Kebijakan Pemerintah Terhadap Energi Alternatif (Bio-Fuel) Dari Minyak Sawit Dan Jarak Pagar

BAB 1
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang Masalah
Sejarah pembangunan perekonomian Indonesia tidak lepas dari peranan energi. Hal itu dapat diketahui pada tahun 70-an, pada saat itu Indonesia mengalami laju pertumbuhan yang pesat pada sektor pertumbuhan pendapatan, konsumsi, dan investasi yang dimotori oleh pendapatan eksport migas yang cukup besar. Pada tahun 1980, minyak LNG (Liquified Natural Gas ) menerima 74 % dari penerimaan export, sedangkan untuk penerimaan pemerintah dari sektor minyak dan LNG menerima 69% pada tahun 1980. (Partowidagdo, 1992:20). Sampai saat ini energi masih merupakan faktor yang luar biasa pentingnya dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Hal ini dapat terlihat dari reaksi masyarakat dalam menanggapi tentang kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Pada tanggal 1 Maret 2005 yang lalu harga Bahan Bakar Minyak (BBM) rata-rata naik sekitar 30 % dan kemudian naik kembali pada awal Oktober 2005 dimana yang dulunya harga minyak tanah Rp.700,- sekarang menjadi Rp.2000,-, sedangkan untuk premium dan solar sebelumnya harga Rp.2400,- dan Rp.2100,- kini menjadi Rp.4500,- dan Rp.4300,-(Jawa Post,3 Oktober 2005).
Peranan Sumber daya alam sebagai energi dalam kehidupan sangat banyak, tersedianya sumber daya alam dan energi juga terbatas dibandingkan dengan kebutuhan sumber daya alam itu sendiri sehingga kita dituntut untuk menggunakan sumber daya alam yang langka itu seefektif mungkin (Suparmoko.1997:10-11).
Konsumsi BBM secara nasional mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada sisi lain, produksi minyak bumi dalam negeri menujukan penurunan. Dalam setahun terakhir ini saja PERTAMINA perlu 12 juta Kiloliter solar, begitu juga dengan premium perbulannya .Setiap bulan, impor minyak mentah dan BBM sebesar 1,5 Milyar Dollar AS (15 Trilliun Rupiah) (Syah,2006:3).
Peranan energi dalam pembangunan di Indonesia ada dua macam yaitu : sebagai sumber dana pembangunan dan mata uang asing (ekspor) yang utama, serta memenuhi kebutuhan energi domestik. Sejak 5 (lima) tahun terakhir ini Indonesia mengalami penurunan dalam kemampuan produksi Minyak Bumi Nasional secara alamiah atau (natural decline), cadangan minyak pada sumur – sumur yang diproduksi, dan dilain pihak pertambahan jumlah penduduk yang teerus menerus meningkat terutama pada sarana transportasi dan aktivitas industri yang berakibat pada peningkatan konsumsi BBM secara nasional (Business news 2006).
Tahun 2005, produksi minyak dunia tercatat sebesar 81.088 juta barel per hari, sedangkan konsumsi minyak dunia 82,459 juta barel perhari. Hal ini makin berdampak besar bagi harga minyak dunia jika tidak ada spare capacity yang memadai. (BPS review of world energy). Posisi harga BBM saat ini yang mendekati U$ 80 per barel saja sudah merepotkan berbagai negara, banyak negara yang berada dalam kesulitan besar karena kenaikan BBM dan terutama Indonesia kenaikan oktober 2005 tahun lalu apalagi sekarang perekonomian duniapun terpukul akibat krisis pasokan BBM yang melanda dunia padahal dunia internasional menganggap bahwa kebutuhan energi pasti akan meningkat seiring meningkatnya pembangunan ekonomi, yang mana produksi minyak bumi dalam negeri menunjukan trend menurun (Kompas, selasa 18 Juli 2006)
Dengan menurunnya eksplorasi akhir-akhir ini, hampir mustahil untuk berharap menemukan cadangan baru secara signifikan, produksi minyak mentah akan terus menurun.Indonesia harus mengambil langkah yang tepat dalam pembenahan BBM sehingga keterpurukan migas nasional tidak akan melorot dan tidak terjebakan krisis energi yang berkepanjangan yang dapat mengancam pertumbuhan ekonomi, juga ketergantungan pada impor yang mana bisa menguras devisa nasional negara. Melihat kondisi tersebut, pemerintah telah mengumumkan rencana untuk mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap BBM. Salah satunya dengan menggantinya dengan energi alternatif.
Sumber daya energi baru yang mampu diperbaharui / renewable, akhir-akhir ini banyak ditemukan dan bahan baku energi ini dapat diproduksi kembali serta mudah didapat dari bahan tumbuh - tumbuhan yang mengandung potensi kadar minyak yang tinggi. Apabila bahan baku tersebut diproses minyaknya secara alami dikenal dengan Biofuel. Penggunaan Biofuel kini makin populer, hampir semua negara maju (Jerman, Perancis, Inggris dan negara Eropa lainnya), bahkan saat ini pemerintah Amerika Serikat mengeluarkan undang-undang penggunaan bio-fuel secara internasional karena mereka tahu pentingnya penggunaan energi alternatif ini.(Bhirawa,Juni 2006)
Pengembangan Biofuel di Indonesia saat ini telah dilakukan berbagai uji coba digunakan untuk campuran pengganti BBM fosil, seperti Biodiesel. Bahan baku yang dipergunakan antara lain kelapa sawit, kedelai, jarak pagar,dll (Sudrajat,2006:16). Berdasarkan riset dari BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi), Indonesia punya 60 jenis tanaman yang berpotensi menjadi energi bahan bakar alternatif selain yang disebutkan diatas dari pertanian yang juga punya kadar minyak seperti zaitun, jagung , bunga matahari, biji labu, kapas, kacang tanah ,gandum, wijen, dan masih banyak produk pertanian lain yang dapat mengasilkan minyak yang dapat digunakan sebagai subtitusi bahan bakar minyak biodiesel / Biofuel melalui proses transesterifikasi. Keunggulannya dari Bahan Bakar Nabati selain dapat diproduksi kembali juga pembakarannya relatif bersih dan ramah lingkungan dibandingkan solar ( Syah,2006;6).
Pemerintah telah mengumumkan rencana untuk mengurangi ketergantungan Indonesia pada bahan bakar minyak, dengan meluncurkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 tentang “Kebijakan Energi Nasional” untuk mengembangkan sumber energi alternatif sebagai pengganti Bahan Bakar Minyak. Walaupun kebijakan tersebut menekankan penggunaan batu bara dan gas sebagai pengganti BBM, kebijakan tersebut juga menetapkan sumber daya yang dapat diperbaharui seperti bahan bakar nabati sebagai alternatif pengganti BBM.
Pemerintah Indonesia juga telah memberikan perhatian serius untuk pengembangan bahan bakar nabati (biofuel) ini dengan menerbitkan Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2006 tertanggal 25 Januari 2006 tentang penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati sebagai bahan bakar alternatif, karena permintaan yang terus meningkat di pasaran internasional dan persediaan BBM menipis. (Shinta waty, 2006). Latar belakang dari kebijakan energi alternatif ini harus dikembangkan oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia. Ada beberapa alasan, yaitu harga BBM negeri terus meningkat, pasokan yang makin menurun, sedangkan sektor konsumsi makin lama makin meningkat dan dampaknya sangat dirasakan di berbagai sektor ekonomi.
Indonesia dalam pengembangan BBM Nabati mempunyai potensi yang lebih baik ketimbang negara lain didunia, karena lahannya yang luas, banyak lahan kritis, lahan tidur yang belum dimanfaatkan dan sekarang dengan adanya kebijakan Presiden terpilih harus dimanfaatkan secara produktif. Banyaknya lahan kritis di Indonesia khususnya di luar pulau Jawa apabila dikembangkan tanaman yang menghasilkan minyak yang cocok dan ekonomis adalah jarak pagar, apalagi daya adaptasi tanaman jarak pagar sangat baik terhadap segala jenis struktur tanah di negara Indonesia yang kondisi tanah, iklimnya tropis. Berdasarkan rekomedasi para pakar yang disetujui pemerintah pusat tanaman yang cocok dan produktif adalah jarak pagar dan kelapa sawit untuk pengembangan Biofuel di Indonesia.. Atas dasar latar masalah tersebut diatas, maka perlu dilakukan penelitian tentang seberapa besar profitabilitas kelapa sawit dan jarak pagar sebagai pengganti energi alternatif, mengingat BBM fosil semakin mahal dan perlu mencari pemecahan dari bahan baku yang efisien dan ekonomis

1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas dapat ditarik rumusan masalah mengenai Biofuel ini
File Selengkapnya.....

Teman DiskusiSkripsi.com


 

Free Affiliasi Program