BAB I
PENDAHULUAN
Suatu negara yang mengalami kemajuan ekonomi dapat memacu
perkembangan bisnis dan mendorong munculnya pelaku bisnis baru sehingga
menimbulkan persaingan yang cukup tajam didalam dunia bisnis. Hampir
semua usaha bisnis bertujuan untuk memproleh keuntungan yang sebesar-
besarnya (Profit-making) agar dapat meningkatkan kesejahteraan pelaku bisnis
dan memperluas jaringan usahanya. Namun terkadang untuk mencapai tujuan
itu segala upaya dan tindakan dilakukan walaupun pelaku bisnis harus
melakukan tindakan-tindakan yang mengabaikan berbagai dimensi moral dan
etika dari bisnis itu sendiri (Murtanto dan Marini, 2003).
Masalah etika merupakan masalah yang selalu dihadapi dalam profesi
akuntan dan pada etika yang perlu diperhatikan adalah konsep diri dari sistem
nilai yang ada pada akuntan sebagai pribadi yang tidak lepas dari sistem nilai
diluar dirinya, maka dimasa depan profesi akuntan Indonesia menghadapi
tantangan yang semakin berat, terutama dikaitkan dengan akan
dilaksanakannya kesepakatan AFTA dan APEC di awal abad mendatang.
Untuk itu kesiapan yang menyangkut profesionalisme profesi mutlak
diperlukan. Profesionalisme suatu profesi trsebut, yaitu berkeahlian,
berpengetahuan dan berkarakter, menurut Ludigdo (1999) sebagaimana
dikutip dalam Machfoedz (1997). Karakter menunjukkan personality seorang
1
2
profesional, yang diantaranya diwujudkan dalam sikap dan tindakan etis
seorang akuntan yang akan sangat menentukan posisinya dimasyarakat.
Tanpa etika, profesi akuntansi tidak akan ada karena fungsi akuntansi
adalah penyedia informasi untuk proses pembuatan keputusan bisnis oleh para
pelaku bisnis. Para pelaku bisnis ini diharapkan mempunyai integritas dan
kompetensi yang tinggi (Abdullah dan Halim, 2002). Dalam dekade
belakangan ini etika akuntan telah menjadi issue yang sangat menarik. Hal
tersebut disebabkan karena profesi akuntan dipandang sebagai suatu profesi
yang dalam aktivitasnya tidak terpisahkan dengan aktivitas bisnis, sehingga
selain harus memahami juga harus menerapkan etika dalam bisnis (Ni Nengah
S. Ekayani dan Made Pradana, 2003).
Di Indonesia, issue ini berkembang seiring dengan terjadinya
beberapa pelanggaran etika, baik yang dilakukan oleh akuntan publik, akuntan
intern, maupun akuntan pemeintah. Selain itu di Indonesia, seperti negara
berkembang lainnya mempunyai kecenderungan yang besar terhadap
pelanggaran etika bisnis, kecenderungan yang terjadi pada negara berkembang
biasanya selalu terfokus pada masalah pertumbuhan ekonomi dan kurang
memperhatikan dengan cara apa ekonomi tersebut tumbuh sehingga yang
kerapkali terjadi adalah munculnya praktek-praktek ekonomi yang melanggar
etika bisnis. Kondisi yang terjadi selain dipicu oleh pelaku-pelaku bisnis yang
menghendaki keuntungan melalui cara yang tidak etis juga disebabkan oleh
kondisi eksternal yang memberikan peluang terjadinya praktek-praktek
pelanggaran etika bisnis diantaranya : belum diatur secara hukum, adanya
3
aturan main yang tidak tegas, tidak adanya penegakan hukum secara tegas, dan
kurangnya kesadaran masyarakat terhadap permasalahan etika bisnis.
Pelanggaran-pelanggaran etika seakan menjadi titik tolak bagi masyarakat
pemakai jasa profesi akuntan publik untuk menuntut mereka bekerja secara
lebih profesional dengan mengedepankan integritas diri dan profesinya
sehingga hasil laporannya benar-benar adil dan transparan.
Pelanggaran-pelanggaran terhadap etika seharusnya tidak perlu terjadi
atau dapat diatasi apabila setiap akuntan dan calon akuntan mempunyai
pengetahuan, pemahaman dan menerapkan etika secara memadai dalam setiap
aktivitas keseharian mereka. Kemampuan seorang profesional untuk dapat
mengerti dan peka terhadap persoalan etika juga sangat dipengaruhi oleh
lingkungan dimana dia berada. Khomsiyah & Indriantoro (1997) menyatakan
bahwa dunia pendidikan juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap
perilaku etika seorang akuntan.
Pentingnya etika dalam dunia bisnis memberikan sinyalemen kepada
organisasi pendidikan dan profesi untuk mengintegrasikan etika kedalam
kurikulum pendidikan bisnis dan akuntansi (M. Wahyudin, 2003). Tujuan dari
penyelenggaraan pendidikan etika itu sendiri antara lain, menurut Ludigdo
(1999) adalah :
PENDAHULUAN
Suatu negara yang mengalami kemajuan ekonomi dapat memacu
perkembangan bisnis dan mendorong munculnya pelaku bisnis baru sehingga
menimbulkan persaingan yang cukup tajam didalam dunia bisnis. Hampir
semua usaha bisnis bertujuan untuk memproleh keuntungan yang sebesar-
besarnya (Profit-making) agar dapat meningkatkan kesejahteraan pelaku bisnis
dan memperluas jaringan usahanya. Namun terkadang untuk mencapai tujuan
itu segala upaya dan tindakan dilakukan walaupun pelaku bisnis harus
melakukan tindakan-tindakan yang mengabaikan berbagai dimensi moral dan
etika dari bisnis itu sendiri (Murtanto dan Marini, 2003).
Masalah etika merupakan masalah yang selalu dihadapi dalam profesi
akuntan dan pada etika yang perlu diperhatikan adalah konsep diri dari sistem
nilai yang ada pada akuntan sebagai pribadi yang tidak lepas dari sistem nilai
diluar dirinya, maka dimasa depan profesi akuntan Indonesia menghadapi
tantangan yang semakin berat, terutama dikaitkan dengan akan
dilaksanakannya kesepakatan AFTA dan APEC di awal abad mendatang.
Untuk itu kesiapan yang menyangkut profesionalisme profesi mutlak
diperlukan. Profesionalisme suatu profesi trsebut, yaitu berkeahlian,
berpengetahuan dan berkarakter, menurut Ludigdo (1999) sebagaimana
dikutip dalam Machfoedz (1997). Karakter menunjukkan personality seorang
1
2
profesional, yang diantaranya diwujudkan dalam sikap dan tindakan etis
seorang akuntan yang akan sangat menentukan posisinya dimasyarakat.
Tanpa etika, profesi akuntansi tidak akan ada karena fungsi akuntansi
adalah penyedia informasi untuk proses pembuatan keputusan bisnis oleh para
pelaku bisnis. Para pelaku bisnis ini diharapkan mempunyai integritas dan
kompetensi yang tinggi (Abdullah dan Halim, 2002). Dalam dekade
belakangan ini etika akuntan telah menjadi issue yang sangat menarik. Hal
tersebut disebabkan karena profesi akuntan dipandang sebagai suatu profesi
yang dalam aktivitasnya tidak terpisahkan dengan aktivitas bisnis, sehingga
selain harus memahami juga harus menerapkan etika dalam bisnis (Ni Nengah
S. Ekayani dan Made Pradana, 2003).
Di Indonesia, issue ini berkembang seiring dengan terjadinya
beberapa pelanggaran etika, baik yang dilakukan oleh akuntan publik, akuntan
intern, maupun akuntan pemeintah. Selain itu di Indonesia, seperti negara
berkembang lainnya mempunyai kecenderungan yang besar terhadap
pelanggaran etika bisnis, kecenderungan yang terjadi pada negara berkembang
biasanya selalu terfokus pada masalah pertumbuhan ekonomi dan kurang
memperhatikan dengan cara apa ekonomi tersebut tumbuh sehingga yang
kerapkali terjadi adalah munculnya praktek-praktek ekonomi yang melanggar
etika bisnis. Kondisi yang terjadi selain dipicu oleh pelaku-pelaku bisnis yang
menghendaki keuntungan melalui cara yang tidak etis juga disebabkan oleh
kondisi eksternal yang memberikan peluang terjadinya praktek-praktek
pelanggaran etika bisnis diantaranya : belum diatur secara hukum, adanya
3
aturan main yang tidak tegas, tidak adanya penegakan hukum secara tegas, dan
kurangnya kesadaran masyarakat terhadap permasalahan etika bisnis.
Pelanggaran-pelanggaran etika seakan menjadi titik tolak bagi masyarakat
pemakai jasa profesi akuntan publik untuk menuntut mereka bekerja secara
lebih profesional dengan mengedepankan integritas diri dan profesinya
sehingga hasil laporannya benar-benar adil dan transparan.
Pelanggaran-pelanggaran terhadap etika seharusnya tidak perlu terjadi
atau dapat diatasi apabila setiap akuntan dan calon akuntan mempunyai
pengetahuan, pemahaman dan menerapkan etika secara memadai dalam setiap
aktivitas keseharian mereka. Kemampuan seorang profesional untuk dapat
mengerti dan peka terhadap persoalan etika juga sangat dipengaruhi oleh
lingkungan dimana dia berada. Khomsiyah & Indriantoro (1997) menyatakan
bahwa dunia pendidikan juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap
perilaku etika seorang akuntan.
Pentingnya etika dalam dunia bisnis memberikan sinyalemen kepada
organisasi pendidikan dan profesi untuk mengintegrasikan etika kedalam
kurikulum pendidikan bisnis dan akuntansi (M. Wahyudin, 2003). Tujuan dari
penyelenggaraan pendidikan etika itu sendiri antara lain, menurut Ludigdo
(1999) adalah :