Hubungan Support System Dan Pendidikan Dengan Motivasi Melakukan Mobilisasi Post Operasi Pada Pasien Post Operasi Fraktur

Abstraksi:
Keterbatasan pasien dalam melakukan aktivitas atau mobilitas merupakan hal yang membuat pasien tidak sabar untuk menunggu kesembuhan, sehingga perlu adanya support atau dukungan dari keluarga untuk memotivasi pasien mengikuti intervensi dalam perawatan dan penyembuhannya Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara support system dan pendidikan dengan motivasi melakukan mobilisasi pada pasian post operasi fraktur. Dalam penelitian ini populasinya sebanyak 162 pasien post operasi fraktur di RSU Islam XXX. Dari jumlah tersebut yang dijadikan sampel sebanyak 68 pasien yang diambil dengan menerapkan teknik pengambilan sampel purposive sampling. Alat pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode pokok berupa angket, sedangkan observasi dan wawancara sebagai metode bantu. Metode angket digunakan untuk mengumpulkan data support system, pendidikan, dan motivasi melakukan mobilisasi. Data yang terkumpul dalam penelitian ini kemudian dianalisis dengan analisis korelasi.
Dari hasil analisis korelasi antara support system dengan motivasi melakukan mobilisasi diperoleh koefisien korelasi (rxy) sebesar 0,641, dimana nilai tersebut terbukti signifikan dengan nilai probabilitas sebesar 0,002 (p?) pada taraf signifikansi 5%.. Artinya terdapat hubungan positif yang signifikan antara support system dengan motivasi melakukan mobilisasi pada pasien post operasi fraktur di ruang rawat inap rumah Sakit Islam XXX. Dari hasil analisis korelasi antara pendidikan keluarga dengan motivasi melakukan mobilisasi diperoleh koefisien korelasi (rxy) sebesar 0,521, dimana nilai tersebut terbukti signifikan dengan nilai probabilitas sebesar 0,003 (p??) pada taraf signifikansi 5%.. Artinya terdapat hubungan positif yang signifikan antara pendidikan keluarga dengan motivasi melakukan mobilisasi pada pasien post operasi fraktur di ruang rawat inap rumah Sakit Islam XXX. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterbatasan pasien dalam melakukan aktivitas atau mobilitas harus dibantu dengan support system dari keluarga untuk mempercepat proses penyembuhannya. Namun support system tidak dapat maksimal jika pendidikan keluarga rendah. Pendidikan yang rendah menunjukkan kurangnya pengetahuan akan kesehatan dan kurangnya upaya dukungan terhadap pasien.


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Proses keperawatan membantu pasien melakukan kegiatan fisik agar fungsi tubuh meningkat dan menyegarkan sirkulasi darah dan ketegangan otot, meningkatkan latihan nafas lebih panjang, serta memotivasi pasien untuk berkeinginan segara sembuh. Motivasi merupakan perubahan energi dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif (perasaan) dan reaksi untuk mencapai tujuan. (McDonal cit Hamalik, 2000:173). Kekuatan yang menjadi pendorong kegiatan individu disebut motivasi, yang menunjukkan suatu kondisi dalam diri individu tersebut melakukan kegiatan mencapai suatu tujuan (Sukmadinata, 2003:61).
Berdasarkan pengertian tersebut dapat dinyatakan bahwa motivasi melakukan mobilisasi dini pada pasien sangat diperlukan guna mempercepat kesembuhan pasien. Mobilitas dan ambulasi merupakan kegiatan yang penting pada periode paska bedah bagi pasien post operasi fraktur guna mencegah terjadinya komplikasi seperti infeksi, nekrosis avaskuler, cedera vaskuler dan syaraf, malunion dan borok akibat tekanan. (Henderson, 1989:222).
Fraktur atau patah tulang dapat menimbulkan berbagai gangguan fungsi tubuh diantaranya adalah fungsi motorik, kehilangan fungsi motorik permanen merupakan kondisi yang ditakuti oleh sebagian pasien. Fungsi motorik adalah keadaan yang dapat mengakibatkan bergeraknya anggota tubuh seperti tangan dan kaki. Keterbatasan pasien melakukan aktivitas / mobilitas merupakan hal yang membuat pasien tidak sabar untuk menunggu kesembuhan sewaktu dirawat di rumah sakit sehingga perlu adanya motivasi atau support sistem dari perawat untuk mengikuti intervensi dalam perawatan dan penyembuhannya. (Arlene, 1997:145).
Penyembuhan dan pemulihan kesehatan akibat fraktur memerlukan management care yang bisa berupa : treatment, terapi serta rehabilitasi fisioterapi untuk mempertahankan otot normal agar tidak mengecil secara cepat, karena otot tidak dipakai dan dilakukannya mobilisasi dini pasien. Kegiatan mobilisasi dini dan treatment pasien post operasi fraktur merupakan salah satu tindakan yang akan mempengaruhi pemulihan fungsi anal otot, tulang dan neuromuskuler post operasi tulang. Pengetahuan tentang bantuan perawat kepada pasien untuk mobilisasi mengalami peningkatan yang cukup pesat selama beberapa tahun terakhir. Pada tahun-tahun terakhir ini motivasi pasien untuk meningkatkan activity day living semakin ditekankan agar orang lebih bertanggungjawab atas kesehatan diri sendiri dan hal ini termasuk juga orang yang sakit dapat mencapai tingkat kemandirian yang maksimal dalam hal mobilisasi yang disesuaikan menurut kondisi dan kesempatan yang ada. (Nancy, 1996:65) Kemampuan pasien untuk bergerak dan berjalan pada pasca bedah akan menentukan kegiatan yang selanjutnya dilaksanakan, yaitu untuk membantu pasien dapat menggerakkan badan secara maksimal. Bergeraknya badan di atas tempat tidur membantu mencegah komplikasi sirkulasi paru-paru dan kardiovaskuler, mencegah decubitus, merangsang peristaltik dan mengurangi nyeri. Karena kebanyakan gangguan muskuloskeletal merupakan keterbatasan gerak maka kegiatan pelayanan perawatan ditujukan untuk memperbaiki kegiatan atau aktivitas seperti mengistirahatkan persendian yang terganggu guna mencegah bertambahnya bagian yang sakit. (Long, 1996:45).
Gangguan pada fungsi extremitas dapat mengurangi kemampuan pasien bergerak karena masalah nyeri, yaitu tergeseknya saraf motorik pada luka operasi dan takut sehingga membatasi kemampuan pasien untuk mobilisasi terutama setelah operasi, sehingga pasien cenderung untuk tetap berbaring lama, membiarkan tubuh tetap kaku, mengabaikan daerah nyeri atau pembedahan. Untuk menghindari nyeri kegiatan mobilisasi harus menghindari kegiatan mengangkat atau menggunakan alat bantu. Perawat harus mampu memotivasi pasien dan menjelaskan pentingnya melakukan mobilisasi dini post operasi, membantu pasien melakukan gerak atau mobilisasi dengan meminimalkan rasa tidak nyaman. (Suhadijat, 1997: 29).
Orang yang mengalami masalah fraktur tulang akan berfikir beberapa kali untuk memutuskan persetujuan melakukan operasi. Bagi keluarga yang berpengetahuan rendah, pasien akan dibawa ke sangkal putung untuk pengobatan tradisional. Karena semua itu bertolak dari kemampuan finansial yang kurang. Faktor dukungan keluarga dan faktor tingkat pendidikan mempunyai pengaruh terhadap pemberian motivasi terhadap pasien post operasi fraktur.
Berdasarkan adanya masalah ini peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian yang menggambarkan lebih rinci tentang pemberian motivasi oleh keluarga dalam melakukan mobilisasi terutama pasca pembedahan. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa masih banyaknya beberapa pasien yang berasal dari kalangan keluarga yang kurang berpendidikan, sehingga jarang atau bahkan sama sekali tidak memperoleh motivasi untuk melakukan gerakan-gerakan yang mendukung untuk pemulihan pasca operasi fraktur. Keluarga seringkali beranggapan bahwa motivasi akan datang dari pasien sendiri serta bantuan dari perawat. Pihak keluarga kurang mengetahui bahwa dorongan dari keluargalah yang dibutuhkan pasien untuk melakukan mobilisasi.

B. Batasan dan Perumusan Masalah
File Selengkapnya.....

Teman DiskusiSkripsi.com


 

Free Affiliasi Program