BAB I
PENDAHULUAN
Sejak awal 70-an, profesi akuntan publik di Indonesia mengalami
perkembangan. Hal ini disebabkan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat
usaha akan pentingnya jasa akuntan dan semakin tumbuhnya usaha-usaha
swasta. Di samping itu perkembangan profesi akuntan publik didorong dengan
adanya peraturan-peraturan pemerintah.
Profesi akuntan publik merupakan kunci dari era transparansi bisnis yaitu
untuk menilai dapat atau tidak dapat dipercayainya suatu laporan keuangan yang
disampaikan oleh manajemen. Profesi akuntan publik bertanggung jawab untuk
menaikkan tingkat keandalan laporan keuangan sehingga para pengguna laporan
keuangan dapat memperoleh informasi keuangan yang andal sebagai dasar untuk
memutuskan alokasi sumber-sumber ekonomi.
Seiring dengan perkembangan zaman, Kantor Akuntan Publik (KAP) tidak
hanya mengerjakan audit, melainkan juga menawarkan jasa yang memiliki
dimensi baru. Contoh dari penawaran jasa yang memiliki dimensi baru bagi
KAP adalah aktifitas-aktifitas investasi perbankan, jasa perencanaan strategik
dan operasional, bantuan dalam penemuan partner bisnis, bantuan dalam
memperoleh peraturan untuk transaksi besar, dan aktifitas manajemen tradisional
lainnya.
Dengan menawarkan berbagai jasa tersebut, maka memunculkan dua isu
menarik yang berkaitan dengan perekrutan pegawai di KAP. Isu yang pertama
1
2
adalah meningkatkan proporsi wanita di antara calon pegawai yang direkrut oleh
KAP. Beberapa KAP besar di Indonesia bahkan ada yang memiliki partner
perempuan sebesar 20-30%. Thoma (1986) dalam Winarna (2001), menyatakan
bahwa banyak penelitian dalam literatur perkembangan moral telah
mengekplorasi perbedaan gender.
Penelitian yang dilakukan oleh Sweeney
(1995) dalam Winarna (2001), menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang
positif antara gender dengan moral development
American Institute of Certified Public Accountant (AICPA), dalam hasil
penelitiannya menunjukkan perbandingan bahwa 50% lulusan akunting adalah
perempuan yang secara jelas tenaga kerja perempuan akan dapat bergabung
dalam profesi akuntan publik. Penelitian yang dilakukan oleh Collins (1993)
dalam Gani (2000), menyatakan bahwa 25 tahun terakhir menunjukkan adanya
kenaikan perempuan yang memilih profesi menjadi akuntan publik.
Sejarah perjalanan perempuan di bidang akuntansi merefleksikan suatu
perjuangan panjang untuk mengatasi penghalang-penghalang dan batasan yang
diciptakan oleh struktur sosial yang kaku, diskriminasi, pembedaan gender,
ketidaksamaan konsep, dan konflik antara rumah tangga dan karier, seperti
penelitian yang dilakukan oleh Ried (1987) dalam Laksmi (1999).
Isu yang kedua adalah bahwa KAP mulai memikirkan untuk merekrut
calon pegawai yang memiliki disiplin akademis di luar akuntansi. Elliot (1995)
dalam Winarna (2001), menyatakan bahwa meningkatnya ancaman litigasi bagi
akuntan dan juga persaingan yang semakin ketat untuk mendapatkan klien, telah
mendorong profesi akuntan publik untuk memperluas fokus profesinya. KAP
dalam memberikan jasa secara total dan profesional kepada klien yang memiliki
3
latar belakang industri dan bisnis yang berbeda, juga membutuhkan input dan
disiplin ilmu yang lain di luar akuntansi yang memiliki pengetahuan yang luas di
bidangnya. Perpaduan pengetahuan tersebut diharapkan akan saling melengkapi,
dan pada akhirnya KAP akan mampu memberikan jasa yang maksimal bagi
kliennya.
Walaupun proporsi jumlah para pegawai berlatar belakang disiplin
akademis non akuntansi tersebut sangat kecil dibandingkan pegawai yang
memiliki disiplin akademis di bidang akuntansi, akan tetapi perkembangan
tersebut perlu dicermati, terutama dalam kaitannya dengan etika profesi. Oleh
karena berhubungan dengan profesionalisme kerja, maka suatu hal penting yang
memadai adanya profesionalisme kerja adalah dipenuhinya etika profesi.
Akuntan publik sebagai suatu profesi mempunyai kode etik profesi yang
dinamakan Kode Etik Akuntan Indonesia. Kode Etik Akuntan Indonesia
merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan pedoman bagi
akuntan publik untuk berhubungan dengan klien, pemakai laporan keuangan,
sesama anggota profesi, dan juga masyarakat pada umumnya tentang kualitas
atau mutu jasa yang diberikan oleh akuntan.
Adanya pola perekrutan tersebut memunculkan tantangan-tantangan bagi
pengembangan dan pelatihan profesional untuk para calon pegawai KAP yang
baru, khususnya dalam hal ini penilaian etika. Hal ini atas pertimbangan bahwa
pada saat mereka nanti memasuki profesi tersebut, mereka akan dihadapkan
pada tugas-tugas pengambilan keputusan yang tentunya membutuhkan etika
(ethical judgment).
4
Penelitian tentang pengaruh gender dan perbedaan disiplin akademis
sebelumnya dilakukan oleh Winarna (2001), yang mana memperlihatkan bahwa
perbedaan gender dan disiplin akademis responden berpengaruh pada evaluasi
etis yang dibuat. Penelitian yang dilakukan oleh Jeffrey (1993) dalam Winarna
(2001) menggunakan Defining Issues Test (DIT), yang menyimpulkan bahwa
responden akuntansi bersikap lebih etis dibandingkan dengan rekan mereka dari
disiplin lain. Penelitian Lubigdo (1999) menguji pengaruh gender terhadap etika
bisnis, yang mana hasilnya menunjukkan bahwa gender tidak mempunyai
pengaruh terhadap etika bisnis. Penelitian yang dilakukan oleh Winarna (2001)
konsisten dengan penelitian Rusyuhana (1999) yang menyimpulkan bahwa
terdapat indikasi adanya perbedaan penilaian etika antara mahasiswa pria dan
wanita, dan adanya pengaruh perbedaan disiplin akadimis dalam penilaian etika
dari calon pegawai KAP.
Mencermati beberapa penelitian tersebut, pengaruh gender dan perbedaan
disiplin akademis menunjukkan hasil yang belum konsisten. Selain itu peneliti di
Indonesia belum begitu banyak yang meneliti masalah ini, sehingga masih
terbuka kesempatan untuk penelitian yang berkaitan dengan masalah gender dan
perbedaan disiplin akademis terhadap penilaian etika. Oleh karena itu, peneliti
tertarik untuk meneliti mengenai masalah tersebut dengan mengambil judul
”PENGARUH GENDER
DAN PERBEDAAN DISIPLIN AKADEMIS
TERHADAP PENILAIAN ETIKA OLEH MAHASISWA.”
B. Rumusan Masalah
5
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat diambil
rumusan masalah sebagai berikut:
PENDAHULUAN
Sejak awal 70-an, profesi akuntan publik di Indonesia mengalami
perkembangan. Hal ini disebabkan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat
usaha akan pentingnya jasa akuntan dan semakin tumbuhnya usaha-usaha
swasta. Di samping itu perkembangan profesi akuntan publik didorong dengan
adanya peraturan-peraturan pemerintah.
Profesi akuntan publik merupakan kunci dari era transparansi bisnis yaitu
untuk menilai dapat atau tidak dapat dipercayainya suatu laporan keuangan yang
disampaikan oleh manajemen. Profesi akuntan publik bertanggung jawab untuk
menaikkan tingkat keandalan laporan keuangan sehingga para pengguna laporan
keuangan dapat memperoleh informasi keuangan yang andal sebagai dasar untuk
memutuskan alokasi sumber-sumber ekonomi.
Seiring dengan perkembangan zaman, Kantor Akuntan Publik (KAP) tidak
hanya mengerjakan audit, melainkan juga menawarkan jasa yang memiliki
dimensi baru. Contoh dari penawaran jasa yang memiliki dimensi baru bagi
KAP adalah aktifitas-aktifitas investasi perbankan, jasa perencanaan strategik
dan operasional, bantuan dalam penemuan partner bisnis, bantuan dalam
memperoleh peraturan untuk transaksi besar, dan aktifitas manajemen tradisional
lainnya.
Dengan menawarkan berbagai jasa tersebut, maka memunculkan dua isu
menarik yang berkaitan dengan perekrutan pegawai di KAP. Isu yang pertama
1
2
adalah meningkatkan proporsi wanita di antara calon pegawai yang direkrut oleh
KAP. Beberapa KAP besar di Indonesia bahkan ada yang memiliki partner
perempuan sebesar 20-30%. Thoma (1986) dalam Winarna (2001), menyatakan
bahwa banyak penelitian dalam literatur perkembangan moral telah
mengekplorasi perbedaan gender.
Penelitian yang dilakukan oleh Sweeney
(1995) dalam Winarna (2001), menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang
positif antara gender dengan moral development
American Institute of Certified Public Accountant (AICPA), dalam hasil
penelitiannya menunjukkan perbandingan bahwa 50% lulusan akunting adalah
perempuan yang secara jelas tenaga kerja perempuan akan dapat bergabung
dalam profesi akuntan publik. Penelitian yang dilakukan oleh Collins (1993)
dalam Gani (2000), menyatakan bahwa 25 tahun terakhir menunjukkan adanya
kenaikan perempuan yang memilih profesi menjadi akuntan publik.
Sejarah perjalanan perempuan di bidang akuntansi merefleksikan suatu
perjuangan panjang untuk mengatasi penghalang-penghalang dan batasan yang
diciptakan oleh struktur sosial yang kaku, diskriminasi, pembedaan gender,
ketidaksamaan konsep, dan konflik antara rumah tangga dan karier, seperti
penelitian yang dilakukan oleh Ried (1987) dalam Laksmi (1999).
Isu yang kedua adalah bahwa KAP mulai memikirkan untuk merekrut
calon pegawai yang memiliki disiplin akademis di luar akuntansi. Elliot (1995)
dalam Winarna (2001), menyatakan bahwa meningkatnya ancaman litigasi bagi
akuntan dan juga persaingan yang semakin ketat untuk mendapatkan klien, telah
mendorong profesi akuntan publik untuk memperluas fokus profesinya. KAP
dalam memberikan jasa secara total dan profesional kepada klien yang memiliki
3
latar belakang industri dan bisnis yang berbeda, juga membutuhkan input dan
disiplin ilmu yang lain di luar akuntansi yang memiliki pengetahuan yang luas di
bidangnya. Perpaduan pengetahuan tersebut diharapkan akan saling melengkapi,
dan pada akhirnya KAP akan mampu memberikan jasa yang maksimal bagi
kliennya.
Walaupun proporsi jumlah para pegawai berlatar belakang disiplin
akademis non akuntansi tersebut sangat kecil dibandingkan pegawai yang
memiliki disiplin akademis di bidang akuntansi, akan tetapi perkembangan
tersebut perlu dicermati, terutama dalam kaitannya dengan etika profesi. Oleh
karena berhubungan dengan profesionalisme kerja, maka suatu hal penting yang
memadai adanya profesionalisme kerja adalah dipenuhinya etika profesi.
Akuntan publik sebagai suatu profesi mempunyai kode etik profesi yang
dinamakan Kode Etik Akuntan Indonesia. Kode Etik Akuntan Indonesia
merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan pedoman bagi
akuntan publik untuk berhubungan dengan klien, pemakai laporan keuangan,
sesama anggota profesi, dan juga masyarakat pada umumnya tentang kualitas
atau mutu jasa yang diberikan oleh akuntan.
Adanya pola perekrutan tersebut memunculkan tantangan-tantangan bagi
pengembangan dan pelatihan profesional untuk para calon pegawai KAP yang
baru, khususnya dalam hal ini penilaian etika. Hal ini atas pertimbangan bahwa
pada saat mereka nanti memasuki profesi tersebut, mereka akan dihadapkan
pada tugas-tugas pengambilan keputusan yang tentunya membutuhkan etika
(ethical judgment).
4
Penelitian tentang pengaruh gender dan perbedaan disiplin akademis
sebelumnya dilakukan oleh Winarna (2001), yang mana memperlihatkan bahwa
perbedaan gender dan disiplin akademis responden berpengaruh pada evaluasi
etis yang dibuat. Penelitian yang dilakukan oleh Jeffrey (1993) dalam Winarna
(2001) menggunakan Defining Issues Test (DIT), yang menyimpulkan bahwa
responden akuntansi bersikap lebih etis dibandingkan dengan rekan mereka dari
disiplin lain. Penelitian Lubigdo (1999) menguji pengaruh gender terhadap etika
bisnis, yang mana hasilnya menunjukkan bahwa gender tidak mempunyai
pengaruh terhadap etika bisnis. Penelitian yang dilakukan oleh Winarna (2001)
konsisten dengan penelitian Rusyuhana (1999) yang menyimpulkan bahwa
terdapat indikasi adanya perbedaan penilaian etika antara mahasiswa pria dan
wanita, dan adanya pengaruh perbedaan disiplin akadimis dalam penilaian etika
dari calon pegawai KAP.
Mencermati beberapa penelitian tersebut, pengaruh gender dan perbedaan
disiplin akademis menunjukkan hasil yang belum konsisten. Selain itu peneliti di
Indonesia belum begitu banyak yang meneliti masalah ini, sehingga masih
terbuka kesempatan untuk penelitian yang berkaitan dengan masalah gender dan
perbedaan disiplin akademis terhadap penilaian etika. Oleh karena itu, peneliti
tertarik untuk meneliti mengenai masalah tersebut dengan mengambil judul
”PENGARUH GENDER
DAN PERBEDAAN DISIPLIN AKADEMIS
TERHADAP PENILAIAN ETIKA OLEH MAHASISWA.”
B. Rumusan Masalah
5
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat diambil
rumusan masalah sebagai berikut: