pengujian hubungan antara nilai PER, PBV, size dan beta dengan annual stock return

BAB I
PENDAHULUAN

I. 1 Latar Belakang Masalah
Dunia investasi di Indonesia saat ini bukanlah merupakan satu dunia yang asing. Banyak masyarakat yang telah mengenal dunia ini dan bahkan telah mulai terjun ke dalamnya. Sebagian dari masyarakat sudah mulai sadar bahwa dana lebih yang mereka miliki dan tidak terpakai bisa saja mengalami penambahan nilai lewat aktivitas investasi ketimbang dengan hanya menyimpannya secara pribadi di dalam rumah (Jones, 2004).
Saat ini tercatat sebanyak 344 perusahaan, yang terbagi atas 9 sektor, terdaftar sebagi emiten (Media Indonesia, 10 Oktober 2006). Dari sekian banyak emiten dengan instrumen investasi yang mereka tawarkan masing-masing, investor dapat berinvestasi pada satu atau beberapa instrumen yang ada. Masalahnya adalah, di antara semua instrumen tersebut, manakah yang sekiranya baik dan tepat sehingga nantinya mampu memenuhi harapan para investor.
Dalam berinvestasi, investor telah merelakan konsumsi atas sejumlah dana yang mereka miliki saat ini untuk ditukar dengan aset-aset investasi (Jones, 2004). Kerelaan yang diberikan para investor ini berimbal hasil pada kemungkinan akan satu atau lebih keuntungan yang bersifat finansial. Pada saham contohnya, investor pemegang instrumen investasi ini bisa mendapatkan dua bentuk keuntungan finansial; dividen (bagi investor yang lebih menginginkan mendapatkan hak kepemilikan atas perusahaan) dan capital gain (bagi investor yang lebih menginginkan keuntungan cepat). Dividen adalah merupakan satu-satunya bentuk pembayaran tunai yang diberikan oleh perusahaan emiten kepada para pemegang sahamnya (Jones, 2004). Sedangkan capital gain adalah keuntungan tambahan yang bisa didapat investor dari hasil selisih harga pembelian saham dengan harga ketika dilakukan penjualan atas saham tersebut (Keown, 2001).
Investor yang mengharapkan capital gain memiliki prediksi serta pengharapan akan adanya kenaikan harga pada saham yang ingin dibelinya pada saat melakukan pembelian. Kenaikan terhadap harga saham inilah yang nantinya akan memberikan return positif bagi investor ketika ia menjual kembali saham yang dimilikinya tersebut. Return positif hanya didapat jika harga jual saham lebih besar dibanding harga pembeliannya.
Dalam melakukan prediksi akan kondisi harga saham di masa datang, investor tidak hanya mengandalkan keberuntungan semata. Saham yang nantinya akan mengalami kenaikan harga dapat diketahui melalui sebuah proses analisa. Dalam melakukan analisa ini, investor harus membekali dirinya dengan pengetahuan akan bagaimana proses pembentukan harga terjadi pada sebuah saham atau setidaknya investor harus mengetahui variabel-variabel apa saja yang dapat mempengaruhi return sebuah saham agar ekspektasi mereka akan return di masa datang dapat diperoleh sehingga usaha dalam mencari return positif bisa diwujudkan.
Teori yang banyak digunakan sebagai acuan para akademisi dalam hal pembentukan return investasi adalah teori oleh Sharpe (1964), Lintner (1965) dan Black (1972) yang dikenal dengan Capital Asset Pricing Model (CAPM). Model ini menyatakan bahwa return adalah merupakan satu fungsi dari (1) risk-free rate (tingkat pengembalian instrumen investasi bebas resiko), (2) resiko sistematik instrumen investasi (beta) dan (3) premi terhadap resiko yang diharapkan (Keown, 2001). Model tersebut menyatakan bahwa beta adalah satu-satunya variabel bebas yang dapat mempengaruhi return saham.
Penelitian selanjutnya menyebutkan bahwa ternyata selain beta terdapat adanya variabel-variabel lain yang berpengaruh terhadap return. Basu (1983) menunjukkan bahwa P/E ratio dapat membantu menjelaskan return pada saham di pasar Amerika. P/E ratio terbukti memiliki pengaruh positif pada return saham. Dalam penelitiannya dia juga mengikut sertakan variabel lain selain P/E ratio seperti nilai kapitalisasi pasar (size) serta beta (β) saham. Fama and French (1992) menemukan adanya hubungan negatif antara size dan PBV (price to book value ratio) dengan return pada saham-saham NYSE, AMEX dan NASDAQ. Di Indonesia, penelitian serupa juga telah dilakukan. Dewiyani (1998) mencoba untuk menemukan hubungan antara variabel beta, PE ratio, size, dan PBV terhadap return saham di Bursa Efek Jakarta untuk periode penelitian dari Januari 1993 s/d Desember 1996. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa terdapat dua variabel yang berhubungan dengan return yaitu size dan PBV. Kedua variabel tersebut secara bersama-sama (pooled) memberi pengaruh negatif terhadap return.
Penulis lewat penelitian ini ingin mencoba melakukan replikasi terhadap penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, terutama yang penelitian oleh Leola Dewiyani, namun dengan periode data yang berbeda. Penulis ingin membuktikan apakah dengan periode data yang berbeda, hasil dari penelitian akan menunjukkan hubungan yang sama antara variabel return sebagai variabel terikat dengan variabel PER, PBV, size dan beta.
I. 2 Perumusan Masalah
Return adalah satu variabel yang penting dalam aktivitas investasi. Setiap investor yang telah menyisihkan sebagian dananya untuk membeli aset-aset investasi, tentu saja mengharapkan satu nilai return positif dari aset investasi yang dimilikinya tersebut (Jones, 2004). Masalahnya adalah variabel return bisa bernilai positif (memberikan keuntungan bagi investor) namun juga bisa bernilai negatif (memberikan kerugian bagi investor). Untuk itu, informasi yang dapat menggambarkan kemungkinan return yang akan terjadi di masa yang akan datang atas aset investasi yang dimiliki akan menjadi sangat penting bagi investor.
Return sendiri merupakan satu variabel yang sangat sulit diprediksi. Beberapa penelitian telah mencoba mencari variabel-variabel apa saja yang dapat menjelaskan return. Berawal dari teori CAPM (yang menyatakan bahwa beta adalah satu-satunya variabel yang dapat menjelaskan perubahan return), banyak penelitian telah dilakukan untuk mencari variabel lain selain beta yang dapat menjelaskan perubahan atas return. Satu jurnal yang sangat penting dalam usaha mencari variabel pembentuk return ini adalah jurnal yang bertajuk The Cross-Section of Expected Stocks Return (Fama & French, 1992). Lewat jurnal tersebut, Fama & French menggambarkan bahwa teori CAPM tidak sepenuhnya benar. Mereka menemukan adanya variabel lain selain beta yang terbukti mampu menjelaskan perubahan terhadap return sebuah investasi. Variabel-variabel tersebut bahkan memiliki pengaruh lebih besar dalam menjelaskan return ketimbang beta. Variabel-variabel tersebut adalah size dan PBV.
Berangkat dari jurnal ini, beberapa peneliti mencoba untuk melakukan penelitian serupa di pasar-pasar yang berbeda. Hasilnya adalah ternyata setiap pasar memiliki variabel-variabel yang berbeda yang menjelaskan return investasi yang terjadi. Beberapa variabel yang terbukti memiliki pengaruh terhadap return, meskipun dalam kondisi korelasi yang berbeda-beda, adalah beta, nilai kapitalisasi pasar (size), PER dan PBV.
Di Indonesia, yang menjadi dasar acuan untuk penelitian ini adalah penelitian oleh Dewiyani (1998). Hasil penelitiannya menyatakan bahwa terdapat dua variabel yang berhubungan dengan return di pasar Indonesia yaitu size dan PBV. Namun beliau menyatakan bahwa terdapat adanya ketidak-konsistenan dari variabel-variabel tersebut dalam menjelaskan return untuk tahun-tahun yang berbeda. Hal itulah yang menjadi dasar penelitian ini. Dalam penelitian ini, periode data yang digunakan berbeda dengan periode data pada penelitian Dewiyani. Periode data penelitian yang digunakan penulis adalah dari tahun 2003 sampai dengan 2006. Penulis ingin membuktikan apakah hasil penelitian oleh Dewiyani tersebut berlaku untuk periode data yang berbeda.

I. 3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:File Selengkapnya.....

Teman DiskusiSkripsi.com


 

Free Affiliasi Program