut Yusuf al-Qardawi

M>al mustaf>ad seperti gaji pegawai, upah buruh, penghasilan dokter, pengacara, pemborong dan penghasilan modal diluar perdagangan, persewaan mobil, perahu, penerbangan, hotel, tempat hiburan dan lain sebagainya, wajib dikenakan zakat dan tidak disyaratkan sesampainya setahun, akan tetapi dizakati pada waktu menerima pendapatan tersebut.

Adapun cara menunaikannya, maka zakat pada gaji bisa dianalogikan pada dua hal secara sekaligus, yaitu pada zakat pertanian dan pada zakat emas dan perak.. Dari sudut nisab dianalogikan pada zakat pertanian, yaitu sebesar lima aus>aq atau senilai 653 kg padi/gandum dan dikeluarkan pada saat menerimanya. Karena dianalogikan pada zakat pertanian maka bagi zakat profesi tidak ada ketentuan haul. Ketentuan waktu menyalurkannya adalah pada saat menerimanya. Penganalogian zakat profesi dengan zakat pertanian dilakukan karena ada kemiripan diantara keduanya, yaitu pada waktu memanen/menerima gaji itu.

Sedangkan dari sudut kadar zakat, maka dianalogikan pada zakat uang, karena memang gaji pada umumnya diterima dalam bentuk uang, karena itu kadar zakatnya sebesar rub’ul usyri atau 2,5 %/.[21]

Contoh qiy>as syabah diatas, adalah sebagaimana hamba sahaya yang diqiy>askan pada dua hal sekaligus, yaitu pada manusia dan pada hewan piaraan yang dapat diperjual belikan.

Dari pendapat-pendapat diatas, akan lebih sesuai jika menggunakan pendapat dari Yusuf al-Qardawi yang mengatakan bahwa seluruh penghasilan yang didapatkan dari profesi seseorang wajib dikeluarkan zakatnya dan tidak disyaratkan adanya haul, akan tetapi ditunaikan pada saat menerimanya.

Hal ini lebih cocok dikarenakan penghasilan pada saat ini sangat berkembang dengan pesatnya dan banyak yang belum terdapat pada masa Rosulullah, sehingga memerlukan penafsiran-penafsiran baru berkaitan dengan zakat profesi tersebut.

Begitu juga dengan gaji, pendapatan dari gaji termasuk ke dalam professi, sehingga ia dapat dikeluarkan pada saat menerimanya.

F. Metode Penelitian

Metode memegang peranan penting dalam mencapai suatu tujuan, termasuk juga metode dalam suatu penelitian. Dalam penyusunan skripsi ini, penyusun menggunakan metode penelitian sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Dalam skripsi ini akan menggunakan sistem penelitian lapangan yaitu suatu penelitian yang objek utamanya adalah mengenai, nisab, kadar dan haul zakat pada gaji di BAZIS unit Kanwil Departemen Agama (DEPAG) Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

2. Sifat Penelitian

Tipe dari penelitian ini adalah deskriptif analitik yaitu sebuah penelitian yang menggambarkan, menguraikan secara objektif yang diteliti dalam hal ini mengenai kadar, nis>ab dan haul zakat pada gaji di Kanwil Departemen Agama kemudian melakukan analisis terhadap pelaksanaan zakat tersebut. Bahwa metode deskriptif dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang keadaan-keadaan yang nyata sekarang (sementar berlangsung), tujuan utama kita dalam menggunakan metode ini adalah untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang

sementara berjalan pada saat penelitian dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu.

3. Metode Pendekatan

Dalam penelitian ini pendekatan yang dipergunakan adalah normatif, yaitu pendekatan tentang suatu masalah yang diteliti berdasarkan nas-nas, pendapat-pendapat para ulama yang berkaitan dengan pembahasan.

4. Teknik pengumpulan data

Data yang akan dicari dalam penelitian ini adalah bagaimana pelaksanaan zakat gaji yang dipraktekkan di Kanwil Departemen Agama Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Adapun data-data tersbut akan dicari dengan menggunakan :

a. Wawancara

Adapun jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara bebas terpimpin yaitu penelitian bebas mengadakan wawancara dengan tetap berpijak pada catatan-catatan mengenai pokok-pokok yang akan ditanyakan. Sumber data informasi akan dibahas secara metodologis arah penelitiannya

b. Dokumentasi

Dokumentasi yang dimaksud adalah usaha pengumpulan data yang didapat dengan cara mengumpulkan dokumen-dokumen yang ada yang bersangkutan dengan penelitian yang dilakukan.

5. Teknik Pengolahan Data

Penyusun setelah mengumpulkan data-data akan terus menindak lanjuti dengan memeriksa data-data itu terutama dari segi kelengkapan, kejelasan dan kevalidan serta kesesuaian dengan tema pembahasan.

Selanjutnya mengklasifikasi dan mensistemasi data-data dalam paparan yang direncanakan lalu diformulasikan.

Setelah itu penyusun melakukan analisis lanjutan terhadap data-data yang telah diklasifikasi dan sistemasi dengan menggunakan kaedah-kaedah, teori-teori, konsep-konsep dan pendekatan yang sesuai sehingga diperoleh kesimpulan yang benar.

6. Analisis Data

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif lebih menekankan analisisnya pada proses penyimpulan induktif serta pada analisis terhadap dinamika hubungan antar fenomena yang diamati,[22] dengan menggunakan logika ilmiah serta penekanannya adalah pada usaha menjawab pertanyaan penelitian melalui cara-cara berfikir formal dan argumentatif.

G. Sistematika Pembahasan

Untuk lebih terarahnya pembahasan dalam penulisan skripsi ini, maka disini perlu digunakan sistematika yang dibagi menjadi lima bab, masing-masing bab terdiri dalam beberapa sub bab, yang perinciannya sebagai berikut :

Bab pertama, Merupakan pendahuluan yang membahas tentang latar belakang masalah yag dijadikan dasar dalam merumuskan pokok masalah, kemudian dilanjutkan tujuan dan kegunaan penulisan skripsi, telaah pustaka sebagai bahan referensi, kerangka teoritik sebagai alur pemikiran yang ditempuh berdasarkan teori-teori yang mendukung data yang telah ada dan dilanjutkan dengan metodologi penelitian serta diakhiri dengan sistematika pembahasan.

Bab kedua, menguraikan tentang pengertian zakat secara umum dimana pada bab dua ini merupakan bahan untuk menganalisa pada bab keempat. Pembahasan pada bab kedua ini meliputi, pengertian dan dasar hukum zakat, sebab, syarat dan rukun zakat serta tujuan dan hikmah pensyariatan

Bab ketiga, Menguraikan tentang pelaksanaan zakat gaji di Kanwil Depag Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, sehingga dapat diketahui secara gambkang pelaksanaanya yang nantinya dapat dianalisis pada bab ke empat, yang mencakup pada pembahasan, sekilas tentang Kanwil Depag Prop. Daerah Istimewa Yogyakarta, Latar belakang pelaksanaan zakat gaji dan perkembangannya di Kanwil Depag Prop. Daerah Istimewa Yogyakarta, pengumpulan dan mekanisme zakat gaji dan yang terakhir adalah pendistribusian zakat gaji.

Bab keempat, merupakan isi dan pembahasan, yang mana penulis mencoba melakukan analisa secara menyeluruh tentang ketentuan kadar zakat gaji, ketentuan nis>ab dan ketentuan haul dalam zakat gaji yang sudah berjalan di Kanwil Depag Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Bab kelima, adalah penutup, dimana pada bab ini penyusun akan mengambil suatu kesimpulan dari pembahasan-pembahasan yang telah diuraikan dan kemudian saran-saran.


[1]Masjfuk Zuhdi, Mas>ail Fiqhiyah, Edisi II cet. VII (Malang, 1994, ttp.), hlm. 225

[2]Ensiklopedi Islam, Cet. Ke-5 (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hjoeve, 1994), 5: 224

[3] Enslikopedi Islam. Hlm. 224

[4]Muzakki adalah orang atau badan yang dimiliki oleh orang muslim yang berkewajiban menunaikan zakat (UU no 38 tentang Pengelolaan Zakat: 1999)

[5]Ujang Mahadi, “Pelaksanaan Zakat Profesi di Kalangan Pegawai Negeri Sipil (PNS),” Jurnal Ilmiyah Madania, Transformasi Islam dan Kebudayaan, Vol 3, No : 5, (Bengkulu: Pusat Pengkajian Islam dan Kebudayaan (PPIK), 2000), hlm. 13.

[6] Al-Baq>arah (2) : 267. ; Dalam masalah zakat, lihat juga Surat al-Baq>arah (2): 110, Surat al-Bayyinah (98): 5, Surat al-Mu’min>un (23): 1-4, Surat at-Taubah (9) : 34-35, 103, 60, Surat az-Zariyat (51): 19, Surat al-Hasr (59): 7, Al-An’am (3): 141, Fus{ilat (41): 6-7.

[7] Ahmad Rofiq. Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia. Pengantar: K.H. Sahal Mahfudh, (Yogyakarta, Gema Media, 2001), hlm. 39

[8] M. Abdul Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1997), hlm. 167

[9]Perbedaan antara zakat, infak dan s{ad>aqah. Zakat adalah nama bagi sejumlah harta tertentu yang telah mencapai syarat tertentu yang diwajibkan oleh Allah SWT untuk dikeluarkan dan diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu, sedangkan infak adalah mengeluarkan sebagian dari harta atau pendapatan/penghasilan untuk suatu kepentingan yang diperintahkan ajaran Islam, sedangkan s{ad>aqah sama dengan pengertian infak, termasuk juga hukum dan ketentuan-ketentuannya. Hanya saja s{ad>aqah memiliki pengertian yang lebih luas yaitu menyangkut hal yang bersifat non materi. Perbedaannya, jika zakat ada nis{>0abnya, infak dan s{ad>aqah tidak mengenal ni>s{ab.

[10] DEPAG RI, Undang-undang Republik Indonesia No : 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, (Departemen Agama RI, 1999), hlm. 8

[11] Al-Baq>arah (2): 267

[12] Abdul Hamid Hakim, Al-Bayan, (Jakarta: Sa’adiyah Putra,t.t), 15

[13] Muhammad, Zakat Profesi: Wacana Pemikiran dalam Fiqh Kontemporer, (Jakarta: Salemba Diniyah, 2002), hlm.62

[14]Abdul Hamid Hakim, Al-Bay>an, (Jakarrta: Sa’diyah Putra, t.t.), III : 50

[15]Abdul Hamid Hakim, Al-Bay>an. Hlm. 49

[16] Masjfuk Zuhdi, Mas>ail, hlm.215

[17] Muhammad, Zakat Profesi. 63

[18] Muhammad, Zakat Profesi, hlm. 64

[19] Wahbah al-Zuhaili, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, pengantar Jalaluddin Rahmat, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1995), hlm. 275

[20] Ibid.

[21] Didin Hafiduddin, Zakat dalam Perekonomian Modern, (Jakarta: Gema Insani, 2002), hlm.97-98

[22] Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, Cet. Ke-I., (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hlm 5



File Slengkapnya Klik Disini

Teman DiskusiSkripsi.com


 

Free Affiliasi Program