PENGARUH KOMPONEN PENGELUARAN AGREGAT TERHADAP PERMINTAAN AGREGAT IMPOR INDONESIA PERIODE 1970-2001

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perekonomian dunia dewasa ini telah semakin menunjukkan gejala interdependensi, yaitu sudah berlangsungnya hubungan timbal balik antara belahan-belahan dalam sistem perekonomian dunia dan saling bergantungnya perkembangan di satu belahan dunia dari perkembangan di belahan-belahan dunia yang lainnya. Peningkatan kegiatan niaga dalam lalu lintas internasional menyentuh kepentingan negara-negara berkembang maupun negara industri. Kebanyakan negara-negara dewasa ini mempunyai ciri perekonomian terbuka, artinya lalu lintas kegiatan ekonomi luar negeri mengandung arti yang besar sekali bagi kepentingan ekonomi suatu negara.

Dengan kemajuan teknologi yang sangat cepat, pembagian kerja menjadi semakin pesat, sebagai akibatnya semakin meningkat pula produksi barang dan jasa yang dibutuhkan untuk memuaskan masyarakat. Perkembangan spesialisasi berarti pula perkembangan perdagangan, karena tidak semua sumber daya yang digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa dapat diperoleh di dalam negeri, akibatnya perdagangan antar negara akan meningkat dengan cepat.

Perdagangan menciptakan keuntungan dengan memberikan peluang kepada setiap negara untuk mengekspor barang-barang yang diproduksinya dengan menggunakan sebagian besar sumber daya yang berlimpah terdapat di negara yang bersangkutan serta mengimpor barang-barang yang produksinya menggunakan sumber daya yang langka di negara tersebut.[1]

Indonesia sebagai negara berkembang masih memiliki ketergantungan yang cukup tinggi terhadap produk dan faktor produksi dari luar negeri, dalam upaya untuk mendukung ekspor non migasnya.

Perkembangan ekspor dan impor Indonesia untuk periode 1970-2001 dapat dilihat pada grafik 1.1. Ekspor maupun impor Indonesia memiliki kecenderungan untuk terus meningkat meski terdapat penurunan pada tahun-tahun tertentu. Bila diperhatikan, fluktuasi ekspor dan impor yang terjadi cenderung selalu sama. Yakni pada saat ekspor meningkat, imporpun meningkat. Demikian pula sebaliknya pada saat ekspor turun, impor ikut menurun. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara ekspor dan impor.

Grafik 1.1

Perkembangan perdagangan luar negeri Indonesia

clip_image002periode 1970-2001 ($US Juta)



Sumber: Statistik Indonesia, Badan Pusat Statistik

Dari grafik 1.1 terlihat bahwa sejak tahun 1970 nilai ekspor dan impor Indonesia senantiasa meningkat, pada tahun 1985-1986 sempat terjadi penurunan yang kemudian pada tahun berikutnya kembali mengalami peningkatan.

Krisis ekonomi tahun 1997 yang dialami Asia Tenggara termasuk Indonesia telah membawa pengaruh pada permintaan impor. Dimana selama tahun 1997-1999 terjadi penurunan nilai impor.

Melewati tahun 2000, nilai impor Indonesia mengalami peningkatan. Peningkatan ini terkait dengan meningkatnya kebutuhan bahan baku dan barang modal yang sangat dibutuhkan dalam kegiatan produksi dalam negeri.

Dari uraian mengenai perkembangan ekspor dan impor Indonesia, dapat dikatakan bahwa impor secara tidak langsung menjadi penunjang pertumbuhan ekonomi, karena bahan baku/penolong maupun barang modal yang diimpor dipergunakan untuk memproduksi barang-barang yang akan diekspor.

Menurut konsep permintaan impor tradisional, faktor yang dianggap dominan dalam mempengaruhi permintaan impor adalah faktor pendapatan dan harga relatif impor dimana ukuran pendapatan yang sering digunakan adalah Produk Domestik Bruto (PDB) riil.

Menurut teori, selain dari sisi produksi (sektoral), PDB dapat pula di lihat menurut penggunaan (pengeluaran) yang secara garis besar menggambarkan struktur penggunaan pendapatan nasional untuk konsumsi dan investasi. PDB menurut pengeluaran juga diartikan sebagai permintaan akhir domestik. Permintaan yang dimaksud adalah permintaan akhir yang dibedakan menurut permintaan dalam dan luar negeri. Permintaan dalam negeri terdiri dari pengeluaran konsumsi rumah tangga/swasta (private consumption expenditure), pengeluaran konsumsi pemerintah (government consumption expenditure), Pengeluaran investasi (expenditure on investment goods), sedangkan permintaan luar negeri merupakan ekspor barang dan jasa (export of goods and services).[2]

Grafik 1.2 menunjukkan perkembangan PDB menurut penggunaannya dari sisi permintaan dalam negeri, yaitu pengeluaran konsumsi rumah tangga, pengeluaran konsumsi pemerintah dan investasi pembentukan modal bruto untuk periode 1970-2001. Pada grafik 2.1 terlihat bahwa dari tahun ketahun pengeluaran konsumsi rumah tangga merupakan komponen pengeluaran yang paling besar, diikuti oleh pengeluaran investasi pembentukan modal bruto dan pengeluaran konsumsi pemerintah, dimana pada akhir periode tahun 2001 jumlah pengeluaran konsumsi rumah tangga sebesar 67,26% dari PDB, pengeluaran investasi pembentukan modal sebesar 21,81% dan pengeluaran konsumsi pemerintah sebesar 7,18%.

Grafik 1.2

Perkembangan penggunaan PDB Indonesia

clip_image004Periode 1970-2001 (Rp Milyar)

Dengan demikian, komposisi komponen pengeluaran agregat (aggregate expenditure components) atau permintaan akhir (final demand expenditure) ternyata menjadi faktor penting yang menentukan tingkat permintaan agregat impor. Komponen pengeluaran agregat yang terdiri atas pengeluaran konsumsi rumah tangga, pengeluaran konsumsi pemerintah, pengeluaran investasi serta ekspor barang dan jasa diteliti dengan alasan bahwa adanya perbedaan dalam komponen ini dapat mengakibatkan perbedaan dalam kandungan permintaan impor. Jika hal ini benar, maka penggunaan variabel pendapatan tunggal dalam fungsi permintaan impor tradisional dapat mengakibatkan terjadinya bias.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan hal tersebut, maka penulis mengidentifikasikan permasalahan yang ada sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh komponen pengeluaran agregat terhadap permintaan agregat impor Indonesia dalam jangka panjang dan jangka pendek untuk periode 1970-2001?
2. Dari berbagai variabel dalam komponen pengeluaran agregat, variabel mana sajakah yang secara signifikan menentukan permintaan agregat impor Indonesia dalam jangka panjang dan jangka pendek untuk periode 1970-2001?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Mengetahui besarnya pengaruh komponen pengeluaran agregat terhadap permintaan agregat impor di Indonesia dalam jangka panjang dan jangka pendek untuk periode 1970-2001.

1.4 Kerangka Pemikiran

1.4.1 Teori Permintaan

Apabila dilihat secara mikro, permintaan suatu barang akan dipengaruhi oleh:[3]

1. Harga barang tersebut. Jika harga barang naik, maka jumlah barang yang diminta akan menurun, demikian pula sebaliknya jika harga barang turun, maka jumlah barang yang diminta akan bertambah.
2. Pendapatan. Jika pendapatan seseorang meningkat, maka permintaan terhadap suatu barang juga akan meningkat.
3. Harga barang lain. Misalkan terdapat dua macam barang, yaitu barang A dan B. Bila penurunan harga barang A (harga barang B tetap) menyebabkan permintaan barang A meningkat dan permintaan terhadap barang B berkurang, maka dapat dikatakan bahwa barang A merupakan subtitusi barang B. Tetapi bila penurunan harga barang A menyebabkan permintaan terhadap barang B meningkat maka dapat dikatakan bahwa barang A merupakan komplementer barang B.
4. Selera. Bila selera seseorang terhadap suatu barang menurun, maka permintaan terhadap barang tersebut juga menurun. Sebaliknya jika selera seseorang terhadap suatu barang meningkat, maka permintaan terhadap suatu barang akan meningkat.
5. Distribusi pendapatan di masyarakat. Bila distribusi pendapatan di masyarakat merata dan meningkat, maka permintaan terhadap suatu barang akan meningkat.
6. Populasi. Peningkatan populasi akan meningkatkan permintaan terhadap suatu barang.
7. Pengaruh khusus. Permintaan terhadap suatu barang juga dipengaruhi oleh hal-hal khusus seperti musim, letak geografis dan ekspektasi masyarakat terhadap kondisi ekonomi dimasa depan.

1.4.2 Agregat Impor

Agregat impor merupakan kelebihan permintaan (excess demand) domestik, sehingga perekonomian dalam negeri mengalokasikan pembelanjaannya meliputi pembelian barang dan jasa dari luar negeri. Secara konseptual, permintaan impor sama dengan model permintaan pada umumnya, yang merupakan permintaan suatu negara terhadap produk luar negeri.

Dalam penelitian ini variabel permintaan impor (M) yang digunakan adalah nilai impor barang dan jasa (import of goods and services) yang diminta dari luar negeri yang diukur secara riil.

Berdasarkan teori permintaan impor tradisional, permintaan impor suatu negara tergantung pada pendapatan nasional, harga impor dan harga produk domestik.

M = ƒ (Y, Pm, Pd) ………………………………………………..… (1.1)

Dimana:

M = Permintaan impor

Y = Pendapatan nasional.

Pm = Harga impor

Pd = Harga domestik

Namun demikian, ternyata komponen pengeluaran PDB (final demand expenditure) suatu negara juga dianggap sebagai faktor penting yang mempengaruhi besarnya permintaan akan impor karena dalam berbagai komponen pengeluaran terdapat jenis impor yang berbeda.[4]

Dalam penelitian ini dibedakan empat kategori utama dari komponen pengeluaran, yaitu: pengeluaran konsumsi rumah tangga/swasta, (private consumption expenditure), pengeluaran konsumsi pemerintah (government consumption expenditure), pengeluaran investasi (expenditure on investment goods) oleh sektor swasta dan sektor pemerintah. Dan yang terakhir adalah komponen ekspor barang dan jasa (export of goods and services).

Variabel penting lainnya yang mempengaruhi permintaan impor berdasarkan teori adalah harga relatif impor. Dengan asumsi harga relatif impor sebagai variabel eksogen karena penawaran dunia tidak terbatas pada harga dunia yang berlaku sekarang. Pengaruh perubahan harga relatif impor mengakibatkan dua efek, yaitu efek pendapatan dan efek subtitusi. Kenaikan harga relatif impor menyebabkan konsumen merasa memiliki pendapatan yang kurang untuk dapat mengkonsumsi barang impor. Sedangkan pada efek subtitusi, permintaan impor turun akibat kenaikan harga relatif impor.

Pada perekonomian terbuka nilai tukar akan mempengaruhi transaksi perdagangan internasional suatu negara, termasuk impor. Jika terjadi depresiasi pada mata uang domestik, maka harga barang domestik relatif lebih murah dibandingkan harga barang luar negeri. Perubahan harga tersebut akan ditanggapi oleh konsumen domestik dengan menurunkan permintaan impor. Hal ini tergantung pada elastisitas nilai tukar terhadap permintan impor.

Berdasarkan asumsi diatas, maka fungsi permintaan impor dapat digambarkan sebagai berikut:

Mt = ƒ (PCEt, GCEt, EIGt, EXt, Pt, RERt) ……………………….…... (1.2)

Dimana:

Mt = Permintaan agregat impor (aggregate import demand) pada

periode t.

FCEt = Pengeluaran konsumsi rumah tangga/swasta (private

consumption expenditure) pada periode t.

GCEt = Pengeluaran konsumsi pemerintah (government consumption

expenditure) pada periode t.

EIGt = Pengeluaran investasi (expenditure on investment goods) pada

periode t.

EXt = Nilai ekspor barang dan jasa (export of goods and services) pada

periode t.

Pt = Harga relatif impor (relative import price) pada periode t.

RERt = Nilai tukar riil (real exchange rate) pada periode t.

1.5 Metode Penelitian

1.5.1 Metodologi Penelitian

Analisis dilakukan terhadap fungsi matematis antara variabel-variabel pengeluaran yang diduga mempengaruhi besarnya tingkat permintaan agregat impor di Indonesia untuk periode 1970-2001 menggunakan model kointegrasi dan model dinamis Error Correction Model (ECM). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari data World Development Indicator (WDI) Bank Dunia, data Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia dan data IMF’s International Financial Statistics (IFS), untuk kemudian diolah dengan bantuan program E-Views 4.1 dan Microsoft Excel 2003.

1.5.2 Deskripsi Variabel

1.5.2.1 Variabel Dependen

Variabel dependen (tidak bebas) dalam penelitian ini adalah permintaan agregat impor (M). Data impor yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai impor riil barang dan jasa yang diukur pada harga konstan dengan tahun dasar 1995. Data nilai impor riil didapat dari data World Development Indicators (WDI) Bank Dunia.

1.5.2.2 Variabel Independen

Variabel independen (bebas) dalam penelitian ini adalah:

1. Pengeluaran konsumsi rumah tangga/swasta (PCE)

Merupakan nilai dari pengeluaran konsumsi oleh sektor rumah tangga/swasta (private consumption expenditure) Data yang digunakan adalah pengeluaran konsumsi rumah tangga/swasta riil yang diukur dengan harga konstan pada tahun dasar 1995. Data nilai impor riil didapat dari data World Development Indicators (WDI) Bank Dunia.

Variabel ini diduga berdampak positif terhadap permintaan agregat impor.

2. Pengeluaran konsumsi pemerintah (GCE)

Merupakan nilai dari pengeluaran konsumsi oleh sektor pemerintah baik pusat maupun daerah (government consumption expenditure). Data yang digunakan adalah pengeluaran konsumsi pemerintah riil yang diukur pada harga konstan dengan tahun dasar 1995. Data pengeluaran konsumsi pemerintah didapat dari data World Development Indicators (WDI) Bank Dunia.

Variabel ini diduga berdampak positif terhadap permintaan agregat impor.

3. Pengeluaran investasi (EIG)

Data pengeluaran investasi (expenditure on investment goods) yang digunakan dalam penelitian ini didapat dari jumlah investasi pembentukan modal domestik bruto (gross domestik capital formation). Data yang digunakan adalah data pembentukan modal domestik bruto dalam negeri riil pada tahun dasar 1995. Data pengeluaran konsumsi pemerintah didapat dari data World Development Indicators (WDI) Bank Dunia.

Pengeluaran investasi diharapkan berpengaruh positif terhadap model.

4. Nilai Ekspor barang dan jasa (EX)

Data ekspor dalam penelitian ini menggunakan data nilai ekspor barang dan jasa riil pada tahun dasar 1995. Data nilai impor riil didapat dari data World Development Indicators (WDI) Bank Dunia.

Pengeluaran ekspor diharapkan memberikan pengaruh positif terhadap permintaan agregat impor.

5. Harga Relatif Impor

Harga relatif impor dalam penelitian ini merupakan rasio dari indeks harga impor (IPm) dengan indeks harga domestik (Pd). Harga domestik yang digunakan adalah indeks harga perdagangan besar (IHPB) domestik karena dianggap lebih tepat menggambarkan persaingan produk yang kompetitif di pasar internasional.

clip_image006 …………………………………………………………... (1.3)

Indeks harga impor didapat melalui:

clip_image008 …………………………………………….. (1.4)

Keterangan:

P = Harga relatif impor

IPm = Indeks harga impor

IHPB = Indeks harga perdagangan besar domestik

Mnominal = Nilai impor nominal

Mriil = Nilai impor riil

Perubahan dalam variabel ini diharapkan akan mempengaruhi besarnya impor secara negatif.

6. Nilai tukar riil

Merupakan nilai tukar antara mata uang domestik dengan mata uang luar negeri dalam hal ini adalah mata uang rupiah terhadap dollar Amerika. Nilai tukar yang digunakan adalah nilai tukar riil yang didapatkan melalui:

clip_image010 ……………………………………..…… (1.5)

Keterangan:

RER = Nilai tukar riil (real exchange rate)

ERnominal = Nilai tukar nominal (Rp/$)

Pdomestik = Tingkat harga domestik, digunakan IHPB domestik

Pluar negeri = Tingkat harga luar negeri, digunakan IHPBluar negeri

Perubahan dalam variabel ini diharapkan akan mempengaruhi besarnya impor secara negatif.

1.5.3 Model Ekonometrika

Proses pengolahan data dilakukan dengan metode ekonometrika sehingga diketahui hubungan masing-masing variabel. Untuk analisis data digunakan metode deskriptif kuantitatif dengan menggunakan model matematik dan model ekonometrik. Model yang digunakan dalam analisis ini adalah model kointegrasi dan model dinamis Error Correction Model (ECM).

1.5.3.1 Model Dasar

Model dasar yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada model yang digunakan oleh Mohammad Aji Alias dan Tang Tuck Cheong (2000) dalam penelitiannya mengenai permintaan agregat impor dan komponen pengeluaran di Malaysia, yaitu:[5]

Mt = ƒ (FCEt, EIGt, Ext, Pt) …………………………………..…….. (1.6)

Dimana:

Mt = Permintaan agregat impor (import) pada periode t.

FCEt = Pengeluaran konsumsi akhir (final consumption expenditure)

pada periode t.

EIGt = Pengeluaran untuk barang-barang investasi (expenditure on

investment goods) pada periode t.

EXt = Ekspor (export ) pada periode t.

Pt = Harga relatif impor (relative import price) pada periode t.

Selanjutnya dalam penelitian ini penulis membagi variabel pengeluaran konsumsi akhir/final consumption expenditure ke dalam dua bagian yaitu pengeluaran konsumsi rumah tangga /swasta (private consumption expenditure) dan pengeluaran konsumsi pemerintah (government consumption expenditure), dimana hal ini dilakukan untuk mengetahui lebih jauh peranan dari kedua variabel ini terhadap permintaan impor. Kemudian karena permintaan impor juga dipengaruhi oleh nilai tukar, maka penulis memasukkan variabel nilai tukar riil ke dalam model.

Sehingga spesifikasi model dalam persamaan ekonometrika untuk permintaan agregat impor adalah sabagai berikut:

LnMt = α0 + α1 LnPCEt + α2 LnGCEt + α3 LnEIGt + α4 LnEXt +

α5 LnPt + α6 LnRERt + ut ………………………….…..… (1.7)

Dimana:

Ln = Logaritma natural.

Mt = Permintaan agregat impor (import) pada periode t.

PCEt = Pengeluaran konsumsi swasta (private consumption

expenditure) pada periode t.

GCEt = Pengeluaran konsumsi pemerintah (government

consumption expenditure) pada periode t.

EIGt = Pengeluaran untuk investasi (expenditure on investment

goods) pada periode t.

EXt = Nilai ekspor barang dan jasa (export of goods and

services) pada periode t.

Pt = Harga relatif impor (relative import price) pada periode t.

RERt = Nilai tukar riil pada periode t.

α0 = Konstanta.

α1, α2, α3, α4, α5 = Koefisien parameter.

ut = Residual pada periode t.

Model dibuat dalam bentuk logaritma natural untuk dapat diketahui nilai persentase perubahan variabel independen terhadap perubahan permintaan agregat impor, yang tidak lain merupakan nilai elastisitasnya.

1.5.3.2 Analisis Model Kointegrasi

Penelitian yang menggunakan data time series akan menghadapi masalah yang tidak dihadapi oleh penelitian yang menggunakan data Cross-section: (1) antar variabel time series dapat mempengaruhi lainnya dengan lag waktu; dan (2) Apabila variabel-variabel adalah nonstasioner, masalah spurious regression (regresi lancung) dapat terjadi

Pengujian keberadaan spurious regression dapat dilakukan dengan dengan pengujian stasionaritas data melalui uji akar-akar unit (unit roots test). Apabila variabel yang diamati stasioner pada derajat yang sama, maka dapat dilakukan regresi kointegrasi guna menguji residual apakah stasioner/tidak dan langkah ini dikenal sebagai uji kointegrasi.

Analisis model kointegrasi dimaksudkan untuk mengetahui apakah terjadi keseimbangan dalam jangka panjang pada model yang digunakan, yaitu dengan cara menguji stasionaritas error term-nya. Dalam penelitian ini, metode estimasi hubungan jangka panjang dilakukan dengan menggunakan metode Engle-Granger. Persamaan yang digunakan adalah:

ΔUt = ρUt-1 + vt ……………………………………………………... (1.8)

Hipotesis untuk pengujian kointegrasi adalah:

H0 : ρ = 0, variabel-variabel dalam model tidak terkointegrasi

H1 : ρ ≠ 0, variabel-variabel dalam model tidak terkointegrasi

1.5.3.3 Model Dinamis Error Correction Model (ECM)

Adanya keseimbangan dalam jangka panjang dalam suatu model estimasi tidak selalu mencerminkan adanya keseimbangan dalam jangka pendek. Karena dalam jangka pendek, pergerakan dari setiap variabel mungkin saja akan menyimpang dari keseimbangan jangka panjangnya yang diakibatkan oleh faktor ekonomi ataupun faktor non ekonomi.

Apabila hubungan variabel terkointegrasi, yang berarti di dalam jangka panjang akan tercapai kondisi keseimbangan, maka error (deviasi) jangka pendek tersebut akan terkoreksi untuk kembali pada keseimbangan jangka panjangnya. Proses koreksi ini secara ekonometrika disebut sebagai mekanisme koreksi error/ error correction model (ECM), yang dapat diuraikan dalam langkah sebagai berikut:

Persamaan (1.12) diestimasi menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square). Kemudian diperoleh nilai residual (ut), selanjutnya dihitung nilai ut-1 yang akan digunakan sebagai explanatory variable Ect-1 pada persamaan ECM menurut persamaan:
clip_image012

Dimana:

∆LnMt = First difference dari lon permintaan agregat impor pada periode t.

∆LnPCEt = First difference dari lon pengeluaran konsumsi rumah tangga/swasta

pada periode t.

∆LnGCEt = First difference dari lon pengeluaran konsumsi pemerintah pada

periode t.

∆LnEIGt = First difference dari lon pengeluaran investasi pada periode t.

∆LnEXt = First difference dari lon nilai ekspor barang dan jasa pada periode t.

∆LnPt = First difference dari lon harga relatif impor pada periode t.

∆LnPt = First difference dari lon nilai tukar riil pada periode t.

ECTt-1 = Koreksi kesalahan (error correction term) pada t-1

vt = Residual pada periode t.

Pengujian-pengujian statistik dilakukan untuk memperkuat hasil penelitian yaitu uji stasionaritas dengan menggunakan metode ADF (Augmented Dickey Fuller) Test, uji multikolinearitas dengan metode pengujian parsial antara explanatory variable, uji autokorelasi dengan metode Durbin-Watson d Test dan Run Test, uji parsial (t-stat), uji keseluruhan model (F-stat), uji koefisien determinasi dan uji kointegrasi dengan Engle-Granger Test.

1.6 Metode Analisis

1.6.1 Pengujian Statistik

1.6.1.1 Uji Stasionaritas

Uji ini dilakukan untuk mendeteksi data apakah benar-benar bersifat stasioner, karena ternyata data tidak stasioner berarti terdapat ketidakstabilan pada model time series yang memungkinkan untuk dapat menimbulkan gangguan autokorelasi pada model ekonometrik.

§ Uji Unit Root Augmented Dickey Fuller [6]

Proses stokastik disebut stasioner bila mean dan variance-nya konstan dalam rentangan waktu dan nilai covariance diantara dua periode waktu hanya bergantung pada jarak lag diantara dua periode waktu dan tidak pada waktu aktual pada saat covariance tersebut dihitung.

Pengujian stasioner tidaknya data yang akan dianalisis, dilakukan dengan mengunakan pengujian unit root. Prosedur pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut :

Misalnya variabel Yt sebagai variabel independen, maka akan diubah menjadi:

Yt = δYt-1 + μt ……………………………………………...……….. (1.10)

Jika koefisien Yt (δ=1), maka variabel mengandung unit root dan bersifat stasioner. Untuk merubah Yt yang bersifat nonstasioner menjadi stasioner maka dilakukan uji pada order pertama (first difference), yaitu:

Pure random walk

clip_image014 ………………………………………. (1.11)

Random walk with drift

clip_image016 ………………………………… (1.12)

Random walk with drift and trend

clip_image018 ……………………………(1.13)

Kesimpulan ADF Test adalah:

H0 : δ = 0 (terdapat unit roots, variabel Y tidak stasioner)

H0 : δ ≠ 0 (tidak terdapat unit roots, variabel Y stasioner)

Kesimpulan hasil uji unit root test diperoleh dengan membandingkan nilai t-hitung dengan t-tabel pada tabel ADF test.

1.6.1.2 Uji Kointegrasi[7]

Uji ini dikembangkan berdasarkan adanya persepsi model data yang tidak stasioner dapat terjadi kointegrasi jangka panjang antara tiap variabel yang diuji. Uji ini disebut Engle-Granger Test dengan langkah :

Langkah Pertama :

Estimasi tiap parameter dari persamaan regresi dengan menggunakan model Ordinary Least Square (OLS) dari X terhadap Y dan peroleh nilai residualnya.

Yt = α0 + α1 Xt1 + α2 Xt2 + ut ………………………………………. (1.14)

Langkah Kedua :

Lakukan uji stasionaritas (Unit Root Test) pada nilai residual menggunakan ADF critical value.

ΔUt = ρUt-1 + vt ………………….……………………………..…… (1.15)

Apabila hipotesis unit root ditolak maka disimpulkan bahwa Y dan X terkointegrasi dan apabila hipotesis unit root tidak ditolak, maka kointegrasi tidak terjadi.

1.6.1.2 Uji Koefisien Determinasi (R2)[8]

Uji ini digunakan untuk mengukur kedekatan hubungan dari model yang dipakai. Koefisien determinasi (R2) yaitu angka yang menunjukkan besarnya kemampuan varians atau penyebaran dari variabel-variabel bebas yang menerangkan variabel tidak bebas atau angka yang menunjukkan seberapa besar variabel tidak bebas dipengaruhi oleh variabel-variabel bebasnya.

Besarnya nilai koefisien determinasi adalah antara 0 hingga 1 (0 < R <1), dimana nilai koefisien mendekati 1, maka model tersebut dikatakan baik karena semakin dekat hubungan antara variabel bebas dengan variabel tidak bebasnya.

1.6.1.3 Uji t-statistik[9]

Uji t-statistik digunakan untuk menguji pengaruh parsial dari variabel-variabel independen terhadap variabel dependennya.

Dengan menguji satu arah dalam signifikansi α, dan derajat kebebasan (degree of freedom, df ) = n – k (n = jumlah observasi dan k = jumlah parameter termasuk konstanta), maka hasil pengujian akan menunjukkan :

Tabel 1.1

Kesimpulan pengujian t-stat

Tipe hipotesis


Ho


H1


Kriteria

Satu arah (kanan)


β ≤ 0


β > 0


t-stat > t-tabel

Satu arah (kiri)


β ≥ 0


β < 0


t-stat < t tabel

Dua arah


β = 0


β ≠ 0


-t-stat < t-tabel < t-stat

1.6.1.4 Uji F-statistik[10]

Pengujian ini digunakan untuk menguji signifikansi pengaruh dari semua variabel bebas secara keseluruhan terhadap variabel tidak bebasnya.

Hipotesa yang digunakan adalah :

H0 : β0 = β1 = β2 = β3 = β4 = 0 , Semua variabel bebas secara bersama-sama

tidak berpengaruh terhadap variabel tidak bebasnya.

H1 : Salah satu βn ≠ 0 ,Semua variabel bebas secara bersama-sama

berpengaruh terhadap variabel tidak bebasnya

Dengan tingkat keyakinan = α dan df = (k-1) (N-k)

Hasil pengujian akan menunjukkan :

- Apabila nilai F-hitung > F-tabel, maka H0 ditolak ; artinya setiap variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel tidak bebasnya.

- Apabila F-hitung < F-tabel, maka Ho diterima ; artinya variabel bebas secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap variabel tidak bebasnya.

-

1.6.2 Pengujian Masalah dalam Regresi Linear

1.6.2.1 Masalah Multikoliniearitas[11]

Multikolinear menunjukkan gejala adanya hubungan linear atau hubungan yang pasti diantara explanatory variable (variabel penjelas) dalam model regresi. Gejala ditunjukkan oleh beberapa faktor, namun yang paling mendukung penjelasan adanya multikolinier dalam model yaitu apabila nilai R2 dari hasil regresi sangat tinggi namun sebagian besar explanatory variable tidak menjelaskan hubungan yang signifikan terhadap variabel yang dijelaskan, melalui perbandingan antara nilai t-stat dan F-stat dengan t-tabel dan F-tabel.

Karena pengukuran besarnya R2 dan jumlah t-stat signifikan bersifat relatif, maka dilakukan pengujian tambahan dengan memperhatikan korelasi parsial diantara regresor dalam bentuk matriks. Rule of thumb dari pengukuran ini adalah semakin tingginya nilai korelasi parsial sepasang regresor, maka terdapat multikolinearitas.

1.6.2.2 Masalah Autokorelasi[12]

Autokorelasi adalah korelasi diantara anggota observasi. Masalah autokorelasi dalam model menunjukkan adanya hubungan korelasi antara variabel gangguan (error term) dalam suatu model, ketidakberadaan masalah autokorelasi penting karena merupakan salah satu asumsi CLRM (Classical Linear Reggression Model). Autokorelasi dapat terjadi karena beberapa faktor :

1. Inersia, data observasi dipengaruhi oleh data sebelumnya. Misalnya data observasi saat terjadi kelesuan ekonomi sehingga data time series berikutnya dipengaruhi data sebelumnya walaupun perekonomian sudah membaik.

2. Bias spesifikasi dengan mengeluarkan atau tidak memasukan variabel bebas tertentu yang sebenarnya turut mempengaruhi variabel tidak bebasnya menurut teori ekonomi, walaupun hasil perhitungan kuantitas tidak mendukung.

3. Bias spesifikasi berupa bentuk model yang tidak tepat

4. Manipulasi data akibat data secara sistematis tidak tersedia untuk periode yang

diharapkan, seperti penggunaan interpolasi, ekstrapolasi, dan transformasi data.

5. Non stasioneritas pada data time series yang digunakan.

Gejala ini dapat terdeteksi melalui graphical method dengan mem-plot waktu dan residual. Sedangkan Uji formal yang dapat dilakukan adalah uji Durbin-Watson d Test dan Run Test.

Durbin Watson Test

Ketentuan yang berlaku untuk melihat apakah suatu model mempunyai masalah korelasi berdasarkan pada daerah kritis di bawah ini :

Gambar 1.1

Nilai Batas Kritis DW - Stat

clip_image019clip_image020clip_image021clip_image022clip_image022[1]clip_image023clip_image023[1]clip_image024clip_image025clip_image025[1]clip_image024[1]clip_image024[2]clip_image024[3]

clip_image026clip_image027

Sumber : Gambar 12.10 ,Basic Econometrics 4th edition, Damodar N Gujarati, 2003:469

Dengan hipotesa :

H0 : Tidak terdapat positif autokorelasi

H0* : Tidak terdapat negatif autokorelasi

Ketentuan :

dL = Batas kritis bawah

dU = Batas kritis atas

4-dU = batas kritis atas (dilihat dari batas maksimum)

4-dL = batas kritis bawah (dilihat dari batas minimum)

Ketentuan penilaian batas kritis yang menjelaskan ada atau tidaknya masalah serial korelasi dalam model adalah sebagai berikut:

Tabel 1.2

Penilaian Batas Kritis Durbin Watson Test

Hipotesa nol (H0)


Kriteria Nilai Kritis


Kesimpulan

Tidak ada positif autokorelasi

Tidak ada positif autokorelasi

Tidak ada negatif autokorelasi

Tidak ada negatif autokorelasi

Tidak ada autokorelasi


0 < d < dL

dL < d < dU

4 – dL < d <4

4 – dU < d < 4 – dL

dU < d < 4 – dU


Ho ditolak

Autokorelasi tidak jelas

Ho ditolak

Autokorelasi tidak jelas

Ho diterima

Sumber : Tabel 12.6, Basic Econometrics 4th edition, Damodar N Gujarati, 2003:470

Uji Run

Uji ini dilakukan dengan menampilkan residual (ut) dan residual yang telah distandarisasi (ut / varians) dari persamaan ekonometrik yang diperoleh. Melihat residual yang random ini dapat kita bedakan kedalam kelompok positif dan negatif. Prediksi sederhana dapat dilihat dari jumlah run. Run yang terlalu banyak menunjukkan autokorelasi positif, run yang terlalu sedikit menunjukkan autokorelasi positif

Contoh pengujian adalah sebagai berikut :

(- - - - - - -)( + + + + + + + + + + + + +)(- - - - - - - - - -)(+ + + + + + + +)

kemudian dari hasil pengelompokan tersebut dihitung:

n = total jumlah observasi

n1 = jumlah simbol +

n2 = jumlah simbol –

k = jumlah run

Dengan asumsi n1 > 10 dan n2 > 10, dihitung :

clip_image029 ……………………………………………...…….. (1.22)

clip_image031 ………………………………… (1.23)

Kemudian nilai s2k dibandingkan dengan hipotesa :

Ho : Tidak terdapat autokorelasi

H1 : Terdapat autokorelasi

Apabila nilai k berada pada interval

(E(k) – (t-tabel)sk ≤ k ≤ E(k) + (t -tabel)sk) Ho tidak ditolak, tidak terdapat autokorelasi

[1] Krugman, Paul R. Obtsfeld, Maurice. (1999) “Ekonomi Internasional Teori dan Kebijakan” edisi kedua, buku pertama: Perdagangan, Rajawali Pers, Jakarta, hal. 15

[2] Dornbusch, Rudiger. Fischer, Stanley. Startz, Richard. (1998) “Macroeconomics” 7th Edition, McGraw-Hill, p. 23

[3] Samuelson. Paul A. Nordhaus, William D. (1995) “Economics” fifteenth edition, Mc Graw-Hill, Inc. p. 40-41

[4] Abbott, A. J. and H. R. Seddighi. “Aggregate Imports and Expenditure Components in UK: An Empirical Analysis”. Applied Economics 28 (1996): 1119-125.

[5] Mohammad Aji Alias, Tang Tuck Cheong. “Aggregate Imports and Expenditure Component in Malaysia A Cointegration and Error Correction Analysis” ASEAN Economic Bulletin Vol 17, N0. 3 (2000) p. 257-269)

[6] Gujarati, Damodar N. (2003) “Basic Econometrics” fourth edition, Mc Graw-Hill, p. 814-817

[7] Ibid, p. 822-824

[8] Ibid, p. 81-87

[9] Ibid, p. 129-133

[10] Ibid, p. 254-259

[11] Ibid, p. 341-375

[12] Ibid, p. 441-490

File Selengkapnya.....

Teman DiskusiSkripsi.com


 

Free Affiliasi Program