PENGARUH TINGKAT KECERDASAN SPIRITUAL TERHADAP KEHARMONISAN RUMAH TANGGA PADA SUAMI ISTRI

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Keluarga sebagai lingkungan pertama yang membentuk pribadi akan memberikan pengaruh besar dalam kehidupan individu saat ini dan kelak. Apabila dalam keluarga kurang memberikan pemenuhan yang seimbang terhadap kebutuhan dan nilai yang memberi cara pandang terhadap individu dalam menjalani kehidupan, maka akan timbul pengaruh yang kurang baik pada kehidupannya kelak.

Pembunuhan, KDRT, perselingkuhan, dan kasus bunuh diri yang kerap kita ketahui dari media masa faktor penyebabnya tidak akan lepas dari keadaan dalam keluarga. Hal ini banyak ditentukan oleh keadaan jiwa individu tersebut dan keadaan keluarga yang menjadi pendorong dalam penyaluran hasrat emosional. Seperti anak yang berumur belasan tahun nekat bunuh diri, ia malu karena tidak mempunyai seragam sekolah. Kasus tersebut mengindikasikan bahwa kurangnya kontrol dan keseimbangan dari kehidupan keluarga, apabila dalam keluarganya terjadi kesinambungan, penanaman moral yang tepat, dan saling pengertian antar anggota keluarga, maka resiko bunuh diri seperti kasus diatas bahkan kasus-kasus yang lain dapat diantisipasi.

1
Sikap individu dalam menyikapi sesuatu sangatlah penting, dan yang berpengaruh terhadap pembentukan sikap positif ini adalah iklim keluarga yang harmonis. Sikap positif dapat menuntun individu dalam menghadapi masalah dan memecahkan masalah tersebut dengan arif. Dengan adanya sikap ini maka peristiwa pembunuhan dan KDRT, perselingkuhan, dan bunuh diri dapat dicegah.

Kehidupan keluarga penuh tantangan dan tanggung jawab. Di satu sisi jadwal yang padat, pekerjaan diluar maupun dalam rumah, tanggung jawab dan janji, dan sebagainya. Kesemuanya menuntut agar dapat dijalankan dengan mulus. Setiap suami-istri pasti mendambakan kehidupan yang damai, membesarkan anak yang baik dan bermartabat, meraih mimpi-mimpi, meraih kepuasan pribadi, dan tetap menjadi orang tua yang bertanggung jawab. Akhirnya mereka memerlukan keseimbangan dalm menjalankan kehidupan ditengah peran-peran tadi.[1]

Untuk mencapai keseimbangan dalam peran-peran tersebut yang akan membawa terhadap kesuksesan keluarga dimulai dari paradigma yang merupakan peta dalam menjalankan kehidupan. Kita bertanggung jawab atas efektifitas kita sendiri, kebahagiaan kita, dan untuk sebagian besar keadaan kita. Apakah derita atau senang, baik atau buruk, dan sebagainya, kesemuanya didasarkan bagaimana kita merespon keadaan tersebut. Respon yang benar adalah respon yang didsarkan pada prinsip yang hakiki sebagai acuan paradigma kita. Namun kadang kita meluapkan salah satu sisi dari manusia, atau paradigma kita kurang akurat, dengan paradigma yang berpusat pada prinsip maka keutuhan dalam memandang manusia akan terpenuhi.

Paradigma pribadi utuh sanagat dibutuhkan dalam memandang manusia terutama dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Dengan paradigma pribadi utuh setiap orang dalam organisasi apapun entah itu keluarga dapat menyalurkan bakat, kecerdikan, dan kreativitas orang-orangnya, sehingga organisasi tersebut sungguh hebat dan bertahan lama. Paradigma yang tepat atau paradigma pribadi utuh adalah bahwa manusia memiliki empat dimensi yaitu fisik/ekonomis, mental, sosial/emosional, dan spiritual. Apabila mengabaikan salah satu dari keempatnya maka kita memandang seperti benda yang yang harus dikelola, mengendalikannya, memotivasinya dengan hadiah dan hukuman. Mereka yang diperlakukan dengan menggunakan paradigma prbadi utuh itulah yang mau bekerja sama dengan sukarela, memberikan komitmen sepenuh hati, dan mencurahkan semangat dan kegairahan secara kreatif.[2]

Tidak semua orang dapat menyandarkan diri pada paradigma utuh yang berpusat pada prinsip yang benar. Diperlukan usaha atau kecerdasan untuk merubah dari dalam keluar untuk menciptakan perubahan dan solusi untuk bertindak secara efektif dan bijaksana dalam kehidupan terutama keluarga. Diperlukan pula kecerdasan untuk menyadari dan memaknai, menetukan nilai, menghayati pentingnya moral serta cinta terhadap kekuatan yang lebih besar dan sesama makhluk.

Temuan ilmiah menyebut kecerdasan tersebut sebagai kecerdasan spiritual. Menurut Zohar dan Marshal SQ penting dalam kehidupan. Ia menjelaskan bahwa seorang yang SQ-nya tinggi cenderung menjadi menjadi pemimpin yang penuh pengabdian, yaitu seorang yang bertanggung jawab untuk membawakan visi dan nilai yang lebih tinggi terhadap orang lain, ia dapat memberikan inspirasi terhadap orang lain.[3] Penjelasan ini juga berlaku terhadap keluarga dimana kecerdasan ini sangat penting dalam membangun karakter manusia yaitu anggota keluarga yang mengilhami orang di sekitarnya, dan menciptakan pribadi utuh yang mampu bertindak bijaksana sehingga dalam keluarga tadi tercipta suatu kesinambungan.

Mengenai karakter manusia yang mengilhami dan memberikan pengaruh positif berdasarkan visi dan prinsip yang lebih tinggi ini Covey menerangkan bahwa; kemenangan publik dimulai dengan kemenangan pribadi. Tempat untuk membangun hubungan apa pun adalah di dalam diri sendiri, dalam lingkungan pengaruh, dan karakter. Setiap pribadi yang menjadi mandiri, proaktif, berpusat pada prinsip yang benar, di gerakkan oleh nilai dan mampu mengaplikasikan dengan integritas, maka ia pun dapat membangun hungungan saling tergantung, kaya, langgeng, dan sangat produktif dengan orang lain.[4]

Kecerdasan spiritual mampu mengungkap yang abadi, yang asasi, yang spiritual, yang fitrah dalam struktur kecerdasan manusia. Kecerdasan spiritual juga mampu membimbing kecerdasan lain berdasarkan prinsip yang hakiki untuk membuat kita lebih arif, lebih bijaksana dari dalam keluar sehingga membuat manusia dapat lebih benar, lebih sempurna, lebih efektif, lebih bahagia, dan menyikapi sesuatu dengan lebih jernih sesuai dengan bimbingan nurani yang luhur dalam keseluruhan hidupnya.[5] Atau dengan kata lain mampu membentuk karakter, dan membuat prinsip yang benar akan semakin jelas. Hal ini sejalan dengan Covey yang menjelaskan “Semakin banyak kita tahu tentang prinsip yang benar, semakin besar kebebasan pribadi untuk bertindak dengan bijaksana. Dengan memusatkan kehidupan kita pada prinsip yang benar (tidak berubah tanpa batas waktu) kita menciptakan paradigma mendasar tentang hidup yang efektif. Pusat inilah yang menempatkan pusat lain pada perspektifnya. Ingatlah bahwa paradigma adalah sumber dari mana sikap dan perilaku mengalir”.[6]

Dalam kehidupan keluarga tindakan bijaksana tersebut adalah faktor yang menciptakan keharmonisan. Karena kebebasan atau kemandirian pribadi untuk bertindak bijaksana membuat hubungan saling tergantung secara efektif dan menambah tingkat kepercayaan dalam hubungan. Tindakan bijaksana tersebuat adalah buah dari paradigma yang berdasarkan prinsip. Covey menjelaskan paradigma membuahkan karakter yang merupakan akar dalam kemenangan pribadi maupun kemenangan publik. Karakter membuahkan penguasaan diri dan disiplin diri yang merupakan fondasi dari hubungan yang baik dengan orang lain. [7]

Hal kecil dalam hubungan adalah hal besar, dengan kata lain sangat mutlak di perlukan. Kebaikan dan sopan santun yang kecil-kecilan begitu penting. Karena dengan pemupukan sikap, tindakan, dan ucapan sehari-hari yang bijaksana akan menumbuhkan dan mengembangkan taraf keparcayaan.[8]

Kepercayaan adalah bentuk tertinggi dari motivasi manusia. Kepercayaan menghasilkan yang terbaik dari dari dalam diri manusia. Di butuhkan kapasitas internal dan paradigma yang berpusat pada prinsip yang benar untuk mengorganisir dan memberdaya, sehingga membuat keluarga tersebut efektif.[9] Jika cadangan besar kepercayaan tidak ditunjang oleh deposito yang terus menerus, maka suatu perkawinan akan rusak.[10]

Dengan kecerdasan spiritual pribadi akan memiliki pribadi utuh dan berpusat pada prinsip yang benar. Apabila tindakan didasari dibimbing oleh prinsip yang benar maka tindakan, ucapan, dan sikapnya menjadi bijaksana dan penuh kebaikan.[11] Ketika hal tersebut menjadi karakter dan terus dilakukan maka taraf kepercayaan akan meningkat, sehingga keharmonisan rumah tangga akan terjalin.

Individu yang mampu mengembangkan kecerdasan spritual akan memiliki prinsip dan cara pandang yang realistis, mampu menyatukan keragaman, mampu memaknai, dan mentranformasikan kesulitan menjadi medan penyempurnaan dan pendidikan spritual yang lebih tajam dan matang[12]. SQ akan membuat kita mampu dalam menghadapi pilihan dan realitas yang pasti akan datang dan harus kita hadapi kita apapun bentuknya. Baik atau buruk jahat atau dalam segala penderitaan yang tiba-tiba datang tanpa kita duga. SQ dapat digunakan pada masalah krisis yang sangat membuat kita seakan kehilangan keteraturan diri. Dengan SQ suara hati kita akan menuntun kejalannya yang lebih benar. [13]

Kesemuanya hal diatas penting dalam kehidupan individu maupun kehidupan rumah tangga, karena dengan memiliki sikap tersebut maka individu mampu bersikap serasi, positif dalam berbagai hal dan mempunyai kebermaknaan yang membawanya terhadap jalan hidup yang arif dan menenagkan hati. Akhirnya kejahatan, perselingkuhan, gangguan jiwa, dan lain sebagainya dapat dicegah karena individu telah mempunyai sikap positif dan paradigma utuh yang berpusat pada prinsip yang benar.

Perkawinan mempertemukan dan menyatukan dua kepribadian yang berbeda, keduanya memerlukan penyesuaian diri, dan keharmonisan rumah tangga akan dipengaruhi oleh penyesuaian diri dari keduanya. Individu dengan latar belakang berbeda tersebut menyatu, memungkinkan terjadinya konflik, hambatan, masalah yang memerlukan penyesuaian diri dan pemecahan sehingga menentukan kualitas dari kebahagiaan tersebut. Walaupun mereka telah hidup bersama namun masalah yang timbul adalah hal baru dan memerlukan solusi yang pada akhirnya mempengaruhi kualitas dari keharmonisan rumah tangga. Kecerdasan spriritual memungkinkan individu lebih mampu untuk menyesuaian diri, karena ia lebih berpegang teguh pada paradigma utuh yang berpusat pada prinsip yang benar dan jalan hidup yang lebih arif, yang membuatnya mampu bersikap positif dan rasional, akhirnya ia dapat bertindak dengan bijaksana.

Survey awal peneliti selama tiga bulan Desember 2006- April 2007 menunjukkan bahwa dilapangan terdapat realitas-realitas berikut:

Suara-suara yang menceritakan derita dan keluhan banyak terjadi di Desa Selokbesuki Kecamatan Sukodono Kabupaten Lumajang. Peneliti mengetahuinya karena banyak pasangan suami istri yang menceritakan dan mengeluh terhadap peneliti mengenai kondisi kronik dalam kehidupan keluarganya. Kedaan ekonomi yang melelahkan masyarakat dan segala tuntutan maupun kebutuhan dari berbagai elemen kehidupan telah memaksa keluarga terutama di daerah ini untuk bekerja keras menjalani hidup. Ketidakseimbangan rentan terjadi karena masalah ini. Dampak terhadap hubungan dapat terlihat beragam tergantung paradigma yang melahirkan cara penyesuaian diri.

Di daerah ini juga banyak terdapat pasangan suami istri dengan usia perkawinan yang cukup lama dengan berbagai latar belakang dan keadaan keluarga yang cukup beragam. Ada beberapa pasangan yang menikah pada waktu usianya masih belia karena di jodohkan, keduanya tidak begitu mengenal bahkan ada yang sama sekali tidak tahu tentang calon pasangannya hingga akad pernikahan, namun mereka dapat mempertahankan pernikahan hingga puluhan tahun. Bertentangan dengan kenyataan ini di daerah tersebut ternyata terdapat pula yang sering berganti pasangan karena ketidak cocokan, walaupun sebelumnya mereka telah lama berpacaran.

Ada beberapa pasangan yang keduanya sama-sama mempunyai karir, sehingga intensitas pertemuan diantaranya bisa dikatakan kurang, kesibukan meningkat dan memerlukan upaya yang lebih untuk keseimbangan. Terdapat dua realitas dalam pengamatan awal peneliti mengenai keluarga karir ini:

Pertama, terdapat pasangan yang sama-sama berkarir untuk memenuhi kebutuhan mereka namun tetap mampu menjalani kehidupan keluarga tanpa ada percekcokan atau ketidaksesuaian yang berarti, pernikahan mereka dapat berjalan awet hingga berpuluh tahun, anak dari keluarga karir tersebut jarang mengeluh tentang keluarga mereka.

Kedua. Terdapat pula keluarga yang sering mengeluh, sering terjadi percekcokan atau ketidaksesuaian, prasangka, sikap yang kurang hangat terhadap keluarga terutama anak, sehingga membuat situasi keluarga menjadi kurang baik. Peneliti pernah bertanya terhadap salah satu anak dari keluarga tersebut, ia menjelaskan bahwa; orang tua mereka sering memukulnya, sering memarahinya, dan orang tua mereka sering bertengkar. Anak tersebut tidak mengerti apa sebenarnya yang benar-benar menjadi tujuan, harapan dari orang tuanya, ia merasa serba salah, keinginannya tidak diperhatikan, dalam pendidikan anak tersebut memiliki banyak kesulitan. Akahirnya peneliti mengambil kesimpulan bahwa anak tersebut tidak mempunyai arah kecuali kendali penuh dari orang tuanya.

Peneliti pernah bertanya terhadap beberapa anggota keluarga dan tetangganya tentang sikap keseharian yang selalu ditunjukkan oleh keluarga yang jarang terjadi percekcokan atau ketidaksesuaian, dan keluarga yang rentan terjadi percekcokan. Hasilnya adalah; Keluarga yang jarang terjadi ketidak harmonisan selalu menunjukkan sopan santun, ramah, jujur, menahan ucapan dan tindakan yang dapat menyakiti orang lain. Keluarga yang kurang seimbang menurut pengamatan dan laporan dari tetangga adalah mereka yang suka bermain tangan dan keras dalm tindakan, mereka sensitif terhadap perkataan dan tindakan orang lain.

Lebih jauh menurut masyarakat disana semakin baik dan bijaksana perbuatan anggota keluarga terhadap tetangga ataupun terhadap anggota keluarga yang lain maka keluarga tersebut akan semakin tentram atau jarang terjadi percekcokan. Hal ini menurut mereka didasarkan pada pengamatan-pengamatan terhadap tetangganya maupun pengalaman mereka sendiri.

Setelah ditanyakan lebih lanjut terhadap keluarga yang jarang terjadi percekcokan, mengapa mereka bisa mengembangkan sikap tadi, hasilnya adalah; Menurut mereka hal itu penting sesuai dengan ajaran agama. Hal itu juga penting karena kita hidup bukan hanya untuk diri sendiri, namun kita hidup bersama orang lain. Perilaku kita akan berdampak terhadap orang lain dan kita sendiri. Untuk sukses dalam kehidupan yang harus diperhatikan adalah selalu ingat pada tuntunan agama dan tidak mengabaikan orang lain sehingga kita bisa menjadi lebih baik.

Pengamatan dan perbincangan lebih lanjut dengan keluarga-keluarga di daerah ini menunjukkan bahwa; Banyak yang melaporkan banyaknya kesibukan menjadikan mereka kurang bisa menyeimbangkan diri. Mereka melaporkan bahwa kondisi labil tersebut membuat mereka kurang bisa bersikap tenang, sehingga kadang mereka bertindak kurang bijaksana dalam menghadapi sesuatu. Mereka merasa anak dan pasangan kurang perhatian.

Dilain fihak beberapa keluarga melaporkan juga bahwa walaupun mereka sibuk dan banyaknya tantangan dalam rumah tangga, mereka tetap berusaha tetap tenang dengan menyandarkan diri pada Tuhan. Mereka berusaha menyeimbangkan kehidupan mereka dan menikmati apa yang terjadi. Karena mereka menganggap hal itu adalah bagian dari ujian kehidupan yang harus dilalui, dan semua ada hikmahnya. Banyak dari mereka mengatakan Tuhan pasti memberikan jalan, dan yang harus kita lakukan hanya berusaha berbuat baik dan berharap hanya kepada-Nya.

Menurut laporan tetangga dan berdasarkan laporan dari tokoh-tokoh masyarakat mengenai peran ibadah dan kebiasaan untuk beramal shaleh ini adalah adalah semakin mereka taat beribadah semakin seimbang kehidupannya terutama keluarganya. Karena jarang sekali terdengar dan terlihat percekcokan yang berasal dari keluarga yang taat beribadah ini. Mereka juga jarang terjebak pada masalah negatif dalam bermasyarakat.

Peneliti juga menemukan keluarga yang penuh kasih sayang tersebut senang membantu orang lain, mereka sangat murah hati, suka memberi, selalu bersilaturrahmi, dan aktif dalam kegiatan kemasyarakatan. Mereka mengatakan bahwa dengan bersialturrahmi, ikut serta dalam kegiatan masyarakat serta dengan membantu orang lain, maka Tuhan akan memberikan rahmat dan kemudahan dalam menghadapi kehidupan. Sebagian dari mereka melaporkan bahwa hal ini adalah modal yang harus kita bangun dalam mendidik anak dan menjalankan keluarga. Karena dengan demikian kita takkan egois, kita takkan selalu memandang keatas. Akhirnya memupuk kekeluargaan yang penuh semangat kebaikan, sehingga urusan dunia takkan memecah belahkan keluarga. Keluarga adalah titipan Tuhan.

Pengamatan lebih jauh menunjukkan bahwa semakin keluarga tersebut peka, dermawan, dan terlibat dalam beberapa kegiatan masyarakat, maka didalam keluarganya lebih sinambung, saling menghargai, saling membantu, dan lebih disukai sekitarnya. Akhirnya mereka dikatakan semakin kohesif. Hal ini juga didasarkan atas laporan anggota keluarga, tetangga, dan tokoh masyarakat disana.[14]

Relitas diatas menunjukkan betapa berpengaruhnya kecerdasan spiritual yang melahirkan paradigma pribadi utuh yang berpusat pada prinsip hakiki terhadap hubungan keluarga. Karena lewat lensa ini kita berperilaku dan bersikap. Jika paradigma mengenai kodrat manusia tidak utuh, tidak berpusat pada prinsip yang benar-benar abadi, dan tanpa memiliki kecerdasan yang membimbing kearah yang bijaksana, maka masalah kronik dalam hubungan rentan terjadi. Keharmonisan rumah tangga takkan diperoleh, yang berdampak pada pertumbuhan pribadi.

Aspek-aspek metode yang menciptakan kehidupan keluarga harmonis tidak luput dari pembentukan sikap dari para anggota keluarga tentang kehidupannya. Dituntut kesadaran dan pandangan yang lebih luas terhadap kehidupan, sehingga mereka dapat mempunyai arti, tujuan, dan kelapangan hati untuk memandang hidup lebih positif. Akhirnya tercipta iklim keluarga yang damai dan harmonis, sehingga membuat awetnya penikahan.

Melihat fenomena ini peneliti berkesimpulan sementara bahwa tingkat kecerdasan spritual akan mempengaruhi kualitas keharmonisan rumah tangga. Karena dengan kecerdasan spritual individu dapat matang secara emosional, memiliki pegangan prinsip dan paradigma yang lebih positif juga realistis, mampu menyatukan keragaman, mampu memaknai, penuh kasih sayang dan kelembutan, penuh dengan kebijaksanaan dan kebaikan, serta mentranformasikan kesulitan menjadi medan penyempurnan spritual yang lebih tajam dan matang. Asumsi peneliti adalah apabila hal itu mampu diaplikasikan dalam kehidupan, maka penyesuaian diri dengan orang lain serta lingkunganya dapat tercapai. Karena ia dapat menempatkan diri dan berperilaku tepat dalam setiap keadaan khususnya dalam keluarga.

Kesimpulan dan asumsi sementara peneliti ini takkan benar adanya tanpa pembuktian riil yang berpegang pada metode ilmiah. Karena itu sesuai dengan beberapa penjelasan dan persoalan diatas, maka timbul suatu keinginan peneliti untuk membuktikan kesimpulan dan asumsi tersebut. Benarkah kecerdasan spiritual mampu menciptakan keharmonisan rumah tangga? untuk mendapatkan jawaban yang tepat dan ilmiah maka peneliti akan melakukan suatu penelitian yang berjudul PENGARUH TINGKAT KECERDASAN SPIRITUAL TERHADAP KEHARMONISAN RUMAH TANGGA PADA SUAMI ISTRI DI DESA SELOKBESUKI KECAMATAN SUKODONO KABUPATEN LUMAJANG. Peneliti sangat berharap penelitian ini akan memberikan sumbangan bagi masyarakat terutama pasangan suami istri untuk menjaga dan meningkatkan keharmonisan rumah tangganya guna mencapai kebahagiaan yang hakiki di dunia maupun di akhirat.
B. Rumusan Masalah:

1. Bagaimana tingkat kecerdasan spiritual suami istri di Desa Selokbesuki Kecamatan Sukodono Kabupaten Lumajang?
2. Bagaimana tingkat keharmonisan rumah tangga suami istri di Desa Selokbesuki Kecamatan Sukodono Kabupaten Lumajang?
3. Apakah terdapat pengaruh kecerdasan spiritual terhadap keharmonisan rumah tangga pada suami istri di Desa Selokbesuki Kecamatan Sukodono Kabupaten Lumajang?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui tingkat kecerdasan spiritual suami istri di Desa Selokbesuki Kecamatan Sukodono Kabupaten Lumajang.
2. Untuk mengetahui tingkat keharmonisan rumah tangga suami Istri di desa Selokbesuki Kecamatan Sukodono Kabupaten Lumajang.
3. Untuk mengetahui Apakah terdapat pengaruh kecerdasan spiritual terhadap keharmonisan rumah tangga pada suami istri di Desa Selokbesuki Kecamatan Sukodono Kabupaten Lumajang.

D. Manfaat Penelitian

1. Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap khazanah ilmu pengetahuan khususnya psikologi keluarga, psikologi klinis, kesehatan jiwa, psikologi konseling dan ilmu pengetahuan lain yang masih terkait dengan penelitian ini.

2. Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang hal yang dapat menciptakan keharmonisan rumah tangga. Sehingga dapat berimplikasi dalam; Persiapan untuk menikah bagi calon suami atau calon istri, peningkatan kualitas keharmonisan keluarga suami/istri, meminimalisir keretakan perkawinan, penurunan angka kriminalitas yang dilakukan anggota keluarga, dan pencegahan terjadinya gangguan jiwa yang berakar dari hubungan dalam keluarga.

[1] MimiDoe, SQ Untuk Ibu: Cara-cara Praktis dan Inspiratif Untuk Mewujudkan Ketentraman Ruhani. (Bandung: Penerbit Kaifa,2002), hal 15

[2] Stephen R. Covey, The8th Habit: Melampaui Efektifitas, Menggapai Keagungan, (Jakarta: PT Gramedia pustaka utama. 2005), hal 33-38

[3] Danah Zohar dan Ian Marshal, SQ: Memanfaatkan Kecerdasan Spritual dalam Berfikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan, (Bandung: Mizan, 2001), hal 14

[4] Stephen R. Covey, The 7 Habit of Highly Effective People, (Jakarta: Binapura Aksara, 1997), hal 180-181

[5] Sukidi,Rahasia Sukses Hidup Bahagia,Mengapa SQ lebih penting Daripada IQ dan EQ, (Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama, 2004), hal 68-76

[6] Stephen R. Covey, The 7 Habit Of Highly Effective People., hal 114

[7] Ibid, hal 180

[8] ibid, hal 186-187

[9] ibid, hal 171

[10] ibid, hal 183

[11] lihat Covey The 7 Habit., hal 114. dan Covey, The8 th Habit., hal 522-526

[12] Agus Nggermanto,. Quantum Quotient: Cara Praktis Melejitkan IQ,EQ, dan SQ yang Harmonis. (Bandung: Nuansa, 2003 ), hal 123-136

[13] Danah Zohar Dan Ian Marshal, SQ: Memanfaatkan Kecerdasan Spritual., hal 12-13

[14] Survey awal peneliti terhadap kehidupan keluarga di Dusun Krajan Wetan Desa Selokbesuki Kecamatan Sukodono Kabupaten Lumajang mulai tanggal 2 Desember 2006- 30 April 2007, dan 30 April 2007- 30 Maret 2007 lewat fasilitas Telekomunikasi.

File Selengkapnya.....

Teman DiskusiSkripsi.com


 

Free Affiliasi Program