Pengaruh Pendidikan Kesehatan Perawatan Perineum Terhadap Tindakan Perawatan Perineum Pada Ibu Post Partum Dengan Episiotomi

Abstraksi:
Latar belakang: Angka kematian ibu bersalin di Indonesia masih sangat tinggi yaitu 373/100.000. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap angka kematian ibu adalah terjadinya infeksi post partum karena penanganan keperawatan yang kurang memadai pada saat perawatan sendiri oleh ibu di rumah. Hal ini diduga karena kurangnya pengetahuan ibu dalam melakukan perawatan perineum secara mandiri, oleh karena itu pendidikan kesehatan perawatan perineum diperlukan bagi ibu post partum sebagai tamabahan pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan perawatan perineum.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan ibu post partum dengan episiotomi dalam melakukan perawatan perineum sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan Metode: penelitian ini menggunakan metode Pre-eksperimen dengan rancangan one group pre test – post test. Sampel diambil sebanyak 30 responden ibu-ibu post partum dengan episiotomi yang dirawat di bangsal B RSUD Sukoharjo, diambil dengan tehnik purposive sampling. Alat pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan lembar observasi, data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan uji beda mean (Paired Sample t test) Hasil: (1) Terdapat perbedaan kemampuan ibu post partum dalam perawatan perineum sebelum dan sesudah pemberian pendidikan kesehatan. Hal ini dibuktikan dengan uji hipotesis menggunakan uji t, nilai t hitung sebesar 2,336 lebih besar dari t tabel sebesar 2,00 pada taraf signifikansi 5%; (2) Terjadi peningkatan kemampuan ibu post partum dalam perawatan perineum setelah dilakukan pendidikan kesehatan, karena tidak ada lagi responden dengan kategori buruk di kelompok umur, pendidikan, dan paritas.


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang Masalah
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan barometer pelayanan kesehatan ibu di suatu negara, bila AKI masih tinggi berarti pelayanan ibu masih belum baik dan sebaliknya bila AKI rendah berarti pelayanan kesehatan ibu sudah baik. World Health Organization (WHO) pada bulan November 1999 melaporkan hampir 600.000 ibu hamil dan bersalin meninggal setiap tahun di seluruh dunia. Peristiwa ini sebagian besar terjadi di negara berkembang termk Indonesia (Ntion, 2003). Berdasarkan survey WHO pada tahun 1997 AKI di Indonesia 373/100.000 (Manuaba, 1998), sedangkan menurut Survey Demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) 2002/2003 AKI di Indonesia masih berada pada angka 307/100.000 dan Angka Kematian Bayi (AKB) masih berada pada kisaran 20/1000 kelahiran hidup (Depkes RI, 2004).
Kematian maternal seharusnya tidak perlu terjadi karena lebih dari 80% kematian ibu sebenarnya dapat dicegah melalui kegiatan yang efektif, seperti pemeriksaan kehamilan, pemberian gizi yang memadai, peningkatan kesehatan ibu melahirkan dan lain-lain, karena itu upaya penurunan AKI serta peningkatan derajat kesehatan ibu tetap merupakan prioritas utama dalam pembangunan kesehatan menuju tercapainya Indonesia Sehat 2010.
Penyebab kematian maternal yang terpenting di Indonesia seperti halnya di negara lain 95% disebabkan trias klasik, yaitu perdarahan, preeklamsi dan eklamsi, serta infeksi. Penyebab tak langsung seperti penyakit hepatitis, tuberculosis, anemia, malaria, diabetes mellitus (Manuaba, 1998). Kematian dan kesakitan ibu juga berkaitan dengan pertolongan persalinan dukun sebanyak 80% dan berbagai faktor sosial budaya dan faktor pelayanan medis (Manuaba, 1998).
Infeksi atau sepsis puerperalis menyebabkan 15% dari seluruh kematian ibu yang terjadi di negara berkembang, jika tidak menyebabkan kematian sepsis puerperalis dapat menyebabkan masalah-masalah kesehatan menahun seperti penyakit radang panggul kronis (Pelvic Inflammatory Disease) dan infertilitas (Maryunani, 2002). Hasil penelitian Florentina (2000) di Kabupaten Lombok Propinsi Nusa Tenggara Barat menunjukkan bahwa kejadian demam nifas masih relatif tinggi (23%), dari seluruh demam nifas 46% dapat diidentifikasi sebagai infeksi (Sustini, 2000). Gambaran yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa kejadian infeksi nifas disebabkan oleh penolong persalinan yang tidak mencuci tangan dengan sabun sebelum menolong persalinan, lama persalinan lebih dari 24 jam, ibu melakukan pengasapan pasca persalinan, anemia sewaktu ibu hamil, lan persalinan terbuat dari tanah.
Demam nifas merupakan manifestasi dari infeksi nifas, jika tidak diobati secara tepat dan cepat dapat berlanjut menjadi sepsis nifas dan kematian maternal. Deteksi dini terhadap infeksi selama kehamilan, persalinan yang bersih, dan perawatan semasa nifas yang benar dapat menanggulangi masalah ini. Salah satu faktor penyebab terjadinya infeksi nifas berasal dari jalan lahir itu sendiri, misalnya bekas tempat plasenta lengket di dalam rahim masih terbuka, adanya luka pada vagina karena robek atau karena tindakan episiotomi. Daya tahan tubuh yang rendah ditunjang perawatan yang kurang baik dan kebersihan yang kurang terjaga menyebabkan kuman-kuman pada jalan lahir tersebut terutama di vagina yang tadinya bersifat tidak patogen bisa berubah menjadi patogen. Kondisi ini akan diperparah oleh luka pada jalan lahir tersebut yang merupakan media yang amat baik untuk berkembang biaknya kuman (Masjhur, 2004).
Episiotomi dilakukan untuk mencegah regangan yang berlebihan pada otot dasar panggul karena hal ini dapat menimbulkan robekan jalan lahir yang merupakan faktor resiko terjadinya infeksi post partum. Episiotomi menggantikan irisan pembedahan yang lurus dan rapi untuk laserasi yang tidak beraturan, lebih mudah diperbaiki dan sembuh lebih baik dari robekan. Menurut Cunningham et.al (1989) penggunaan episiotomi dalam semua ks mencegah trauma perineal yang serius, episiotomi mencegah trauma pada otot dasar panggul sehingga mencegah stres urinarius yang inkontinen (Burhan, 2003).
Penelitian yang dilakukan oleh Tasnim (2001) di RSUP Dr Sardjito Yogyakarta tentang tingkat pengetahuan ibu post partum dengan episiotomi sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan perineum diperoleh gambaran bahwa terjadi peningkatan pengetahuan responden tentang perawatan perineum sesudah diberikan pendidikan kesehatan. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif non analitik yaitu dengan mendeskripsikan tingkat pengetahuan responden tentang perawatan perineum serta menggunakan tehnik observasional untuk mengikuti dan mengamati secara langsung pelaksanaan perawatan perineum. Angka persalinan Di RSUD Sukoharjo tahun 2004 antara Januari sampai Desember 2004 adalah 215 orang yang ternyata memerlukan tindakan episiotomi 90% (Rekam Medik RSUD Sukoharjo, 2005).
Pasien post partum normal dengan tindakan episiotomi dirawat selama 3 hari di Rumah Sakit, oleh karena itu pendidikan kesehatan tentang perawatan perineum sangat diperlukan agar pasien dapat melakukan perawatan perineum selama di rumah. Perawatan perineum perlu diperhatikan agar proses penyembuhan luka episiotomi menjadi lebih cepat sehingga tidak terjadi infeksi. Pendidikan kesehatan merupakan salah satu tindakan keperawatan yang mempunyai peranan yang penting dalam memberikan pengetahuan praktis kepada klien tentang tata cara perawatan perineum sehingga klien dapat melakukan perawatan perineum secara baik dan benar.

B. Perumusan Masalah
File Selengkapnya.....

Teman DiskusiSkripsi.com


 

Free Affiliasi Program