Penegakan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya Dalam Upaya Pelaksanaan Konservasi Taman Nasional

BAB I
PENDAHULUAN

1. Permasalahan
a. Latar belakang masalah
Lingkungan hidup makin banyak menarik perhatian masyarakat luas. Baik kalangan pemerintah, universitas, media massa maupun masyarakat umum membicarakannya. Permasalahan lingkungan mendapat perhatian yang sangat besar di hampir semua negara di dunia, termasuk di Indonesia. Ini terutama terjadi dalam dasawarsa 1970-an setelah diadakannya Konperensi PBB tentang lingkungan hidup di Stockholm dalam tahun 1972. Dalam konperensi Stockholm telah disetujui banyak resolusi tentang lingkungan hidup yang digunakan sebagai landasan tindak lanjut. Salah satu diantaranya ialah didirikannya badan khusus dalam PBB yang ditugasi untuk mengurus permasalahan lingkungan, yaitu United Nations Environmental Programme, disingkat UNEP. Badan ini bermarkas di Nairobi, Kenya.
Perhatian tentang lingkungan hidup di Indonesia, telah mulai muncul di media massa sejak tahun 1960-an. Pada umumnya berita itu berasal dari dunia barat yang dikutip oleh media massa kita, oleh karena berita itu berasal dari dunia barat, masalah lingkungan yang diliput oleh media massa adalah terutama yang mengenai pencemaran. Tonggak sejarah tentang permasalahan lingkungan hidup di Indonesia ialah diselenggarakannya Seminar Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pembangunan Nasional oleh Universitas Padjajaran di Bandung pada tanggal 15-18 Mei 1972. Seminar itu merupakan seminar tentang lingkungan hidup yang pertama kalinya diadakan di Indonesia.
Berbicara mengenai permasalahan lingkungan hidup, tidak terlepas dengan hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungan hidupnya. Jadi, pada hakekatnya yang menjadi perhatian ialah masalah ekologi, karena aktivitas apapun yang berhubungan dengan makhluk hidup, terutama manusia, selalu memiliki fungsi, peranan, dan kedudukan yang berkaitan dengan lingkungan.
Secara etimologi, kata ekologi berasal dari dua suku kata bahasa Yunani, yaitu: “oikos” yang artinya rumah tangga dan “logos” yang artinya ilmu. Jadi secara etimologi, ekologi merupakan suatu ilmu tentang rumah tangga makhluk hidup; atau ilmu tentang makhluk hidup di dalam rumah tangganya. Karena inti permasalahan lingkungan hidup adalah hubungan timbal balik antara makhluk hidup, khususnya manusia dengan lingkungan hidupnya, dan ilmu tentang hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya disebut dengan ekologi, sehingga permasalahan lingkungan hidup pada hakekatnya adalah permasalahan ekologi.
Konsep sentral dalam ekologi ialah ekosistem, yaitu suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Menurut Mohammad Taufik Makarao, ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup. Dalam sistem ini, semua komponen bekerja secara teratur sebagai suatu kesatuan. Ekosistem terbentuk oleh komponen hidup dan takhidup di suatu tempat yang berinteraksi membentuk suatu kesatuan yang teratur.
Masing-masing komponen itu mempunyai fungsi, dan selama masing-masing komponen itu melakukan fungsinya dan bekerja sama dengan baik, keteraturan ekosistem itu pun terjaga dan ekosistem tersebut ada dalam suatu keseimbangan tertentu yang bersifat dinamis yang selalu dapat berubah-ubah. Kadang perubahan itu besar, kadang kecil, yang dapat terjadi secara alamiah, maupun sebagai akibat dari perbuatan manusia. Dengan konsep ekosistem, unsur-unsur dalam lingkungan hidup tidak berdiri sendiri-sendiri tetapi terintegrasi sebagai komponen yang saling berkaitan dalam suatu sistem.
Permasalahan lingkungan hidup yang kini menjadi permasalahan dunia tidak terlepas dari adanya pengelolaan terhadap lingkungan hidup yang tidak terkontrol dengan baik. Dampak negatif yang muncul dalam pengelolaan lingkungan hidup tidak terlepas dari hakekat pembangunan yang secara sadar melakukan pemanfaatan sumber daya alam untuk dapat mencapai tujuan pembangunan.. Di dalam mengelola atau memanfaatkan lingkungan hidup, “tidak jarang manusia tertarik dan terpesona oleh tujuan yang dikejarnya saja sehingga tidak menyadari akibat-akibat sampingannya” berupa resiko yang bersifat langsung muncul maupun “laten” bagi kelanjutan kehidupan manusia beserta generasi di masa mendatang.
Pembangunan dengan lingkungan hidup memang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya, baik dari segi manfaat maupun segi pengaruh negatif dari hasil sampingan yang diberikan secara bersamaan. Mengingat akan keterkaitannya tersebut, berbagai usaha dilakukan Pemerintah Indonesia sebagai penanggung jawab utama dalam pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia untuk dapat memperkecil dampak negatifnya agar tercipta lingkungan hidup yang baik dan sehat. Salah satu wujud usahanya adalah berupa penetapan peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup, seperti misalnya Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (selanjutnya disebut UU Konservasi).
Bangsa Indonesia dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa kekayaan berupa sumber daya alam yang berlimpah, baik di darat, di perairan maupun di udara yang merupakan modal dasar pembangunan nasional di segala bidang. Modal dasar sumber daya alam tersebut harus dilindungi, dipelihara, dilestarikan, dan dimanfaatkan secara optimal bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia pada khususnya dan mutu kehidupan manusia pada umumnya menurut cara yang menjamin keserasian, keselarasan dan keseimbangan, baik antara manusia dengan Tuhan penciptanya, antara manusia dengan masyarakat maupun antara manusia dengan ekosistemnya, sehingga pengelolaan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya sebagai bagian dari modal dasar tersebut pada hakikatnya merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang berkelanjutan sebagai pengamalan Pancasila.
Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya merupakan bagian terpenting dari sumber daya alam yang terdiri dari alam hewani, alam nabati ataupun berupa fenomena alam, baik secara masing-masing maupun bersama-sama mempunyai fungsi dan manfaat sebagai unsur pembentuk lingkungan hidup, yang kehadirannya tidak dapat diganti.
Mengingat sifatnya yang tidak dapat diganti dan mempunyai kedudukan serta peranan penting bagi kehidupan manusia, maka upaya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya adalah menjadi kewajiban mutlak dari tiap generasi untuk melindunginya. Seperti misalnya di Taman Nasional Bali Barat sebagai kawasan konservasi sumber daya alam hayati yang harus dijaga dari tindakan yang tidak bertanggung jawab yang dapat menimbulkan kerusakan pada kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam ataupun tindakan lain yang melanggar ketentuan UU Konservasi, diancam dengan pidana yang berat berupa pidana badan dan denda. Pidana yang berat tersebut dipandang perlu karena kerusakan atau kepunahan salah satu unsur sumber daya alam hayati dan ekosistemnya akan mengakibatkan kerugian besar bagi masyarakat yang tidak dapat dinilai dengan materi, sedangkan pemulihannya kepada keadaan semula tidak mungkin lagi. Akibat dari sifatnya yang luas dan menyangkut kepentingan masyarakat secara keseluruhan, maka upaya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya merupakan tanggung jawab dan kewajiban Pemerintah serta masyarakat.
Konservasi hutan adalah bertujuan untuk memastikan fungsi utama perlindungan kawasan hutan terjamin seperti perlindungan tanah, perlindungan kawasan tadahan air, dan kestabilan cuaca. Dalam penerapan hukum konservasi hutan, kondisi utama yang dikehendaki bersama adalah berlangsungnya keutuhan dan fungsi hutan sebagai penunjang ekologi dalam pembangunan nasional. Karena itu, hutan beserta fungsi dan peranannya harus dikelola secara rasional, terencana dan terpadu antara lain melalui sistem kebijaksanaan pengelolaan hutan secara lestari. Berhasilnya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya berkaitan erat dengan tercapainya tiga sasaran konservasi, yaitu:
a. Menjamin terpeliharanya proses ekologis yang menunjang sistem penyangga kehidupan bagi kelangsungan pembangunan dan kesejahteraan manusia (perlindungan sistem penyangga kehidupan);
b. Menjamin terpeliharanya keanekaragaman sumber genetik dan tipe-tipe ekosistemnya sehingga mampu menunjang pembangunan, ilmu pengetahuan dan teknologi yang memungkinkan pemenuhan kebutuhan manusia yang menggunakan sumber daya alam hayati bagi kesejahteraan (pengawetan sumber plasma nutfah);
c. Mengendalikan cara-cara pemanfaatan sumber daya alam hayati sehingga terjamin kelestariannya (pemanfaatan secara lestari).

Aktivitas-aktivitas menggalakkan perlindungan hutan termasuk rehabilitasi kawasan hutan dengan habitat kepelbagaian spesies fauna dan flora yang unik untuk tujuan memulihkan fungsi ekologi kawasan tersebut. Akibat sampingan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kurang bijaksana, belum harmonisnya penggunaan dan peruntukan tanah serta belum berhasilnya sasaran konservasi secara optimal, baik di darat maupun di perairan dapat mengakibatkan timbulnya gejala erosi genetik, polusi, dan penurunan potensi sumber daya alam hayati, dan terganggunya habitat asli di kawasan konservasi.
Frekwensi kejahatan yang terjadi di kawasan konservasi yang semakin hari semakin meningkat, dimana sering kita jumpai di media cetak mengenai kasus pembalakan liar dan kasus perburuan satwa langka di kawasan konservasi taman nasional Bali barat. Menurut catatan Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati, Departemen Kehutanan, polulasi Jalak Bali pada tahun 1942 diperkirakan masih sekitar 1.000 ekor dengan luas habitat sekitar 370 kilometer persegi, Pada era 1990-an, populasinya menyusut menjadi 100 ekor dengan luas habitat sekitar 16 kilometer persegi, namun pada tahun 2005 jumlahnya tinggal 13 ekor dengan luas habitat sementara habitatnya tinggal tiga kilometer saja. Bahkan survei yang melibatkan peneliti dari LIPI dan para pecinta burung, termasuk Forum Konservasi Satwa Liar Indonesia pada Januari 2005, hanya menemukan lima ekor saja. Termasuk satu Jalak Bali yang ditemukan tanpa cincin melingkar di pergelangan kakinya (berdasarkan data yang diperoleh dari kantor Taman Nasional Bali Barat)
Catatan Kompas menunjukkan, 39 Jalak Bali dicuri komplotan pencuri Jalak Bali pada tahun 1999. Agustus 2000, sebanyak 13 Jalak Bali kembali dicuri dari Pusat Penangkaran Jalak Bali di Tegal Bunder. Selama tahun 2006 terdapat enam kasus penangkapan Jalak Bali secara ilegal yang ditangani pengelola TNBB bersama kepolisian setempat.
Pada tahun 2007, berdasarkan laporan perkembangan penanganan kasus dari Departemen Kehutanan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Balai Taman Nasional Bali Barat selama tahun 2006-2007, diketahui terdapat 9 kasus, yaitu dapat dilihat dalam tabel dibawah ini: File Selengkapnya.....

Teman DiskusiSkripsi.com


 

Free Affiliasi Program