BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa, memiliki
keanekaragaman obat tradisional yang dibuat dari bahan-bahan alami bumi
Indonesia, termasuk tanaman obat. Mengingat manfaat keanekaragaman hayati
tersebut bagi manusia sangat beragam seperti sebagai obat, kosmetik, pengharum,
penyegar, pewarna, dan lain-lain. Selain sebagai penghasil senyawa organik yang
jenis dan jumlahnya hampir tak terhingga, tidaklah heran apabila banyak pihak,
baik peneliti maupun pengusaha dalam dan luar negeri yang melirik sumber daya
alam Indonesia tersebut.
Pengembangan obat alami ini memang patut mendapatkan perhatian yang
lebih besar, bukan saja disebabkan potensi pengembangannya yang terbuka,
tetapi juga permintaan pasar akan bahan baku obat-obat tradisional ini terus
meningkat untuk kebutuhan domestik maupun internasional. Peningkatan
permintaan obat tradisional disebabkan karena obat tradisional memiliki efek
samping kecil, tingkat toksisitas yang rendah, mudah diperoleh, dan harganya
relatif lebih murah dibandingkan dengan obat kimia (sintesis).
Salah satu tanaman asli Indonesia yang berkhasiat obat adalah temu
kunci (Boesenbergia pandurata (Roxb.) Schlecht). Penelitian Murniyati (2001)
membuktikan bahwa minyak atsiri rimpang temu kunci mempunyai aktivitas
antibakteri dengan KHM 0,06% terhadap E. coli dan 0,01% terhadap S. aureus.
Penggunaan minyak atsiri dalam bentuk cair tidak praktis, sehingga perlu dibuat
dalam bentuk sediaan salep. Tujuan umum penggunaan obat secara topikal pada
terapi dermatologi adalah untuk menghasilkan efek terapetik yang maksimal pada
tempat-tempat yang spesifik di jaringan epidermis.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh formulasi salep minyak atsiri temu kunci terhadap sifat
fisik salep?
2. Bagaimana pengaruh formulasi salep minyak atsiri temu kunci terhadap daya
antibakteri?
C. Tinjauan Pustaka
1. Salep
Salep (unguent) adalah preparat setengah padat yang mudah dioleskan
dan digunakan untuk pemakaian luar (Anonim, 1995). Salep terdiri dari basis
salep, yang dapat berupa sistem sederhana (misalnya vaselin) atau dari
komposisi yang lebih kompleks (misalnya sistem yang mengandung
emulgator), bersama dengan bahan aktif atau kombinasi bahan aktif (Idson
dan Lazarus, 1986).
Idealnya basis salep harus mudah dioleskan di kulit, stabil, tidak
menyebabkan iritasi, inert, dapat terdistribusi merata, dan menjamin
pelepasan obat, non sensitif (Anonim, 1995).
Basis salep dapat diklasifikasikan menjadi 4 golongan:
a. Basis Hidrokarbon
Basis ini terdiri dari minyak-minyak hidrofob seperti vaselin,
parafin cair maupun campuran dengan parafin padat. Dasar salep
hidrokarbon (minyak) merupakan basis yang bebas air, preparat yang
berair mungkin dapat dicampurkan dalam jumlah yang sedikit. Bentuk
paraffin membentuk lapisan minyak di kulit dan bertahan pada kulit
dalam waktu yang lama, mencegah hilangnya kelembaban, memperbaiki
hidrasi dari lapisan tanduk pada saat suhu yang kering, serta sukar dicuci
dengan air (Aulton, 1994).
Macam basis hidrokarbon:
1. Petrolatum
Merupakan campuran dari hidrokarbon semi solid yang didapat dari
petroleum. Dikenal sebagai vaselin kuning.
2. White petrolatum
Merupakan campuran dari hidrokarbon semi solid yang didapat dari
petroleum yang sudah mengalami deklorisasi. Dikenal dengan nama
vaselin putih.
3. Yellow ointment
Basis ini terdiri atas lilin kuning dan vaselin.
4. White ointment
Merupakan perpaduan antara lilin putih dan vaselin putih (Ansel dkk,
1999).
b. Basis Absorbsi
Basis absorbsi tidak menyerap air, tetapi dengan pengadukan yang
cukup, basis ini dapat menyerap larutan air dan dapat dianggap sebagai
emulsi air dalam minyak. Basis absorbsi bermanfaat bagi farmasi sebagai
tambahan yang berfungsi untuk memberikan volume larutan yang
mengandung sedikit air dalam basis hidrokarbon (Ansel dkk, 1999)
Basis absorbsi terdiri dari dua tipe, yaitu:
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa, memiliki
keanekaragaman obat tradisional yang dibuat dari bahan-bahan alami bumi
Indonesia, termasuk tanaman obat. Mengingat manfaat keanekaragaman hayati
tersebut bagi manusia sangat beragam seperti sebagai obat, kosmetik, pengharum,
penyegar, pewarna, dan lain-lain. Selain sebagai penghasil senyawa organik yang
jenis dan jumlahnya hampir tak terhingga, tidaklah heran apabila banyak pihak,
baik peneliti maupun pengusaha dalam dan luar negeri yang melirik sumber daya
alam Indonesia tersebut.
Pengembangan obat alami ini memang patut mendapatkan perhatian yang
lebih besar, bukan saja disebabkan potensi pengembangannya yang terbuka,
tetapi juga permintaan pasar akan bahan baku obat-obat tradisional ini terus
meningkat untuk kebutuhan domestik maupun internasional. Peningkatan
permintaan obat tradisional disebabkan karena obat tradisional memiliki efek
samping kecil, tingkat toksisitas yang rendah, mudah diperoleh, dan harganya
relatif lebih murah dibandingkan dengan obat kimia (sintesis).
Salah satu tanaman asli Indonesia yang berkhasiat obat adalah temu
kunci (Boesenbergia pandurata (Roxb.) Schlecht). Penelitian Murniyati (2001)
membuktikan bahwa minyak atsiri rimpang temu kunci mempunyai aktivitas
antibakteri dengan KHM 0,06% terhadap E. coli dan 0,01% terhadap S. aureus.
Penggunaan minyak atsiri dalam bentuk cair tidak praktis, sehingga perlu dibuat
dalam bentuk sediaan salep. Tujuan umum penggunaan obat secara topikal pada
terapi dermatologi adalah untuk menghasilkan efek terapetik yang maksimal pada
tempat-tempat yang spesifik di jaringan epidermis.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh formulasi salep minyak atsiri temu kunci terhadap sifat
fisik salep?
2. Bagaimana pengaruh formulasi salep minyak atsiri temu kunci terhadap daya
antibakteri?
C. Tinjauan Pustaka
1. Salep
Salep (unguent) adalah preparat setengah padat yang mudah dioleskan
dan digunakan untuk pemakaian luar (Anonim, 1995). Salep terdiri dari basis
salep, yang dapat berupa sistem sederhana (misalnya vaselin) atau dari
komposisi yang lebih kompleks (misalnya sistem yang mengandung
emulgator), bersama dengan bahan aktif atau kombinasi bahan aktif (Idson
dan Lazarus, 1986).
Idealnya basis salep harus mudah dioleskan di kulit, stabil, tidak
menyebabkan iritasi, inert, dapat terdistribusi merata, dan menjamin
pelepasan obat, non sensitif (Anonim, 1995).
Basis salep dapat diklasifikasikan menjadi 4 golongan:
a. Basis Hidrokarbon
Basis ini terdiri dari minyak-minyak hidrofob seperti vaselin,
parafin cair maupun campuran dengan parafin padat. Dasar salep
hidrokarbon (minyak) merupakan basis yang bebas air, preparat yang
berair mungkin dapat dicampurkan dalam jumlah yang sedikit. Bentuk
paraffin membentuk lapisan minyak di kulit dan bertahan pada kulit
dalam waktu yang lama, mencegah hilangnya kelembaban, memperbaiki
hidrasi dari lapisan tanduk pada saat suhu yang kering, serta sukar dicuci
dengan air (Aulton, 1994).
Macam basis hidrokarbon:
1. Petrolatum
Merupakan campuran dari hidrokarbon semi solid yang didapat dari
petroleum. Dikenal sebagai vaselin kuning.
2. White petrolatum
Merupakan campuran dari hidrokarbon semi solid yang didapat dari
petroleum yang sudah mengalami deklorisasi. Dikenal dengan nama
vaselin putih.
3. Yellow ointment
Basis ini terdiri atas lilin kuning dan vaselin.
4. White ointment
Merupakan perpaduan antara lilin putih dan vaselin putih (Ansel dkk,
1999).
b. Basis Absorbsi
Basis absorbsi tidak menyerap air, tetapi dengan pengadukan yang
cukup, basis ini dapat menyerap larutan air dan dapat dianggap sebagai
emulsi air dalam minyak. Basis absorbsi bermanfaat bagi farmasi sebagai
tambahan yang berfungsi untuk memberikan volume larutan yang
mengandung sedikit air dalam basis hidrokarbon (Ansel dkk, 1999)
Basis absorbsi terdiri dari dua tipe, yaitu: