Hubungan Antara Informasi Prabedah Dengan Kecemasan Pasien Praoperasi Di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah

Abstraksi:
Salah satu masalah individu ketika sakit adalah kecemasan, apalagi jika individu harus menjalani tindakan medis yaitu operasi dan berperan sebagai pasien. Kecemasan yang timbul dalam diri pasien dipengaruhi oleh berbagai faktor termasuk yang dialami pasien preoperasi. Pasien dapat merasa cemas berkaitan dengan penyakitnya, pengobatan dan pemeriksaan diagnosis yang dihadapi.
Perawat sebagai tenaga kesehatan di rumah sakit memiliki peran yang penting dalam membantu pasien mengatasi kecemasannya sehingga perlu adanya pelayanan keperawatan yang berkualitas termasuk di dalamnya informasi prabedah yang sama sekali belu pernah dikenal atau diketahui pasien. Apabila informasi yang diberikan oleh perawat atau tenaga kesehatan lainnya dengan jelas, khususnya masalah operasi sehingga pasien mengerti atau memahaminya sesuai kondisi sakit yang dialaminya maka hal ini dapat mempengaruhi pasien dalam kecemasannya, sehingga berkurang rasa cemasnya.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara informasi prabedah dengan kecemasan pasien preoperasi, sehingga hipotesa yang penulis susun adalah ada hubungan antara informasi prabedah dengan kecemasan pasien preoperasi. Artinya apabila informasi sebelum operasi yang diberikan atau dijelaskan kepada pasien kurang jelas atau sulit dimengerti pasien maka kecemasan pasien semakin tinggi.
Hasil penelitian dengan analisis Korelasi Rank Spearman membuktikan bahwa tidak ada hubungan antara informasi prabedah dengan kecemasan pasien preoperasi. Hal ini ditunjukan dengan nilai signifikan yaitu 0,197 > 0,05.


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Tujuan dari pembangunan kesehatan nasional adalah terciptanya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum. Untuk mencapai tersebut sangat diperlukan tenaga, fasilitas dan pelayanan kesehatan yang memadai, baik secara kualitas maupun kuantitasnya sebagai rujukan masyarakat (Arif, 1999). Satu fasilitas kesehatan yang ada adalah pelayanan kesehatan yang dilakukan di Rumah Sakit adalah meliputi pencegahan, pengobatan penyakit dan promosi kesehatan yang dilakukan secara terintegrasi oleh semua tenaga kesehatan yang ada, maupun tenaga kesehatan yang lain yang terkait. Namun dari pelayanan kesehatan yang menonjol adalah pengobatan penyakit maupun rehabilitasinya. Salah satu cara pengobatan yang dilakukan adalah dengan operasi (Sukarman & Somapawiro, 1980).
Pembedahan merupakan tindakan pengobatan yang banyak menimbulkan kecemasan, sampai saat ini sebagian besar orang menganggap bahwa pembedahan merupakan pengalaman yang sangat menakutkan,baik bagi orang kesehatan sendiri maupun orang awan terutama jika pembedahan yang dilakukan termasuk dalam kategori segera dilakukan operasi. Reaksi cemas ini akan berlanjut bila klien tidak pernah atau kurang mendapat informasi yang berhubungan dengan penyakit dan tindakan yang dilakukan terhadap dirinya. Carbonel (2004) mengatakan setiap orang pernah mengalami periode cemas, apalagi pasien yang akan menjalani pembedahan. Kecemasan meupakan gejala klinik yang jelas terlihat pada pasien dengan penatalaksanaan medis. Carpenito (1999) mengatakan 90 % pasien pra operasi mengalami kecemasan.
Menghadapi pembedahan menyebabkan seseorang bertanya dan sering merasa takut tentang apa yang terjadi terhadap dirinya dan bagaimana pula akibatnya nanti. Saat–saat itu merupakan saat yang menggelisahkan bagi si pasien, lepas dari persoalan apakah ia membicarakan tentang hal tersebut atau tidak. Dalam keadaan seperti itu wajarlah kalau orang merasa kuatir dan sikap petugas yang terlibat dalam usaha mempersiapkan dirinya menghadapi pembedahan itu sangatlah mempengaruhinya (Depkes,1989). Tindakan pembedahan merupakan ancaman aktual atau hanya potensial pada integritas seseorang yang dapat mengakibatkan reaksi stres, baik stres fisiologi atau psikologi dan salah satu respon psikologi adalah kecemasan (Long, 1996).
Pernyataan diatas menunjukan bahwa penjelasan dan informasi yang lengkap dari tenaga kesehatan sebelum melakukan tindakan pada pasien sangat diperlukan sampai pasien memahami dari tujuan tindakan tersebut, sehingga pasien bebas dari rasa cemas dan bisa kooperatif terhadap apa yang dilakukan terhadap dirinya yang akhirnya akan meminimalkan resiko dari tindakan tersebut. Penyediaan waktu khusus untuk diskusi pra bedah dengan pasien dan keluarga adalah unsur penting pada persiapan pembedahan. Diskusi hanya boleh diakhiri bila dokter yakin bahwa pasien dan keluarganya sudah memahami indikasi operasi, sifat khusus tindakan dan resiko operasi tersebut. Semua pertanyaan harus dijawab dengan lengkap untuk memberi keterangan penting sebanyak mungkin, menghilangkan kecemasan atau ketakutan pasien yang tidak tahu serta mengurangi kecemasan yang tidak perlu terhadap masalah yang mungkin tidak akan terjadi (Sabiston, 1995).
Pada diskusi tentang perincian biaya harus secara jelas agar dipahami pasien dan keluarga. Aspek tentang operasi harus dibicarakan mencakup daerah insisi, peralatan yang diperlukan dan infus intravena, kemungkinan penggunaan sonde, penggunaan drain dan tindakan keperawatan khusus yang membutuhkan kerjasama dengan pasien. Harus dijelaskan keperluan dan perkiraan lama tinggal dalam pemulihan atau perawatan intensif. Tindakan yang akan banyak merubah fungsi tubuh harus dibicarakan dengan memperhatikan efek jangka pendek dan jangka panjang (Sabiston, 1995).
Respon psikologis secara umum berhubungan dengan adanya ketakutan– ketakutan terhadap anastesi, diagnosis yang belum pasti, keganasan, nyeri, ketidakmampuan, cerita yang mengerikan dari orang lain dan sebagainya. Itu adalah salah satu gambaran atau fakta tentang kecemasan pre operasi. Pasien yang akan menjalani pembedahan sangat membutuhkan informasi yang berhubungan dengan prosedur tindakan yang akan dilakukan terhadap dirinya, informasi pra bedah biasanya dilakukan oleh dokter operator atau dokter yang diberi wewenang dengan petunjuk dari dokter yang bertanggungjawab, tetapi karena keterbatasan waktu terkadang dokter hanya menjelaskan secara garis besarnya saja. Beberapa persiapan khusus yang diinstruksikan dokter harus dilaksanakan pasien sebelum pembedahan. Peraturan tertulis ini disebut peraturan–peraturan sebelum pembedahan, memperinci hal–hal yang harus dilakukan sebelum pembedahan dilakukan, untuk mencegah kemungkinan komplikasi selama pembedahan dan sesudahnya. Peraturan–peraturan itu akan membuat pasien lebih tenang, terutama apabila memahami apa sebabnya peraturan itu dilaksanakan. (Depkes RI, 1989).
Perawat menjadi salah satu tenaga kesehatan paling lama berinteraksi dengan pasien, mempunyai kewajiban membantu pasien mempersiapkan fisik dan mental untuk menghadapi operasi, maka memerlukan ketrampilan komunikasi yang baik, kepercayaan pasien kepada dokter atau ahli bedahnya dan semua petugas yang terlibat. Merupakan suatu pernyataan gamblang bahwa perasaan yang aman membantu pasien untuk lebih menarik manfaat dari persiapan– persiapan yang dilakukan sebelum pembedahan, pasien pergi ke kamar bedah dengan kondisi yang lebih baik untuk menerima anestesi. Sikap dan tingkah laku perawat membantu menumbuhkan rasa kepercayaan ini. Setiap kontak yang dilakukan dengan pasien hendaklah membantu pasien itu menyakini bahwa ia berada diantara orang–orang yang memperhatikan keselamatannya. Salah satu cara melakukan hal ini ialah dengan mencurahkan perhatian sampai kepada hal yang sekeci–kecilnya dalam merawat pasien. Perawat harus mau mendengarkan semua keluhan dan sekaligus memperhatikan semua keperluan pribadi pasien
(Arif, 1999). Hubungan antara perawat dengan pasien melalui tehnik komunikasi terapeutik juga dapat meempengaruhi penurunan kecemasan pasien, pendapat ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Rachma di RSUP Dr Sardjito Yogyakarta tahun 2000, yang berjudul Hubungan komunikasi terapeutik terhadap tingkat kecemasan pasien post laparatomi. Kesimpulannya adalah ada hubungan yang bermakna antara tehnik komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh perawat terhadap penurunan kecemasan pasien post bedah. Menurut Hidayanto tahun 1998 tentang kecemasan antara pekerja pria dan wanita di Perusahaan Rambak Bantul Yogyakarta menunjukan bahwa wanita lebih banyak mengalami kecemasan dibandingkan pria.
Menurut pengamatan dan observasi yang dilakukan di ruang rawat inap RS PKU Muhammadiyah Surakarta sering kali dijumpai pertanyaan atau pernyataan oleh pasien , keluarga atau teman. Mengapa harus operasi, berapa biaya operasi yang dibutuhkan, mengapa belum waktunya operasi dibawa ke kamar operasi, bagaimana perawatan setelah pulang, sembuhnya kapan, apakah nanti bisa beraktivitas seperti sebelum operasi, apakah nanti bisa kambuh lagi dan mungkin masih ada pertanyaan atau pernyataan lain yang tidak disebutkan. Menurut Caplan dan Sadock (1997) kecemasan pasien sebelum pembedahan meliputi pengalaman masa lalu tentang operasi, pengetahuan klien, usia, diagnosa penyakit, jenis pembedahan, informasi sebelum pembedahan, social ekonomi, hospitalisasi dan lama menunggu jadwal operasi. Berkaitan dengan persiapan pembedahan di RS PKU Muhammadiyah Surakarta, pasien yang akan di operasi biasanya menjadi gelisah dan takut. Perasaan gelisah dan takut kadang–kadang tidak terlihat jelas. Tetapi terkadang kecemasan itu dapat terlihat dalam bentuk lain dengan sering bertanya dan berulang walaupun pertanyaan telah dijawab. Takut sakit, takut pembiusan, khawatir soal pekerjaan, khawatir tergantung pada keluarga, khawatir soal keuangan, takut akan hari depan. Disamping perawat, dalam keadaan seperti ini petugas kerohaniwan juga memegang peranan penting.
Dari berbagai keadaan diatas, peneliti akan mengadakan penelitian dengan judul Hubungan antara informasi prabedah dengan kecemasan pasien sebelum operasi di RS PKU Muhammadiyah Surakarta. Dari studi pendahuluan yang dilakukan , frekuensi kasus pembedahan di RS PKU Muhammadiyah Surakarta ini cukup tinggi, data yang diambil dari rekam medis menunjukan , untuk pembedahan bulan Desember 2004 sebanyak 175 operasi, bulan Januari 2005 sebanyak 204 operasi dan bulan Februari sebanyak 162 operasi. Hal di atas menarik minat penulis untuk melakukan penelitian lebih lanjut. Pertama, penelitian semacam ini belum pernah dilakukan di RS PKU Muhammadiyah Surakarta. Kedua, dengan persiapan operasi yang baik diharapkan operasi berjalan lancar. Ketiga, mencoba seminimal mungkin kecemasan pasien dalam menghadapi operasi.
Informasi prabedah menjadi variabel penelitian karena menurut peneliti pasien yang masuk rumah sakit khususnya pasien dengan indikasi operasi belum tahu hal-hal atau persiapan apa saja yang perlu dilakukan dalam menjalani pembedahan bahkan pasien mungkin tidak tahu mengapa harus dilakukan tindakan. Sedangkan kecemasan diungkapkan karena menurut Johnston (1987) bahwa kekhawatiran tentang hasil dari pembedahan paling sering dilaporkan pasien (dalam Pitts dan Philips,1995). Hal ini dijelaskan Taylor (1995) bahwa kegelisahan selama pemeriksaan laboratorium atau pembedahan serta hasil dari pemeriksaan laboratorium atau pembedahan itu dapat menimbulkan sulit tidur, mimpi-mimpi buruk dan ketidakmampuan untuk berkonsentrasi. Ketiga hal tersebut merupakan beberapa dari gejala-gejala yang menyertai kecemasan. Sebelumnya, tahun 1976, Wilson-Barnet (dalam Pitts dan Philips,1992) mengadakan wawancara dengan pasien di rumah sakit dan menemukan perpisahan dengan keluarga, teman dan pekerjaa merupakan sumber munculnya kecemasan.

B.RUMUSAN MASALAH
File Selengkapnya.....

Teman DiskusiSkripsi.com


 

Free Affiliasi Program