PERBEDAAN HASIL MENTAL IMAGERY ANTARA SUAMI DAN ISTRI MENGENAI DAMPAK PERCERAIAN

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Perkawinan adalah dipersatukannya dua pribadi dalam suatu ikatan formal melalui catatan sipil dan juga diabadikan di hadapan Tuhan sesuai dengan agama yang disetujui kedua belah pihak. Kedua pribadi ini masing-masing memiliki karakter, keinginan dan tujuan hidup. Dalam pernikahan, dua orang menjadi satu kesatuan yang saling berdampingan, dan membutuhkan dukungan. Saling melayani yang diwujudkan dalam hidup berbagi (share living), karena pernikahan merupakan ikatan yang bersifat permanent, yang diperlukan bagi kesejahteraan dan rasa aman keluarga.

Perkawinan merupakan bertemunya dua manusia yang berbeda dalam hal karakter, kepribadian, prinsip dan tujuan hidup, serta keinginan dan harapannya, maka dalam perjalanan pernikahan itu sendiri akan sulit menemukan jalan lurus tanpa belokan-belokan dan hambatan-hambatan dan kelokan-kelokan tajam yang akan membuat orang yang menempuhnya selalu waspada. Perbedaan-perbedaan inilah yang sering menjadi pangkal sebab dan salah paham yang mengganggu ketenangan dan suasana aman dalam keluarga. Perkawinan harus dipandang sebagai suatu tugas bagi kedua orang. Perlu menerima kenyataan bahwa dengan kesungguhan berupaya akan dapat mengatur hidup agar sejahtera dan bahagia. Cinta harus dipupuk sehingga bertambah kuat. Perlu keyakinan diri dan percaya akan pasangannya. Perlu kesiapan untuk berupaya terus menerus menjadikan pernikahan sebagai suatu pengalaman indah dan saling memperkaya. Perkawinan banyak ditentukan oleh tekad baik kedua orang yang akan membentuk dan menciptakan pernikahan yang baik dan harmonis.

Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan menyatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dari batasan ini jelaslah bahwa tujuan perkawinan bukanlah kebahagiaan tetapi kesatuan, dengan adanya ikatan lahir batin antara suami istri dalam membentuk keluarga. Untuk itu suami-istri perlu saling membantu dan melengkapi agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya mencapai kesejahteraan spiritual dan material. Tanpa adanya kesatuan tujuan di dalam keluarga, dan tanpa adanya kesadaran bahwa tujuan itu harus dicapai bersama-sama, maka dapat dibayangkan bahwa keluarga itu akan mudah mengalami hambatan-hambatan, yang akhirnya akan dapat menuju keretakan keluarga yang dapat berakibat lebih jauh. Tujuan perkawinan merupakan hal yang sangat penting untuk ditanamkan pada masing-masing pihak, yaitu suami dan istri. Tujuan yang sama harus benar-benar diresapi oleh anggota pasangan dan harus disadari bahwa tujuan itu akan dicapai secara bersama-sama, bukan hanya oleh istri saja atau suami saja.

Pada umumnya dalam perkawinan peran suami dan istri sudah diatur sedemikian rupa, sehingga peran istri adalah memberikan keturunan, lebih banyak berhubungan dengan anak (mengasuh dan membesarkan anak) dan mempunyai kesibukan rumah tangga di dalam rumah. Sebaliknya suami atau ayah memberikan rasa aman, status, dukungan ekonomi (pencari nafkah) dan banyak melakukan aktifitas di luar rumah. Selain itu peran suami juga bertanggung jawab, aktif dan terlibat dalam pengasuhan anak-anaknya. Menurut hukum Islam peran suami sebagai kepala rumah tangga, dan peran istri adalah sebagai ibu rumah tangga, namun bukan berarti sebagai kepala rumah tangga suami bersikap semena-mena pada istri.

Adanya masalah dalam perkawinan merupakan alasan perceraian yang umum diajukan oleh pasangan suami istri. Alasan tersebut kerap diajukan apabila kedua pasangan atau salah satunya merasakan ketimpangan dalam perkawinan yang sulit diatasi sehingga mendorong mereka untuk mempertimbangkan perceraian. Masalah-masalah yang biasa timbul dalam perkawinan adalah kurangnya keintiman secara seksual, meledak ketika terlibat perdebatan sehingga menjadi terlalu terbawa emosi, bersikap mementingkan diri sendiri, berlaku tidak jujur pada pasangan, tidak ada saling menghargai sesama pasangan, dan kurangnya perhatian terhadap pasangan.

Perceraian di masa sekarang ini tampaknya telah menjadi suatu fenomena yang umum di masyarakat, karena situasi dan kondisi masyarakat saat ini juga telah berubah, berbeda jauh dengan kondisi masyarakat sebelumnya. Kurangnya aturan-aturan hukum yang membatasi kemungkinan terjadinya perceraian, kurang adanya penolakan dari agama-agama terhadap proses perceraian, dan mulai hilangnya stigma sosial untuk mereka yang bercerai, merupakan kondisi-kondisi yang mendorong meningkatnya angka perceraian dimasyarakat. Menurut Gottman (dalam Bachtiar, 2004) , momok perceraian tersebut akan terwujud jika masing-masing selalu melakukan kritik yang intinya menyalahkan pasangan, penghinaan, pembelaan diri, dan membangun tembok-tembok pembatas untuk tidak berhubungan lagi.

<>File Selengkapnya.....

Teman DiskusiSkripsi.com


 

Free Affiliasi Program