Pengaruh Kompensasi Kas Dan Kepemilikan Saham Manajer Terhadap Kinerja Perusahaan Yang Go Publik (Studi Empiris Di Bursa Efek Jakarta)

BAB I

PENDAHULUAN


Dalam sebuah perusahaan, biasanya para pemilik (prinsipal) tidak

terjun langsung dalam mengelola perusahaannya. Oleh karena itu mereka

menunjuk seorang agent atau CEO (Chief Executive Officer) untuk mengelola

perusahaan dalam mencapai tujuannya. Menurut teori motivasi Maslow,

seorang manajer (agent) yang termotivasi akan untuk bekerja lebih giat untuk

mencapai tujuan dalam rangka kebutuhan akan penghargaan dan prestasi.

Untuk memotivasi manajer, maka para pemegang saham akan memberi

kompensasi kepada manajernya. Colon dan Parks (1990) meneliti bahwa

dengan adanya kompensasi manajemen terjalin hubungan dan komunikasi yang

baik antara prinsipal dan agentnya.

Para prinsipal disebut juga evaluator dan agent mereka disebut

pengambil keputusan. Pengambil keputusan membuat keputusan terbaik

berdasarkan informasi yang tersedia bagi mereka. Manajemen menggunakan

informasi akuntansi yang merefleksikan target kinerja manajemen jangka

pendek dan jangka panjang sebagai dasar penentuan kompensasi.

Masalah evaluasi dan pembayaran insentif manajerial mungkin tidak

akan mendapat perhatian besar apabila para manajer sama-sama berupaya

menunjukkan kemampuan terbaik m dan apabila kemampuan tersebut telah








diketahui sebelumnya. Pada perusahaan kecil, yang dimiliki dan dikelola oleh

orang yang sama, masalah insentif manajerial mungkin tidak terlalu mendapat

perhatian. Pemilik berusaha semampu yang mereka inginkan dan memperoleh

seluruh laba perusahaan sebagai penghargaan terhadap usahanya. Namun, pada

kebanyakan perusahaan, pemilik biasanya mempekerjakan manajer untuk

menjalankan perusahaan dan mendelegasikan wewenang pengambilan

keputusan kepada mereka, misalkan, pemilik perusahaan yang mempekerjakan

CEO melalui dewan direksi, demikian juga manajer divisional yang diterima

oleh CEO untuk mengoperasikan divisi mereka atas nama pemilik.

Selanjutnya, pemilik harus yakin bahwa manajer tersebut bekerja dengan baik

(Dorn R. Hansen, Maryanne M. Mowen, 2000).

Pada umumnya manajer mungkin tidak suka melakuan pekerjaan yang

berat dan rutin. Karena itu, mereka perlu diberi kompensasi agar bersedia

melakukan pekerjaan tersebut. Tujuan kompensasi manajemen biasanya

meliputi berbagai insensif yang berkaitan dengan kinerja. Sasarannya adalah

untuk menciptakan kesesuaian tujuan, sehingga manajer akan menujukkan

kerja terbaiknya bagi perusahaan.

Kompensasi sendiri merupakan mekanisme penting yang dapat

mendorong dan memotivasi manajer untuk mencapai tujuan perusahaan

(Anthony dan Govindarajam, 1998). Pada dasarnya, pemberian kompensasi

akan menguntungkan baik pemegang saham maupun manajer. Dengan sistem

kompensasi, manajer akan termotivasi untuk bekerja demi pencapaian tujuan







perusahaan yaitu peningkatan laba sekaligus memperoleh penghargaan dan

prestasi, sehingga dapat disimpulkan bahwa manajer diuntungkan dengan

menerima kompensasi baik materiil maupun non materiil, sedangkan pemilik

diuntungkan dengan adanya peningkatan profit.

Kontrak kompensasi merupakan alat penting untuk mengarahkan dan

memotivasi manajemen perusahaan. Dengan Kontrak kompensasi, diharapkan

manajer memperbaiki kinerja perusahaan, sehingga kompensasi yang akan

diterimanya lebih besar. Dengan demikian semakin baik kinerja perusahaan

semakin besar penghargaan yang akan diberikan kepada manajer.

Pemberian kompensasi dalam penelitian ini adalah kompensasi berupa

kas, dan cara lainnya untuk memotivasi manajer adalah dengan cara

memberikan kompensasi dalam bentuk stock option. Jensen Dan Murphy

(1990) dan Lambert dan Larcker (1987) menemukan bahwa kedua kinerja

berdasarkan laba dan harga saham merupakan penentu penting kompensasi top

manajer, tetapi laba akuntansi lebih mempunyai kekuatan penjelas terhadap

perubahan kompensasi kas top manajer. Untuk menjaga kelangsungan

perusahaan, biasanya sebelum saham dijual kepada publik terlebih dahulu

saham tersebut akan ditawarkan kepada para pemegang saham lama dan

manajer, tetapi apabila bertujuan untuk memotivasi manajer, maka manajer

bukan diberikan hak untuk membeli saham melainkan saham itu diberikan

secara cuma-cuma. Hal itu dilakukan semata-mata agar manajer mempunyai







rasa sense of belonging terhadap perusahaan, sehingga mereka akan terpacu

untuk mencapai tujuan perusahaan.

Bukti empiris menunjukan adanya ketidakjelasan pengaruh

kompensasi terhadap kinerja perusahaan. Sloan (1993) berpendapat

kompensasi eksekutif mempunyai pengaruh terhadap kinerja perusahaan yang

diukur dengan stock price performance dan accounting earning performance.

Hasil penelitian tersebut didukung oleh Petroni dan Safieddine (1999) yang

menyatakan bahwa kompensasi eksekutif mempunyai pengaruh terhadap

kinerja perusahaan dengan accounting performance sebagai tolak ukurnya.

Penelitian lain menyatakan adanya pengaruh sistem kompensasi

terhadap peningkatan volume penjualan yang dalam hal ini mencerminkan

kinerja perusahaan (R.D. Banker, 1996). Hasil yang serupa ditunjukan oleh

Dechow dan Sloan (1991) bahwa kompensasi dalam hal ini incentive

menjadikan keputusan yang dibuat oleh eksekutif pada akhirnya dapat

mempengaruhi kinerja perusahaan.

Kerr dan Betis (1987) menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang

positif antara kompensasi eksekutif dengan kinerja perusahaan. Hal senada

juga dinyatakan oleh Warner dan Tosi (1995) bahwa manajer yang dibayar

dengan kompensasi melalui gaji yang tinggi, bonus yang besar dan insentive

jangka panjang tidak berhubungan dengan perubahan dalam kinerja

perusahaan.







Sedangkan penelitian lain yang dilakukan oleh Gudono (1997)

menyatakan bahwa kompensasi tidak mempunyai pengaruh yang signifikan

terhadap kinerja, tetapi kepemilikan saham oleh manajerlah yang mempunyai

dampak positif terhadap kinerja perusahaan.

Berdasarkan hal tersebut diatas, peneliti ingin melakukan penelitian

yang sama tetapi dengan beberapa perbedaan. Perbedaan penelitian yang

dilakukan oleh Gudono (1997) dengan penelitian yang dilakukan sekarang ini

adalah tempat pengambilan sampel, waktu pengambilan sampel, perusahaan

yang digunakan dan ukuran kinerja.

Dalam penelitian Gudono (1997), penelitian di lakikan di Amerika

Serikat pada perusahaan yang melakukan akuisisi antara tahun 1989 sampai

tahun 1990 sedangkan dalam penelitian ini dilakukan pada perusahaan yang

go public yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta antara tahun 2000 sampai tahun

2003. Ukuran kinerja dalam penelitian Gudono (1997) diukur berdasarkan

penjualan, laba, asset sedangkan dalam penelitian ini kinerja diukur

berdasarkan laba kotor yang dihasilkan perusahaan.

Dari perbedaan tersebut, penulis ingin mengetahui apakah pengaruh

yang dihasilkan dari penelitian yang dilakukan peneliti akan sama dengan

penelitian yang dilakukan oleh Gudono (1997) dan sekaligus membuktikan

penelitian sebelumnya.







B. Perumusan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini adalah:
File Selengkapnya.....

Teman DiskusiSkripsi.com


 

Free Affiliasi Program