BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Komunitas Muslim di seluruh dunia telah membentuk segmen pasar yang potensial dikarenakan pola khusus mereka dalam mengkonsumsi suatu produk. Pola konsumsi ini diatur dalam ajaran Islam yang disebut dengan Syariat. Dalam ajaran Syariat, tidak diperkenankan bagi kaum muslim untuk mengkonsumsi produk-produk tertentu karena substansi yang dikandungnya atau proses yang menyertainya tidak sesuai dengan ajaran Syariat tersebut. Dengan adanya aturan yang tegas ini maka para pemasar memiliki sekaligus barrier dan kesempatan untuk mengincar pasar khusus kaum Muslimin.
Ajaran tegas Syariat Islam untuk menghindari hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT dan melaksanakan apa saja yang diperintahkan membuat konsumen Muslim bukanlah konsumen yang permissive dalam pola konsumsinya. Mereka dibatasi oleh ke-Halalan dan ke-Haraman yang dimuat dalam nash Al Qur’an dan Al Hadist yang menjadi panduan utama bagi mereka.
Populasi yang demikian besar dari kaum Muslimin membuat kaum Muslimin menjadi pasar yang demikian potensial untuk dimasuki. Untuk negara sekelas Amerika Serikat yang notabene jumlah kaum Muslimin disana adalah minoritas, namun diperkirakan ada sekitar empat sampai sembilan juta orang yang memeluk agama Islam (www.yahoo.com:2002) yang pola belanja dan konsumsi produk mereka sejalan dengan ajaran agama Islam atau ingin menyesuaikan pola konsumsinya dengan ajaran agamanya.
Untuk indonesia sendiri, dengan populasi kaum Muslimin yang mencapai bilangan 90% dari jumlah total warga negara, maka dengan sendirinya pasar Indonesia merupakan pasar konsumen Muslim yang demikian besar.
Pemahaman yang semakin baik tentang agama makin membuat konsumen Muslim menjadi semakin selektif dalam pemilihan produk yang dikonsumsi. Khusus di Indonesia, konsumen Muslim dilindungi oleh lembaga yang secara khusus bertugas untuk mengaudit produk-produk yang dikonsumsi oleh konsumen Muslim di Indonesia. Lembaga ini adalah Lembaga Pengawasan dan Peredaran Obat dan Makanan – Majelis Ulama Indonesia (LPPOM-MUI). Lembaga ini mengawasi produk yang beredar di masyarakat dengan cara memberikan sertifikat halal sehingga produk yang telah memiliki sertifikat halal tersebut dapat memberi label halal pada produknya. Artinya produk tersebut secara proses dan kandungannya telah lulus diperiksa dan terbebas dari unsur-unsur yang dilarang oleh ajaran agama Islam, atau produk tersebut telah menjadi kategori produk halal dan tidak mengandung unsur haram dan dapat dikonsumsi secara aman oleh konsumen Muslim.
Produk-produk yang mendapat pertimbangan utama dalam proses pemilihannya berdasarkan ketentuan Syariat yang menjadi tolok ukur untuk konsumen Muslim adalah produk-produk makanan dan minuman. Ketidakinginan masyarakat Muslim untuk mengkonsumsi produk-produk haram akan meningkatkan keterlibatan yang lebih tinggi dalam proses pemilihan produk (high involvement). Dengan begitu akan ada produk yang pilih untuk dikonsumsi dan produk yang disisihkan akibat adanya proses pemilihan tersebut. Proses pemilihannya sendiri akan menjadikan kehalalan sebagai parameter utamanya. Ketentuan ini membuat keterbatasan pada produk-produk makanan untuk memasuki pasar umat Muslim. Konsumen Muslim sendiri juga bukan tanpa kesulitan untuk memilah produk-produk yang mereka konsumsi menjadi produk dalam kategori halal dan haram. Tentunya untuk memeriksakan sendiri kondisi kehalalan suatu produk adalah kurang memungkinkan. Hal ini berkaitan dengan masalah teknis dalam memeriksa kehalalan suatu produk, seperti uji kimia, pengamatan proses serta pemeriksaan kandungan produk.
Adanya LPPOM-MUI dapat membantu masyarakat memudahkan proses pemeriksaan kehalalan suatu produk. Dengan mendaftarkan produk untuk diaudit keabsahan halal-nya oleh LPPOM-MUI sehingga produknya bisa mencantukan label halal dan hal itu berarti produk tersebut telah halal untuk dikonsumsi ummat Muslim dan hilanglah barrier nilai yang membatasi produk dengan konsumen Muslim. Hal ini berarti peluang pasar yang sangat besar dapat terbuka.
Dengan adanya label halal ini konsumen muslim dapat memastikan produk mana saja yang boleh mereka konsumsi, yaitu produk yang memiliki dan mencantumkan label halal pada kemasannya. Secara teori maka, untuk para pemeluk agama Islam yang taat,pilihan produk makanan yang mereka pilih adalah makanan halal yang diwakili dengan label halal.
Seiring dengan pesatnya perkembangan media dewasa ini, arus informasi yang dapat diperoleh konsumen akan semakin banyak dan turut pula mempengaruhi pola konsumsi mereka. Labelisasi halal yang secara prinsip adalah label yang menginformasikan kepada pengguna produk yang berlabel tersebut, bahwa produknya benar-benar halal dan nutrisi-nutrisi yang dikandungnya tidak mengandung unsur-unsur yang diharamkan secara syariah sehingga produk tersebut boleh dikonsumsi. Dengan demikian produk-produk yang tidak mencantukam label halal pada kemasannya dianggap belum mendapat persetujuan lembaga berwenang (LPPOM-MUI) untuk diklasifikasikan kedalam daftar produk halal atau dianggap masih diragukan kehalalannya. Ketidakadaan label itu akan membuat konsumen Muslim berhati-hati dalam memutuskan untuk mengkonsumsi atau tidak produk-produk tanpa label halal tersebut.
Label halal yang ada pada kemasan produk yang beredar di Indonesia adalah sebuah logo yang tersusun dari huruf-huruf Arab yang membentuk kata halal dalam sebuah lingkaran. Peraturan pelabelan yang dikeluarkan Dirjen POM (Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan) Departemen Kesehatan Republik Indonesia, mewajibkan para produsen-produsen produk makanan untuk mencantumkan label tambahan yang memuat informasi tentang kandungan (ingredient) dari produk makanan tersebut. Dengan begitu konsumen dapat memperoleh sedikit informasi yang dapat membantu mereka untuk menentukan sendiri kehalalan suatu produk. Kondisi masyarakat Muslim yang menjadi konsumen dari produk-produk makanan yang beredar dipasar, namun mereka tidak mengetahui apa yang sebenarnya mereka konsumsi selama ini. Sebagai orang Islam yang memiliki aturan yang sangat jelas tentang halal dan haram, seharusnya konsumen Muslim terlindungi dari produk-produk yang tidak halal atau tidak jelas kehalalannya (syubhat). LPOM MUI memberikan sertifikasi halal pada produk-produk yang lolos audit sehingga produk tersebut dapat dipasang label halal pada kemasannya dengan demikian masyarakat dapat mengkonsumsi produk tersebut dengan aman.
Kenyataan yang berlaku pada saat ini adalah bahwa LPPOM-MUI memberikan sertifikat halal kepada produsen-produsen obat dan makanan yang secara sukarela mendaftarkan produknya untuk diaudit LPPOM-MUI. Dengan begitu produk yang beredar dikalangan konsumen Muslim bukanlah produk-produk yang secara keseluruhan memiliki label halal yang dicantumkan pada kemasannya. Artinya masih banyak produk-produk yang beredar dimasyarakat belum memiliki sertifikat halal yang diwakili dengan label halal yang ada pada kemasan produknya. Dengan demikian konsumen Muslim akan dihadapkan pada produk-produk halal yang diwakili dengan label halal yang ada kemasannya dan produk yang tidak memiliki label halal pada kemasannya sehingga diragukan kehalalan produk tersebut. Maka keputusan untuk membeli produk-produk yang berlabel halal atau tidak akan ada sepenuhnya di tangan konsumen sendiri.
FE Unpad yang juga sebagian besar mahasiswanya beragama Islam dapat menjadi perwakilan dari komunitas Muslim yang menjadi konsumen produk tersebut. Mahasiswa adalah komunitas kritis yang bila ditinjau dari sisi informasi yang mereka peroleh dan kemampuan mereka untuk mencerna informasi adalah komunitas yang bisa memilah-milah produk-produk yang mereka konsumsi berdasarkan informasi yang mereka peroleh.
Agar dapat memperoleh informasi yang lebih jelas serta disertai bukti ilmiah mengenai bagaimana pengaruh label halal terhadap keputusan pembelian konsumen terhadap suatu produk tertentu, perlu dilakukan suatu penelitian ilmiah. Untuk itu penulis akan melakukan penelitian dengan menjadikan mahasiswa FE Unpad bandung sebagai studied population. Penulis memberikan batasan bahwa produk makanan dalam kemasan yang dimaksud adalah produk-produk seperti coklat, susu, mie instan, snack, dan produk-produk makanan lainya yang diproduksi dengan mengunakan kemasan dan menyertakan label halal didalam kemasannya.
Penulis memberikan judul pada penelitian ini adalah “Pengaruh Labelisasi Halal terhadap Keputusan Pembelian Produk Makanan dalam Kemasan Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran
1.2 Identifikasi Masalah
Dari uraian diatas penulis, tertarik untuk meneliti masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana tanggapan konsumen Muslim yaitu mahasiswa di Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran Bandung mengenai labelisasi halal
2. Bagaimana pengaruh labelisasi halal tersebut terhadap keputusan pembelian produk makanan dalam kemasan pada mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran Bandung
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengumpulkan, mengolah, dan menganalisa data serta, menginterpretasikannya. Hasilnya akan digunakan sebagai bahan penyusunan skripsi yang akan diajukan sebagai salah satu syarat untuk menempuh ujian sarjana Jurusan Manjemen Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran.
Penelitian bertujuan untuk:
1. Mengetahui labelisasi halal produk makanan dalam kemasan dalam benak konsumen
2. Mengetahui pengaruh labelisasi halal terhadap keputusan pembelian produk makanan dalam kemasan pada mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran Bandung.
1.4 Kegunaan Penelitian
Kegunaan yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah:
1. Kegunaan Praktis
Manfaat bagi perusahaan adalah mengetahui tanggapan konsumen mengenai labelisasi halal pada produknya dan mengetahui bagaimana pengaruh labelisasi halall terhadap keputusan pembelian konsumen. Informasi tersebut diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi perusahaan dalam usaha melabelisasikan produknya dengan label halal dimasa yang akan datang
2. Kegunaan Akademis
Hasil penelitian ini diharapkan:
o Dapat menjadi bahan masukan bagi semua pihak yang berminat terhadap bidang manajemen pemasaran terutama yang berkaitan dengan retailing, perilaku konsumen, dan komunikasi pemasaran
Dapat menambah wawasan dan pengetahuan menyusun dalam bidang manajemen pemasaran, yaitu yang berkaitan dengan retailing, perilaku konsumen, dan komunikasi pemasaran, khususnya mengenai pengaruh labelisasi halal terhadap keputusan pembelian konsumen.
1.5 Kerangka Pemikiran
Islam adalah sebuh agama yang menjadi ideologis, sistem dan aturan hidup, kerangka berpikir, pedoman terhadap konsep dan pengembangan integritas diri, menjadi tolok ukur keabsahan suatu tindakan, serta sumber inspirasi bagi sebagian besar teori peradaban. Sebagai ideologi, Islam memiliki aturan yang lengkap menyeluruh, serta komprehensif. Bagan berikut disampaikan oleh Sa’id Hawwa (1993:27) tentang kelengkapan Islam sebagai system nilai dalam mengatur setiap aspek utama kehidupan manusia (syumuliatul Islam)
clip_image001
Sumber : Al Islam, Sa’id Hawwa, (Jakarta: Al Islahy Press, 1993:27)
Gambar 2.1
Struktur Sistem Nilai Islam
Konsep Syumuliatul Islam ini makin dipertegas oleh nash Al Qur’an yang berbunyi, “Wahai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat dibumi, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaithan. Sesungguhnya syaithan itu merupakan musuh yang nyata bagimu.” (QS 2:168)
Syumuliyah Islam ini, oleh para pemeluknya berusaha diaplikasikan dalam tataran praktis. Salah satu contoh praktis adalah yang diterapkan dalam pola konsumsi masyarakat muslim di Indonesia. Produk-produk yang dikonsumsi oleh umat Islam – terutama produk-produk makanan – adalah makanan yang halal. Kehalalan produk makanan tersebut dapat diketahui dari label yang tercantum di kemasan produk. Label tersebut dikenal sebagai label halal.
Temuan MUI (Majelis Ulama Indonesia) tentang beredarnya produk tidak halal dimasyarakat, mendapat tanggapan reaktif dari konsumen berupa pemboikotan produk tersebut dengan cara tidak mau mengkonsumsi dan mengedarkan. Kenyataan ini membuat produsen-produsen produk makanan melakukan pemberian label halal pada produk mereka (labelisasi halal)
Pemberian label berkaitan erat dengan pengemasan. Label merupakan bagian dari suatu produk yang menyampaikan informasi mengenai produk dan penjual. Stanton membagi label kedalam 3 klasifikasi yaitu:
1. Brand Label, yaitu merek yang diberikan pada produk atau dicantumkan pada kemasan
2. Descriptive Label, yaitu label yang memberikan informasi objektif mengenai penggunaan, konstruksi/pembuatan, perawatan/perhatian, dan kinerja produk, serta karakteristik-karakteristik lainnya yang berhubungan dengan produk.
3. Grade Label, yaitu label yang mengindentifikasikan penilaian kualitas produk (product’s judged quality) dengan suatu huruf, angka, atau kata. Misal buah-buahan dalam kaleng diberi label kualitas A, B dan C.
Pengertian Halal menurut Departemen Agama yang dimuat dalam KEPMENAG RI No 518 Tahun 2001 tentang Pemeriksaan dan Penetapan Pangan Halal adalah:
“…tidak mengandung unsur atau bahan haram atau dilarang untuk dikonsumsi umat Islam, dan pengolahannya tidak bertentangan dengan syariat Islam.”
Proses-proses yang menyertai dalam suatu produksi makanan atau minuman, agar termasuk dalam klasifikasi halal adalah proses yang sesuai dengan standard halal yang telah ditentukan oleh agama Islam. Diantara standard-standard itu (www.lpommui.or.id) adalah:
Ø Tidak mengandung babi atau produk-produk yang berasal dari babi serta tidak menggunakan alkohol sebagai ingridient yang sengaja ditambahkan.
Ø Daging yang digunakan berasal dari hewan halal yang disembelih menurut tata cara syariat Islam.
Ø Semua bentuk minuman yang tidak beralkohol.
Ø Semua tempat penyimpanan, tempat penjualan, pengolahan, tempat pengelolaan dan tempat transportasi tidak digunakan untuk babi atau barang tidak halal lainnya, tempat tersebut harus terlebih dahulu dibersihkan dengan tata cara yang diatur menurut syari’at Islam
Dengan demikian Label Halal adalah label yang diberikan pada produk-produk yang telah memenuhi kriteria halal menurut agama Islam. Perusahaan-perusahaan yang mencantumkan produknya dengan label halal maka perusahaan tersebut telah melakukan prosesi halal pada produknya.
Mengacu pada klasifikasi label yang diberikan oleh Stanton, maka label halal masuk dalam klasifikasi Descriptive Label yaitu label yang menginformasikan tentang:
- Konstruksi atau pembuatan;
- Ingredient atau bahan baku dan;
- Efek yang ditimbulkan (other characteristic)
Yang sesusai dengan standar halal.
Pengetahuan kosumen tentang informasi yang tercantum dalam label akan memberi dampak terhadap perilaku konsumen. Perilaku kosumen meliputi aktivitas bagaimana individu, kelompok, dan organisasi memilih, membeli, memakai, dan membuang barang, jasa, gagasan atau pengalaman dalam rangka memuaskan kebutuhan dan hasrat mereka, jadi perilaku konsumen merupakan rangkaian keputusan-keputusan yang diambil konsumen terhadap suatu produk.
Menurut Berman dan Evans (1998:216) keputusan konsumen meliputi keputusan untuk menentukan apakah akan membeli, apa yang dibeli, dimana, kapan, dari siapa, dan seberapa sering membeli barang atau jasa. Perilaku pembelian konsumen dibentuk karakteristik individu yang terdiri dari budaya, sosial, pribadi dan psikologis. Dalam hal ini unsur agama termasuk kedalam faktor budaya.
Dengan adanya label halal yang tercantum pada suatu produk, maka konsumen terlibat pada pembelian yang rumit karena mereka memiliki keterlibatan yang tinggi (high involvement) dalam membeli suatu produk karena menyadari adanya perbedaan yang signifikan dari produk-produk tersebut. Dengan begitu konsumen akan melalui tahapan keputusan pembelian terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk membeli.
Tahapan keputusan tersebut menurut Kotler (2000) adalah :
1. Problem Recognition (pengenalan masalah) merupakan tahapan dimana pembeli mengenali masalah atau kebutuhannya. Pembeli merasakan perbedaan antara keadaan aktualnya dengan keadaan yang diinginkannya. Kebutuhan tersebut dapat dipicu oleh rangsangan internal maupun eksternal.
2. Information Search (pencarian informasi) merupakan tahapan diamana konsumen berusahan mencari informasi lebih banyak tentang hal-hal yang telah dikenali sebagai kebutuhannya. Konsumen memperoleh informasi dari sumber pribadi, komersial, publik dan sumber pengalaman.
3. Alternatives Evaluation (evaluasi alternatif) merupakan tahapan dimna konsumen memperoleh informasi tentang suatu objek dan membuat penilaian akhir. Pada tahap ini konsumen menyempitkan pilihan hingga alternatif yang dipilih berdasarkan besarnya kesesuaian antara manfaat yang diinginkan dengan yang bisa diberikan oleh plihan produk yang tersedia.
4. Purchase Decision (keputusan pembelian) merupakan tahapan dimana konsumen telah memiliki pilihan dan siap melakukan transaksi pembelian atau pertukaran antara uang atau janji untuk membayar dengan hak kepemilikan atau penggunaan suatu barang dan jasa.
5. Post-purchase Behavior (perilaku pasca pembelian) merupakan tahapan dimana konsumen akan mengalami dua kemungkinan yaitu kepuasan dan ketidak-puasan terhadap pilihan yang diambilnya.
Berman dan Evans (1998:216) berpendapat bahwa jika proses keputusan konsumen jika dipandang dari sudut barang atau jasa apa yang akan dibelinya (“what”) konsumen akan mempertimbangkan faktor-faktor seperti bentuk, daya tahan, keunikan, nilai, kemudahan, penggunaan, bahan baku dan lain sebagianya yang ada pada suatu barang. Dengan begitu produk apapun yang akan dibeli konsumen akan melalui tahapan-tahapan tersebut. Begitu pula dengan produk makanan dalam kemasan yang kini menjadi objek penelitian penulis
1.6 Hipotesis
Berdasarkan uraian diatas maka penulis mengambil hipotesis :
“Bahwa labelisasi halal memiliki pengaruh positif terhadap keputusan pembelian produk makanan dalam kemasan pada mahasiswa FE Unpad Bandung”
Gambar 2.2 Model Kerangka Pemikiran
Model Kerangka Pemikiran
“Pengaruh Labelisasi Halal pada Keputusan Pembelian Produk Makanan dalam Kemasan pada mahasiswa FE Unpad Bandung”
Var. X
clip_image002Budaya
Sub Budaya Islam Labelisasi Halal
STIMULUS Produk
Atribut Produk
Labelisasi
Var. Y
Problem Recognition
Information Search
Evalution of Altenatives
BUYING DECISION PROCESS Purchase Decision
Post-purchase Decision
clip_image003
= Variabel yang diteliti
PENGARUH LABELISASI HALAL TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN PRODUK MAKANAN DALAM KEMASAN PADA MAHASISWA FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS PADJAJDARAN BANDUNG
Teman DiskusiSkripsi.com
Kata Kunci
Administrasi
Administrasi Negara
Administrasi Niaga-Bisnis
Administrasi Publik
Agama Islam
Air
Akhwal Syahsiah
Akuntansi
Anak
Bahasa Indonesia
Bahasa Inggris
Bayi
Bimbingan Konseling
Bimbingan Penyuluhan Islam
Biologi
Dakwah
Dinas Pendidikan
Emosional
Filsafat
Fisika
Fisipol
Gaji
Guru
Hukum
Hukum Islam
Hukum Perdata
Hukum Pidana
Hukum Tata Negara
Ilmu Hukum
Ilmu Komputer
Inventaris
Karyawan
Kebijakan
Kedokteran
Kematian
Kepemimpinan
Keperawatan
Keperawatan dan Kesehatan
Kerjasama
Kesehatan Masyarakat
Kimia
Komputer Akuntansi
Lalu Lintas
Mahasiswa dan Kampus
Matematika
Muamalah
Novel
Pajak
Pegawai
Pelayanan
Pembelajaran
Pendidikan Bahasa Arab
Pendidikan Bahasa Indonesia
Pendidikan Bahasa Inggris
Pendidikan Biologi
Pendidikan Ekonomi
Pendidikan Fisika
Pendidikan Geografi
Pendidikan Kimia
Pendidikan Matematika
Pengembangan Masyarakat
Pengembangan SDM
Pengetahuan Umum
Peningkatan
Penjaskes
Perbandingan
Perbandingan Agama
Perbandingan Hukum
Perceraian
Pergaulan
Perhotelan
Perkawinan
Perpajakan
Perpustakaan
Pertambangan
Pertanian
Petani
Peternakan
Pkn
Puskesmas
Sanksi
Sarana dan Prasarana
Sastra dan Kebudayaan
Sejarah Islam
Sekolah
Sistem Informasi
Siswa
Skripsi Lainnya
Sosiologi
Syari'ah
Tafsir Hadis
Tanah
Tarbiyah
Teknik Industri
Teknik Industri-mesin-elektro-Sipil-Arsitektur
Teknik Informatika
Teknik Komputer
Teknik Mesin
Teknik Sipil
Teknologi
Teknologi informasi-ilmu komputer-Sistem Informasi
Terapi
Tips Dunia Kerja
Tips Skripsi
Tumbuhan